Oleh: Dodi Chandra, S.Hum
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat
Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau
Menhir atau “Batu Tagak” memang cukup banyak kita temukan di Lima Puluh Kota. Bahkan salah satu nagari di Kecamatan Bukit Barisan yakni Maek diistilahkan Nagari Seribu Menhir. Julukan Seribu Menhir dirasa tidak salah, karena memang tinggalan menhir sangat banyak kita temukan di Maek baik di pekarangan rumah, ladang, bukit dan sebagainya.
Berita ini berawal dari publikasi Ketua Pemuda Nagari Sungai Rimbang di akun faceebooknya pada awal bulan Maret . Kemudian ditanggapi oleh pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan melakukan survei ptg tgl 30 Maret 2017. Setelah itu, Kasi Cagar Budaya Dinas Pendidikan Kebudayaan Lima Puluh Kota menginformasikan kepada BPCB Sumatera Barat, dan kemudian pada bulan November tim teknis dari Pokja Penyelamatan, Pengamanan dan Zonasi yang terdiri dari 1. Emi Rosman, SH, 2. Zulfian. A, SE, 3. Elizanora, 4. Dodi Chandra, S.Hum Ril Afrizal selaku Juru Pelihara Situs Batu Talempong melakukan penjajakan untuk menelusuri informasi temuam menhir tersebut.
Survei penyelamatan dilakukan pada hari Rabu, 1 November 2017 yang didukung penuh oleh Pihak Nagari Sungai Rimbang (Wali Jorong Tanah Longiah); Meggy Detra: (Ketua Pemuda Nagari Sungai Rimbang); Darmis: (Ketua Bamus Nagari Sungai Rimbang);/ Andrian, AP (dari Polsek Suliki) serta masyarakat lokal. Antusias masyarakat ini dirasa wajar mengingat ini yang kedua kalinya pihak dari Instansi Kebudayaan yang melihat tinggalan sejarah yang ada di kampungnya.
Dari hasil survei, memang di lokasi yang berbentuk bukit kecil tersebut terdapat tinggalan dari Zamam Megalitik (Pra-Sejarah) yang dalam istilahkan dengan sebutan Menhir. Menhir adalah satu tinggalan megalitik yang cukup banyak sebarannya di wilayah Indonesia. Menhir diwujudkan dalam bentuk bongkahan batu, baik dikerjakan maupun tidak dengan perbandingan bentuk bagian tinggi lebih banyak dibandingkan dengan bagian lebar maupun tebalnya. Menhir dibuat sebagai media penghormatan terhadap leluhur/arwah nenek moyang yang nantinya diharapkan dapat memberikan kesuburan dan keselamatan bagi yang ditinggalkan.
Menhir di Lima Puluh Kota dalam beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa menhir-menhir yang ada di Lima Puluh Kota memiliki 2 fungsi yaitu tanda kubur, dan sarana pemujaan. Menhir berlokasi di Jorong Tanah Longiah, Nagari Sungai Rimbang, Kecamatan Suliki, Kab. Lima Puluh Kota. Menhir berada di tanah Bapak Isep (Kaum Dt. Marajo) dari pesukuan Mandahiling. Menhir yang ditemukan di Sungai Rimbang dapat memberikan data baru dalam kebudayaan khususnya tinggalan megalitik di Lima Puluh Kota. Menhir yang berada disekitar lokasi berjumlah 5 menhir, 2 menhir dalam posisi tegak/berdiri dan 3 menhir dalam posisi rebah.
Menhir yang “spektakuler” adalah salah satu menhir yang masih tegak dengan tinggi mencapai 4.8 m dari permukaan tanah, lebar 70-90 cm, dan tebal 70-80 cm. Arah hadap menhir terlihat menghadap ke arah utara (Gunung Sago). Kemudian menhir lainnya memiliki ukuran panjang 150 cm- 180 cm, lebar 45-67 cm, dan tebal 30-50 cm.
Dari hasil observasi lapangan, dugaan sementara menhir tersebut bagian dari tanda kubur masa Prasejarah. Selain itu, menhir yang ada di Jorong Tanah Longiah, Nagari Sungai Rimbang untuk saat ini merupakan “menhir tertinggi” di Lima Puluh Kota. Sebab, beberapa Situs Megalitik di Lima Puluh Kota belum didapatkan menhir dalam posisi tegak/berdiri yang tingginya lebih dari 4 meter . Karena data yang ada di BPCB saat ini, untuk menhir tegak/berdiri tinggnya masih di bawah ketinggian 4 meter. Menhir yang berada di lokasi ini berupa menhir polos tanpa hiasan. (Dodi Chandra)
Namun, ini baru sebatas dugaan sementara, untuk itu menindaklanjuti dari hasil survei ini perlu mendalami hal tersebut, perlu kajian mendalam khususnya Ekskavasi guna untuk mencari fungsi dari menhir apakah terkait dengan tanda kubur dan/atau sarana pemujaan. Kemudian, upaya pengamanan dilakukan setelah adanya kajian mendalam, justifikasi objek barulah kemudian dilakulan upaya pengamanan seperti pemberian papan nama dan papan larangan, pemaga
Pada umumnya pendirian bangunan-banguan megalitik selalu berdasarkan pada kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Keberadaan tinggalan megalitik di Sumatera Barat yang cukup banyak khususnya di Lima Puluh Kota, tentunya bukan sebuah kebetulan belaka, melainkan menggambarkan perjalanan budaya masyarakat pada masa lalu. Perkembangan budaya megalitik di wilayah ini tentunya didukung oleh kondisi lingkungan alamny yang menyediakan bahan untuk pembuatan bangunan megalitik, serta kepercayaan yang berkaitan dengan roh leluhur, dan kehidupan sosial masyarakatnya yang sejahtera.
Menhir-menhir di Lima Puluh Kota memang sedikit berbeda dengan tinggalan menhir di wilayah lainnya seperti di Jawa Barat, Lampung, Jambi dan lainnya. Secara fisik tinggalan budaya megalitik maupum tradisi megalitik pada masing-masing daerah tersebut berbeda, namun secara konsep yang melingkupinya terdapat kesamaan, antara lain kesamaan konsep religi dan sosial.