Pontianak – Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali berhasil raih penampil terbaik ke-2 dalam Festival Multikultur Tari Tradisional dan Tari Kreasi BPNB Se-Indonesia. Festival ini diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat. Adapun peserta kegiatan tersebut berasal dari BPNB se-Indonesia yang terdiri dari: BPNB Aceh, BPNB Sumatera Barat, BPNB Kepulauan Riau, BPNB Jawa Barat, BPNB DI Yogyakarta, BPNB Bali, BPNB Sulawesi Selatan, BPNB Sulawesi Utara, BPNB Maluku, BPNB Papua serta BPNB Kalimantan Barat. Kegiatan dilaksanakan pada 12 hingga 13 Mei 2017 lalu di Area Rumah Radakng, Pontianak, Kalimantan Barat.
Dalam Festival Multikultur Tari Tradisional dan Tari Kreasi BPNB Se-Indonesia, Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali sendiri menampilkan tari kreasi Dalem Balingkang yang ditarikan oleh enam orang penari. Diantaranya: I Gusti Ayu Agung Sumarheni, Kadek Septa Sukma Wardani, Kadek Diah Pramanasari, I Made Rianta, Agus Aryana dan Parama Kesawa. Bertindak sebagai penata tari yaitu I Gusti Ayu Agung Sumarheni, S.Sn dan I Putu Eka Juliana, S.Sn.
Tari ini bercerita tentang legenda Barong Landung yang merupakan perwujudan dari raja Bali yaitu Raja Jaya Pangus yang memperistri seorang Putri Cina bernama Kang Cing Wei. Raja Jaya Pangus digambarkan dalam Barong Landung berwujud boneka besar hitam dan giginya ronggoh. Sedangkan Putri Kang Cing Wei ditokohkan dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit dan selalu tersenyum mirip dengan roman muka seorang Cina.
Perkawinan Raja Jaya Pangus dengan Putri Cina tidak mendapat restu dari Sang Hyang Bhagawanta. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan dengan mengawini putri Cina yang elok bernama Kang Cing Wei itu. Empu Siwagana lalu menghukum Raja Jaya Pangus dengan membuat hujan lebat dan membuat kerajaan menjadi banjir dan tenggelam. Walaupun perkawinanya tidak direstui oleh Dewa, ia tetap mencintai istrinya yang Cina itu.
Raja Jaya Pangus akhirnya pergi dan membuat kerajaan baru yang diberi nama kerajaan Balingkang. Nama ini merupakan perpaduan dari kata Bali = bali, dan Kang = Cina. Raja kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama mereka tidak mempunyai keturunan, raja pun pergi ke Gunung Batur Bangli, memohon kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan seorang anak lelaki yang sangat tersohor hingga kini yaitu Maya Danawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei yang lama menunggu suaminya pulang mulai gelisah. Ia bertekad menyusul ke Gunung Batur Bangli. Namun di tengah hutan belantara yang menawan, ia pun terkejut tatkala menemukan suaminya telah menjadi milik Dewi Danu. Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit. Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka. Ia pun melenyapkan sang raja dan Kang Cing Wei melalui kekuatan gaib yang dimilikinya. Oleh rakyat yang mencintai kedua suami istri tersebut, lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung inilah yang kemudian berkembang menjadi Barong Landung.
Penyelenggaraan kegiatan yang bertema “Harmoni dalam Kebhinekaan: Menjaga Ketahanan Budaya Bangsa Melalui Ekspresi Seni” ini pada dasarnya memiliki beberapa tujuan, antara lain: untuk menggali kembali nilai-nilai budaya yang terkandung dalam seni budaya yang ada di bumi Indonesia tercinta ini, merekatkan sendi-sendi kebhinekaan melalui kegiatan berkesenian khusunya seni tari, memupuk rasa kebersamaan dalam rangka menuju kebersamaan dalam bingkai keberagaman, strategi pembinaan dan pengembangan nilai budaya bagi masyarakat terlebih kepada generasi muda serta untuk mengetahui hakekat dan fungsi seni dalam kehidupan masyarakat.(WN)