Ada suatu kajian menarik sehubungan dengan ketokohan Syekh Burhanuddin ini, dimana terdapat beberapa versi yang menyatakan keberadaan beliau. Fakta ini berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat. Di Pariaman masyarakat menyakini bahwa Syekh Burhanuddin mengembangkan Islam dan wafat di Pariaman (ditandai dengan keberadaan makam yang diyakini sebagai Makam Syekh Burhanuddin). Sedangkan di Kuntu (berdasarkan inskripsi/tulisan yang terdapat diarel makam) masyarakat mengenal Syekh Burhanuddin dalam mengembangkan ajaran Islam selalu berpindah-pindah, mulai dari Batu Hampar Sumbar (560 s/d 570 H/1141 s/d 1151 M), Kumpulan Sumbar (570 s/d 575H/1151 s/d 1156 M), Ulakan Pariaman Sumbar (575 s/d 590 H/1156 s/d 1171 M), dan Kuntu sampai beliau wafat (590 s/d 610 H/1171 s/d 1191 M). dikutip dari buku Ketarbiyahan Jakarta. 1984.
Diperlukan banyak sumber agar eksistensi dan keberadaan Syekh Burhanuddin Kuntu ini dapat terungkap jelas, baik itu tempat bermukim, daerah penyebaran dakwah, maupun tahun dan tempat wafatnya. Atau bisa dimungkinkan juga terdapat dua tokoh dengan nama yang sama? Berikut adalah deskripsi historis situs yang dirangkum dari beberapa buku sumber, tulisan, makalah penelitian serta skripsi yang berhubungan dengan ketokohan Syekh Burhanuddin.
Syekh Burhanuddin merupakan seorang penyebar agama Islam yang masuk lewat pesisir timur Pulau Sumatera melalui daerah-daerah aliran sungai dari selat Melaka. Menurut Mahmud Yunus (1983) yang mengemukakan bahwa “Pembawa Islam pertama ke Minangkabau ialah Burhanuddin Al- Kamil yang dikuburkan di Kuntu, bertanggal 610 H/1214 M. Ia datang bersama Abdullah Arif dari tanah Arab ke Aceh. Abdullah sendiri tinggal di Aceh, sedangkan Burhanuddin langsung ke Minangkabau. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang sampai sekarang lestari dalam ingatan masyarakat Kuntu dengan nama Syekh Burhanuddin, sebagai penyebar Islam di wilayah ini”.
Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh M.O. Parlindungan. Ia menyebutkan bahwa “ada seorang panglima yang bernama Burhanuddin Al-Kamil wafat dan dimakamkan di kampung Kuntu, di tepi sungai Kampar pada tahun 610 H (1214 M.).”
Sedangkan masuknya Syekh Burhanuddin ke wilayah Kuntu diperkirakan sekitar pertengahan Abad XIII, berdasarkan sumber buku Dep. P&K. Sejarah Daerah Riau yang meyebutkan bahwa: “Pada pertengahan abad ke XIII M, dinasti Abbasiyah mengalami keruntuhan dan pusat kegiatan Islam berpindah ke Mesir di tangan raja-raja Mameluk. Pada zaman keemasan dinasti Mameluk inilah pedagang dari daerah Mesir, Maroko, Persia dan lain-lain kembali berhubungan dengan daerah Riau, khususnya Kuntu/Kampar, sebagai pusat penghasil lada/rempah-rempah. Mereka inilah yang membawa Islam masuk untuk kedua kalinya.”
Diperkirakan pada masa inilah Syekh Burhanuddin masuk dan menyebarkan Islam di daerah Kampar. Dalam perkembangannya Syekh Burhanuddin menjadikan daerah Kuntu di Kampar Kiri sebagai basis serta pusat pengembangan ajaran agama Islam. Pada saat ia datang ke Kuntu masyarakat sebahagian besar masih menganut agama Hindu-Budha. Dengan metode pendekatan yang menarik secara berangsur-angsur masyarakat kemudian menjadi tertarik untuk memeluk agama baru ini.
Dalam riwayat yang terdapat dalam Naskah Muballighul Islam (MI), Riwayat Tiga Orang Mubalig Islam yang mengembangkan Agama Islam di Aceh dan Minangkabau, karya Imam Maulana Abdul Manaf yang ditulis tahun 1930, yang mana beliau menyalin sebuah buku tua yang ia temukan di Surau Tuanku Paseban. Dalam naskah ini disebutkan tentang pendekatan yang dilakukan oleh Syekh Burhanuddin lewat cara “perjamuan makan” sehingga masyarakat menjadi tertarik. Melalui cara inilah secara berangsur-angsur Syekh Burhanuddin memberi pengajaran tentang Agama Islam, sehingga akhirnya dapat diterima oleh penduduk setempat.
