Mojokerto – Pada mulanya agama dan kebudayaan hindu lahir dan berkembang di negara India. Dari India kemudian menyebar ke Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara dan akhirnya masuk ke Indonesia sekitar abad ke-5 masehi. Agama dan kebudayaan hindu yang masuk ke Indonesia ini dibawa oleh para pedagang dan pendeta melalui dua jalur, yaitu jalur laut dan darat.
Melalui jalur laut, para penyebar agama dan kebudayaan hindu datang ke Indonesia mengikuti rombongan kapal para pedagang yang biasa beraktivitas pada jalur India-Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan kebudayaan hindu yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian menuju nusantara. Sementara itu dari Semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea dan Jepang. Diantara mereka ada yang langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat. Sedangkan melalui jalur darat, penyebar agama dan budaya hindu mengikuti para pedagang melalui jalur sutera. Dari India ke Tibet kemudian ke utara hingga Cina, Korea dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India Utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia.
Dalam rangka menyusuri jejak-jejak masuknya agama serta kebudayaan hindu itulah, Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali selaku unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal Kebudayaan yang memiliki tugas dan fungsi dalam pelestarian nilai budaya melaksanakan kegiatan “Menyusuri Jejak-Jejak Kebudayaan Hindu di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur”.
Rombongan bertolak dari Bali pada hari Sabtu (10/12), sampai di Trowulan keesokan harinya pada Minggu (11/12). Sebelum menuju lokasi situs-situs yang ada di Trowulan, rombongan menyempatkan diri singgah di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur. Dengan ditemani oleh salah seorang pegawainya, rombongan yang terdiri dari pegawai serta pimpinan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali ini langsung menuju lokasi situs yang menjadi bukti peninggalan sejarah dalam penyebaran agama hindu di Indonesia. Adapun tempat yang dikunjungi antara lain:
1. Candi Tikus
Candi ini terletak di Dusun Dihuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Bangunan ini merupakan petirtaan, namun masyarakat menyebutnya Candi Tikus. Candi terbuat dari bata merah dan dibangun kurang lebih 3,5 meter dari permukaan tanah. Bentuknya bujur sangkar dengan ukuran 22,5 meter x 22,5 meter. Bangunan ini disebut Candi Tikus karena pada tahun 1914 dilakukan penggalian dan banyak ditemukan sarang tikus. Penggalian ini dilakukan atas laporan Bupati Mojokerto yang bernama R.A.A. Kromodjojo Adinegoro mengenai temuan miniatur candi di sebuah kuburan rakyat. Bangunan ini diperkirakan didirikan pada abad XIII-XIV masehi. Mengenai fungsi candi tidak diketahui secara pasti, akan tetapi dilihat dari bentuk dan susunan candinya memberi kesan bahwa candi ini memiliki kemiripan dengan Gunung Mahameru di India. Dari hal itulah para ahli kemudian berpendapat bahwa konsep pembangunan dari candi ini tidak terlepas dari kesucian Gunung Mahameru yang ada di India.
2. Candi Bajangratu
Candi Bajangratu terletak di Dusun Keraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Terletak sekitar 600 meter dari Candi Tikus. Nama Bajangratu pertama kali disebut dalam Oudheidkunding Verslag (OV) tahun 1915. Arkeolog Sri Soeyatmi Satari menduga nama Bajangratu ada hubungannya dengan Raja Jayanegara dari Majapahit, karena kata ‘bajang’ berarti kerdil. Menurut Kitab Pararaton dan cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan tatkala masih berusia bajang atau masih kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu melekat padanya. Mengenai fungsi candi, diperkirakan bahwa Candi Bajangratu didirikan untuk menghormati Jayanegara. Dasar perkiraan ini adalah adanya relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan cerita peruwatan.
Candi Bajangratu diperkirakan didirikan antara abad 13-14 masehi. Seluruh bangunan candi dibuat dari batu bata merah, kecuali anak tangga dan bagian dalam atapnya. Sehubungan dengan bentuknya yang merupakan gapura beratap, Candi Bajangratu menghadap ke dua arah, yaitu timur-barat. Ketinggian candi sampai pada puncak atap adalah 16,1 m dan panjangnya 6,74 m. Gapura Bajangratu mempunyai sayap di sisi kanan dan kiri. Pada masing-masing sisi yang mengapit anak tangga terdapat hiasan singa dan binatang bertelinga panjang. Pada dinding kaki candi, mengapit tangga, terdapat relief Sri Tanjung, sedangkan di kiri dan kanan dinding bagian depan, mengapit pintu, terdapat relief Ramayana
3. Museum Majapahit
Berdirinya museum ini merupakan pengembangan dari gagasan Bupati Mojokerto yang bernama R.A.A. Kromodjojo Adinegoro bersama seorang arsitek Belanda bernama Ir. Henry Maclaine Point yang mengumpulkan tinggalan Majapahit di rumah tinggal Maclaine Point. Tempat ini adalah salah satu lokasi bersejarah terpenting di Indonesia yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Majapahit
Dominasi koleksi di Museum Majapahit adalah benda-benda cagar budaya yang ditemukan di sekitar Situs Trowulan atau peninggalan pada zaman Majapahit. Melalui peninggalan tersebut kita dapat mengetahui segala aspek budaya yang pernah terjadi pada zaman Majapahit, seperti bidang pertanian, irigasi, arsitektur, perdagangan, perindustrian, agama dan kesenian. Koleksi tersebut dipajang di gedung atau ruang terbuka berbentuk pendopo atau halaman museum.
Dari ketiga lokasi tersebut, banyak hal dapat digali terkait dengan jejak-jejak kebudayaan hindu yang terdapat di Trowulan. Para peserta kegiatan tampak antusias dan ingin tahu lebih mendalam. Melalui kegiatan ini diharapkan pemahaman para pegawai BPNB Bali akan kebudayaan hindu yang masuk ke Indonesia semakin bertambah sehingga sejarah tidak hanya dimaknai sebagai sejarah yang dapat begitu saja hilang dalam ingatan, namun juga pengetahuan yang setiap saat harus selalu dipelihara. (WN)