You are currently viewing Situs Istana Damnah, Cagar Budaya di Kabupaten Lingga, Kepri.

Situs Istana Damnah, Cagar Budaya di Kabupaten Lingga, Kepri.

Situs Bekas Istana Damnah berada sekitar 2,5 km di sebelah barat Masjid Sultan Lingga. Istana Damnah dibangun oleh Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah III (1857 – 1883), pada saat kerajaan  Melayu  Riau  –  Lingga mengalami     masa     kejayaan.     Istana Damnah sekarang  hanya tinggal  puing- puingnya saja.

(Situs Istana Damnah dari Drone, oleh Tim BPCB Sumbar)

Lingkungan situs bekas istana Damnah sekarang berupa tanah perladangan dan hutan sekunder. Dari sisa-sisa bekas Istana Damnah masih dapat digambarkan bahwa kompleks Istana Damnah dahulu terdiri dari dua bangunan, yaitu bangunan istana dan balairung (pendopo). Berdasarkan sisa- sisa pintunya, bangunan istana menghadap ke arah timur. Di sebelah timur bekas bangunan istana terletak bangunan balairung. yang tertinggal berupa bagian tangga pintu, fondasi tiang, tungku dapur, dan permandian. Tangga pintu di bagian muka  sebanyak  dua  buah  di  sisi  utara dan   selatan   berbentuk   sama.   Jarak antara kedua tangga pintu adalah 21,50 meter. Tangga pintu pada bagian teratas memiliki   ketinggian 1,60 meter dan lebar pintu 2,50 meter . Pada bagian bawah terdiri dari 5 trap tangga, sedangkan pada bagian  atas  terdiri  dari  3  trap  tangga.  Antara  trap  bagian  bawah  dan  bagian  atas terdapat bagian yang datar. Lantai pada anak tangga terbuat dari tegel bata (terakota) yang berukuran 35 x 35 cm. Fondasi tiang yang masih tersisa sebanyak 29 buah, yang terbuat dari susunan bata berlepa. Bekas bangunan balirung yang tertinggal  sekarang  hanya  bagian fondasi, berukuran 23, 80 x 20 meter. Bekas tangga pintunya berada di sisi utara,  timur,selatan,  dan barat.  Bagian tengah (lantai) sudah tertutup oleh tanah, sehingga tidak diketahui dengan pasti bahan yang dipakai untuk lantai. Bagian  fondasi  terbuat  dari  bata berlepa, dengan ketinggian 75 cm dari permukaan tanah  sekarang.

Kesultanan Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Lingga, Kepulauan Riau, Indonesia.  Lingga pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan kemudian Kesultanan Johor. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah mencakup Kepulauan Riau dan Johor.  Kerajaan  tersebut  diakui  keberadaannya  oleh  Inggris  dan  Belanda  setelah mereka menyepakati Perjanjian London tahun 1824, yang kemudian membagi bekas wilayah Kesultanan Johor setelah sebelumnya wilayah tersebut dilepas oleh Siak Sri Inderapura kepada Inggris tahun 1818, namun kemudian diklaim oleh Belanda sebagai wilayah kolonialisasinya. Perjanjian London pada 1824 membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau- Lingga berada di dalam pengaruh Belanda. Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah, dan berkedudukan di Daik, Kepulauan Riau.

Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya, yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan raja muda (Yang Dipertuan Muda) yang biasanya dipegang oleh  bangsawan  keturunan  Bugis  disatukan  dengan jabatan  raja  oleh Sultan  Abdul Rahman II Muadzam Syah pada 1899. Karena tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II meninggalkan Pulau Penyengat dan hijrah ke Singapura. Pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman II in absentia 3 Februari 1911, dan resmi memerintah langsung pada tahun 1913