Sabtu, 24 November 2018, bertempat di Stadion Seribu Bukit Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, sebanyak 660 penari yang terdiri dari 330 penari pria yang menyuguhkan tarian Saman Bale Asam dan 330 penari wanita yang membawakan tarian Bines lengkap dengan pakaian adat Gayo, Kerawang Gayo. Penampilan ke-660 penari ini menandakan ditutupnya perhelatan Festival Budaya Saman dalam Platform Indosiana 2018 dan Gayo Aceh Mountain Internasional Festival (GAMIFEST) 2018.
Indonesiana merupakan platform pendukungan kegiatan seni budaya di Indonesia yang bertujuan untuk membantu tata kelola kegiatan seni budaya yang berkelanjutan, berjejaring, dan berkembang. Program yang diinisiasi oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini dikerjakan dengan semangat gotong royong dan dengan melibatkan seluruh pihak yang memiliki kepedulian dan kepentingan atas pemajuan kebudayaan di Indonesia. Dalam hal ini, Saman adalah salah satu dari 9 (sembilan) festival seni budaya di Indonesia yang didukung melalui Platform Indonesiana.
Festival Budaya Saman pada 2 Oktober 2018 yang lalu, bertempat di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta yang diawali dengan Seminar Nasional Festival Budaya Saman 2018 bertajuk “Saman dalam Spektrum: Menuju Saman Center”. Kerjasama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues yang dikukuhkan dalam Memorandum of Understanding (MoU).
Pada kegiatan penutupan Festival Budaya Saman dalam Platform Indosiana 2018 dan GAMIFEST 2018 ini dihadiri oleh 3000 tamu undangan yang berasal dari perwakilan Kemenko. Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perwakilan Pemerintah Provinsi Aceh, serta Forkopimda dan para pejabat dari empat kabupaten yang merupakan peserta perhelatan Festival Budaya Saman dan GAMIFEST.
Siswanto mewakili Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, yang berhalangan hadir pada acara penutupan Festival Budaya Saman, menyampaikan sambutan dari Direktur Jenderal Kebudayaan, bahwa Saman bukan lagi sekedar tarian, tetapi adalah budaya dan marwah masyarakatnya di Kabupaten Gayo Lues. Saman merupakan suatu sistem budaya yang memuat berbagai nilai dan pranata, serta mencerminkan karakter dan etos masyarakat Gayo Lues. Hal inilah yang ingin diangkat oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Platform Indonesiana, dengan menjadikan tradisi Bejamu Saman sebagai materi utama dalam Festival Budaya Saman. Bejamu Saman Roa lo Roa Ingi (dua hari dua malam) yang dilakukan antara dua kampung mencerminkan nilai saling menghormati, menghargai dan gotong royong guna menciptakan kehidupan bermasyarakat yang toleran, harmonis dan damai.
Lanjut beliau, melalui perayaan bersama dalam Festival Budaya Saman, kita memupuk rasa bangga dan kecintaan kita kepada Saman sebagai suatu kekuatan budaya, sekaligus memelihara kewaspadaan untuk tak berhenti menjaga, melestarikan dan mengembangkan Saman sebagai satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Yang Memerlukan Perlindungan Mendesak, sebagaimana telah ditetapkan oleh UNESCO – melalui rapat Komite Antar Negara di Bali pada 24 November 2011 lalu. Semua itu, tentunya akan semakin memperkuat motivasi dan upaya kita sebagai bangsa Indonesia untuk melestarikan Saman.
Sampai jumpa pada Festival Budaya Saman dalam Platform Indonesiana di tahun 2019 yang akan datang.
Miftah Nasution
Foto: Essi Hermaliza