Tuak dan Komunitas Remaja Titi Panjang

0
1984

Oleh : Dharma Kelana Putra, S.Sos

Booklet pada Balai Pelestarian Nilai Budaya Banda Aceh tahun 2014

Tuak adalah salah satu minuman keras tradisional yang sangat populer di kalangan etnis Batak. Di Sumatera Utara tuak terdiri atas 3 jenis, yakni; tuak tangkasan yang biasa digunakan untuk upacara adat, tuak ni tonggi yang tidak mengandung alkohol dan rasanya manis, serta tuak raru yang rasanya agak pahit dan mengandung alkohol. Tuak bagi masyarakat Batak adalah bagian dari adat dan tanda kedewasaan. Tuak juga dianggap memiliki beberapa khasiat yang bermanfaat bagi tubuh. Tetapi dalam agama Islam, tuak merupakan salah satu bentuk minuman keras (khamar) yang tidak boleh dikonsumsi. Sebab minuman keras memiliki pengaruh negatif jika dikonsumsi secara berlebihan.

            Ditinjau dari aspek sosiologis, tidak ada yang salah jika seorang dewasa mengonsumsi minuman keras, sebab orang yang sudah dewasa dianggap mampu mengendalikan diri dan mampu bertanggung jawab atas perilakunya. Permasalahan timbul ketika tuak diakses oleh remaja yang masih di bawah umur secara bebas tanpa pengawasan. Permasalahan penyalahgunaan minuman keras oleh komunitas remaja di bawah umur ini terjadi di kawasan Titi Panjang, Kota Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara.

            Bebasnya penyalahgunaan tuak di kalangan komunitas remaja Titi panjang tidak dapat dilepaskan dari beberapa faktor, diantaranya; karakteristik masyarakat pelabuhan yang beragam dan cenderung sangat terbuka, pergaulan dan pengaruh lingkungan, ruang publik yang kondusif, tidak mampu memenuhi harapan masyarakat, pemahaman yang rendah tentang arti pendidikan dan masa depan, kurang perhatian dari orang tua, rasa jenuh dengan lingkungan tempat tinggal, ketidakmampuan menyelesaikan masalah pribadi, kedewasaan yang terlalu cepat, ketergantungan alkohol, rasa bangga berperilaku menyimpang, label tuak adalah minuman pergaul, harga tuak ekonomis dan terjangkau, serta kadar alkohol yang rendah.

            Keberadaan komunitas remaja di kawasan Titi panjang Kota Tanjungbalai ini awalnya tidak meresahkan, sebab kegiatan mereka hanya sebatas berkumpul dan bercengkerama layaknya remaja pada umumnya. Lama-kelamaan, aktivitas yang mereka lakukan menjurus kepada hal-hal yang tidak lazim. Seperti; minuman keras, rokok, seks, dan narkoba. Para orang tua, khususnya yang beragama Islam merasa khawatir dengan kondisi ini, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena; sedikitnya porsi waktu luang yang dihabiskan dalam keluarga, sehingga mereka tidak mampu mengontrol seluruh aktivitas anak di luar rumah; tuak adalah minuman adat bagi etnis Batak, sehingga jika peredarannya dilarang akan menimbulkan gesekan antaretnis dan dampak sosial lainnya; takut akan dipukul apabila menegur dan melarang para remaja tersebut mabuk-mabukan di tempat umum.

            Alternatif yang dapat disampaikan adalah bahwa Pemerintah Kota Tanjungbalai sebaiknya memberikan pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan minuman keras di masyarakat, khususnya kalangan remaja. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan penggunaan minuman keras yang berdampak terhadap perkembangan penyakit masyarakat. Alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penggunaan minuman keras yang tidak terkendali dapat dilakukan dengan; (1) membuat peraturan daerah tentang penggunaan dan pengawasan minuman keras tradisional; (2) koordinasi yang baik diantara satuan kerja perangkat daerah terkait dengan kepolisian dan militer untuk mengawasi, menindak, dan menertibkan distribusi tuak; (3) ketegasan dan konsistensi pemerintah dalam memperhatikan peredaran, penggunaan, dan penertiban minuman keras baik modern maupun tradisional.

Pemerintah juga harus fokus terhadap pemanfaatan ruang publik oleh masyarakat. Jangan sampai ruang publik yang tidak memiliki penerangan memadai disalahgunakan untuk melakukan perbuatan yang dilarang secara hukum dan agama, seperti hubungan seksual pranikah, pesta minuman keras, transaksi narkoba, atau transaksi seksual di bawah umur (prostitusi). Tentu, dibutuhkan partisipasi masyarakat dalam hal kontrol sosial untuk mengawasi, menegur, dan mengarahkan para remaja agar tidak mengulangi perbuatan yang sama dikemudian hari.