Tidaklah banyak anak bangsa kita yang mengenal nama besar Ulama kelahiran Negeri Aceh ini. Keulamaannya (ahli ilmu) lebih mulia dan dimuliakan di negara tetangga yang berada di seberang lautan sana, Malaysia, negara yang dulunya merupakan bagian dari wilayah Nusantara yang berada di dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai. Hampir-hampir saja seluruh ilmu dan karya-karyanya di bidang ilmu akhirat dan ilmu dunia yang tertuang dalam bentuk kitab-kitab serta manuskrip-manuskrip kuno dimiliki oleh negeri tetangga ini. Betapa mulianya kedudukan Ulama yang satu ini bagi mereka yang berada di seberang sana, yah beliau adalah Syeikh Abbas bin Muhammad al-Asyi atau yang lebih dikenal dengan nama Teungku Chik Kuta Karang atau dengan nama beliau yang lebih familiar di telinga orang Malaysia yakni Syeikh Abbas Kuta Karang.
Beliau dilahirkan di Kuta Karang Negeri Aceh yang saat ini masuk kepada wilayah Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Tidak ada data tertulis tentang kapan beliau dilahirkan, akan tetapi dapatlah dipastikan beliau hidup pada masa sekitar pertengahan abad ke-19. Kesimpulan ini didasarkan pada kitab-kitab beliau yang selesai ditulis pada sekitar abad itu. Kitab Qunu’ yang selesai ditulis pada tahun 1259 H atau bertepatan pada tahun 1843 M. Pun kitab beliau yang berjudul Sirajuz Zhalam yang selesai ditulis pada tahun 1266 H atau bertepatan dengan tahun 1849 M.
Beliau banyak menghabiskan masa mudanya dengan menuntut ilmu kepada para Ulama-Ulama besar pada masa itu di Kota Mekkah. Saat itu beliau tidak hanya sebatas menuntut ilmu Agama Islam saja, akan tetapi beliau juga belajar tentang ilmu falak (perbintangan/astronomi), hisab (hitungan-hitungan), ilmu kedokteran, sastra, dan juga politik yang pada masa itu Islam dan negeri-negeri Islam adalah merupakan kiblat/sumber dari berbagai macam disiplin keilmuan tersebut.
Keulamaan beliau, sebagai pengikut Mazhab Syafii dengan amalan yang mengikut pada Tarekat Khalwatiyah, dalam bidang Agama Islam tidaklah membatasi keulamaan beliau pada bidang ilmu lainnya. Justeru beliau lebih dikenal sebagai ahli Astronomi dunia Melayu. Hal ini disebabkan karena kemasyhuran kitab karya beliau yang berjudul Sirajuz Zhalam, kitab yang membahas tentang keilmuan dibidang astrologi/astronomi. Kitab ini merupakan salah satu rujukan utama dalam bidang ilmu falak, hisab, dan astrologi/astronomi sejak dahulu hingga saat ini. Penyebab hal ini adalah karena pada masanya tidak banyak para Ulama yang tertarik untuk mendalami bidang astrologi/astronomi ini sehingga bisa dikatakan bahwa kitab ini merupakan satu-satunya kitab yang membahas bidang tersebut dan menjadi rujukan pada masanya. Bahkan isi/pembahasan beliau terkait astologi/astronomi di dalam kitab ini masih relevan sampai saat ini sebagai dasar/pintu masuk serta bahan perbandingan bagi sains modern.
Selain Sirajuz Zhalam, masih ada beberapa kitab yang pernah beliau tulis dalam bidang lain, seperti Kitabur Rahmah yang membahas tentang obat-obatan dan tata cara pengobatan. Ada juga kitab Tazkiratul Rakidin dan Mau’izhatul Ikhwan yang berisikan tentang nasehat-nasehat yang tersaji dalam bentuk puisi dan prosa.
Selain sebagai seorang Ulama Besar, beliau juga merupakan seorang Ulama mujahid. Beliau adalah Ulama yang sangat anti dengan Belanda yang pada masa itu menjajah Negeri Aceh. Salah satu fatwa yang pernah beliau keluarkan terkait perlawanan ini adalah: “Segala bentuk perbuatan yang memberi manfaat (membantu) kepada (kaum) kafir, dihukumkan orang itu menjadi kafir”. Pernyataan yang sangat jelas dan tegas dari seorang Ulama Besar yang pernah menjabat sebagai Kadi Malikul Adil pada masa kepemimpinan Sultan Alaidin Ibrahim Mansyur Syah pada tahun 1857-1870.
Kiranya dengan kebesaran nama beliau, Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh menabalkan nama beliau sebagai nama bagi perpustakaan milik balai. Perpustakaan Teungku Chik Kuta Karang yang menyimpan dan menyajikan seluruh hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh dalam bidang kesejarahan dan kebudayaan di Aceh dan Sumatera Utara.
Sebagaimana kitab beliau, Sirajuz Zhalam, yang menjadi rujukan dibidang astrologi/astronomi pun demikian kiranya dengan seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh dalam bidang kesejarahan dan kebudayaan, bisa menjadi bahan rujukan di dalam memahami tentang sejarah dan budaya di Aceh dan Sumatera Utara.