Secara georafis, Surau Nagari Lubukbauk terletak di Jorong Lubukbauk, Nagari Batipuhbaruh, Kecamatan Batipuh, Tanahdatar. Surau nagari tersebut masih terlihat asri dengan bangunan kayu surian dengan arsitek lama. Seperti apa kondisi surau yang dianggap sebagai surau tertua di Tanahdatar itu?
Wali Nagari Batipuhbaruh Mardalis Dt. Itam di dampingi Wali Jorong Lubukbauk Katik Simarajo menceritakan, dulunya surau ini dibangun oleh para ninik mamak yang berasal dari tanah wakaf Datuk Bandaro Panjang, dari suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku, sekitar tahun 1896. Diperkirakan selesai tahun 1901. Jika dihitung dari sekarang berarti Surau Nagari Lubukbauk tersebut sudah berumur 117 tahun.
Bahkan bangunan tersebut mencerminkan adat Koto Piliang yang dilihat dari susunan dengan bangunan menara yang melambangkan falsafah hidup masyarakat Minang. Diyakini dulunya organisasi Muhammdiyah sebelum berkembang di Kauman, Padangpanjang, lebih dulu berkembang di Lubukbauk.
Uniknya, semua bangunan surau terbuat dari kayu surian dengan luas 154 meter persegi dan tinggi bangunan sampai ke puncak sekitar 13 meter. Bangunan terdiri dari tiga lantai dan satu lantai berfungsi sebagai kubah/menara yang terletak di atas atap gonjong berbentuk segi delapan.
Di atas pintu (ambang pintu) terdapat tulisan arab Bismillahirrahmanirrahim yang dibuat dengan teknik ukir dan di belakangnya ditutup dengan bilah papan. Di depan pintu terdapat tempat mengambil air wudhu.
Dt Itam menceritakan informasi itu diperolehnya dari cerita orang tua dulu dan juga telah dirangkum oleh penulis lain yang telah mendiskripsikan keberadaan surau nagari tersebut melalui penelitiannya. Ruang utama ini ditopang oleh 30 tiang kayu penyangga yang bertumpu di atas umpak batu sungai.
Tiang-tiang tersebut berbentuk segi delapan dan tiang bagian tengah diberi ukiran di sebelah atas serta bagian bawahnya. Dinding dan lantai terbuat dari bilah papan, dan pada sisi utara, selatan, dan timur terdapat jendela yang diberi penutup. Di bagian luarnya terdapat ukir-ukiran berpola tanaman sulur-suluran. Ukiran diletakkan di bagian atas lengkungan-lengkungan yang menutupi kolong bangunan.
Di salah satu bidang hias, di setiap serambi terdapat dua ukiran bundar yang bagian tengahnya disamar oleh tumbuh-umbuhan dan ukuran tersebut. Menurut keterangan masyarakat, empat serambi melambangkan “Jurai nan Ampek Suku”, agama, dan lambang dan empat tokoh pemerintahan (Basa Empat Balai) Kerajaan Pagaruyung.
Dalam perkembangan Surau Lubukbauk tersebut termasuk salah satu benda peninggalan sejarah dan sebagai bukti pada tahun 1984 lalu sudah dilakukan studi kelayakan oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat. Bahkan juga sudah dilaksanakan pemugaran Surau Lubukbauk oleh pemerintah daerah.
“Namun tentu kita juga harapkan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat untuk terus memperhatikan kondisi surau tersebut. Sehingga kelestarian surau ini bisa terus terpelihara seperti kemungkinan atap bocor dan lain sebagainya,” katanya.
Di samping melakukan musyawarah/rapat bagi masyarakat setempat. Bahkan dijadikan sebagai objek wisata budaya dan juga tempat shoting film tenggelam Kapal Van der Wijck. (*)