Dalam skripsi Darusman. Syekh Burhanuddin dan Pengembangan Islam di Kuntu Kampar Kiri Abad XIII. Jurusan SKI, Fakultas Adab IAIN IB. Padang. 1994 yang didasarkan atas memori kolektif yang diwarisi oleh masyarakat Kuntu secara turun temurun, dikemukan bahwa Syekh Burhanuddin dalam mengembangkan agama Islam sering mengunjungi pemuka-pemuka masyarakat.
Selain itu, bersumber dari makalah hasil penelitian Drs. Irhash A. Samad, M. Hum. Sejarah Perkembangan Agama Islam di Sumatera Barat I. Diketahui bahwa Syekh Burhanuddin memiliki keperibadian yang mulia, suka menghargai orang lain tanpa pandang bulu, baik yang kaya maupun miskin, tua maupun muda. Sikap dan kepribadian ini menjadi kekuatan tersendiri untuk membuat masyarakat menerima apa yang diajarkannya.
Sekarang timbul pertanyaan, apakah tokoh Syekh Burhanuddin Kuntu sama dengan Syekh Burhanuddin di Pariaman? Karena di Pariaman kita mengenal juga seorang tokoh penyebar agama Islam yang bernama Syekh Burhanuddin. Berdasarkan sumber tertulis yang berbeda, menerangkan tentang tokoh ini. Syekh Burhanuddin Kuntu, berdasarkan dari naskah Mubalighul Islam. Sedangkan Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman bersumber dari Naskah Ulakan.
Berdasarkan makalah hasil penelitian Drs. Irhash A. Samad, M. Hum. Sejarah Perkembangan Agama Islam di Sumatera Barat I. hal 14. Menyebutkan bahwa dalam naskah MI juga dikemukakan tentang upaya pengislaman pembesar kerajaan Pagaruyung yang dilakukan oleh Syekh Burhanuddin, seorang ulama Arab yang bermukim dan mengembangkan Islam di Kuntu Kampar (Minangkabau Timur). Ia datang mengunjungi kerajaan Pagaruyung dalam rangka meluaskan da’wah Islam dan mengajak raja bersama keluarga kerajaan untuk masuk Islam, termasuk Basa Ampek Balai. Peristiwa ini terjadi beberapa abad sebelum kedatangan rombongan Syekh Burhanuddin Ulakan ke Pagaruyung, tepatnya pada tahun 610 H/1214 M.
Berdasarkan hipotesa di atas dapat disimpulkan bahwa Syekh Burhanuddin Kuntu lebih dahulu beberapa abad dari Syekh Burhanuddin Ulakan, dalam mengunjungi Kerajaan Pagaruyung untuk mengislamkan dan memperluas da’wah khususnya di Minangkabau. Jadi dimungkinkan ada dua tokoh yang memiliki kesamaan nama.
Dibutuhkan penelitian dan kajian mendalam dalam hal ini agar data-data sejarah yang ada dapat lebih valid dan konkret sehingga nantinya jaringan penyebaran agama Islam di Minangkabau pada umumnya dapat terungkap.
Pada tahun 1982, makam ini dipugar dan dibuatkan cungkup pelindungnya oleh Bidang Musjarah Kanwil Depdikbud Provinsi Riau.
Secara umum Makam Syekh Burhanuddin berada dalam kompleks areal pemakaman penduduk. Orientasi arah hadap makam adalah Utara-Selatan. Makam berada dalam areal pemakaman seluas 60 m x 60 m. Makam Syekh Burhanuddin sendiri berada dalam cungkup yang terbuat dari semen dan lantai keramik seluas 6,33 m x 7,82 m. bangunan makam (jirat) memiliki panjang 3,78 m x 1,95 m. Jirat makam ini sendiri sudah dilapisi keramik warna biru.
Nisan makam terdiri dari 2 (dua) buah batang kayu (berbentuk bulat) yang sudah membatu/memfosil. Menurut juru pelihara situs yakni Bapak Sukarno, kayu yang sudah membatu tersebut berjenis dari kayu sungkai. Ukuran nisan bagian utara adalah tinggi 1,25 m dan bagian selatan 55 cm. Sedangkan ketebalan (lebar) nisan ini keduanya relatif sama yakni sekitar 45 cm.
Pada sisi timur bangunan cungkup terdapat terdapat sebuah makam yang diyakini masyarakat sebagai makam istri Syekh Burhanuddin.