Penemuan Batu Bergores di Situs Megalit Bukit Tinjauan, Lima Puluh Kota
Oleh: Dodi Chandra Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau
Megalitik berasal dari kata Megalithikum (mega: besar ; lithos : batu). Megalitik merupakan masa dimana masyarakat melakukan pembuatan bangunan-bangunan dari batu besar yang selalu didasarkan pada kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa dari seorang kerabat yang telah mati diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Bangunan tersebut kemudian menjadi medium penghormatan, tempat singgah, dan sekaligus menjadi lambang si mati.
Megalitik muncul setelah masa bercocok tanam ketika manusia pra-sejarah sudah hidup menetap dan mulai melakukan upacara. Upacara untuk mendapatkan kesejahteraan hidup, keberhasilan dalam panen, dan upacara penguburan. Kegiatan upacara ini mendorong pendirian bangunan sebagai tanda atau lambang. Tradisi Megalitik dapat kita jumpai diberbagai daerah di Indonesia karena tradisi ini meninggalkan banyak sisa-sisa bangunannya.
Lima Puluh Kota menyimpan banyak tinggalan budaya megalitik. Dari hasil kajian terdahulu dikumpulkan selama ini didapatkan bahwa tinggalan megalitik di Lima Puluh Kota yang dominan dengan menhir ditafsirkan sebagai tanda kubur pra-Islam yang berasal dari 3000-an SM, tempat pemujaan arwah leluhur, legimitimasi kekuasaan. Salah satu kecamatan di Lima Puluh Kota yang menyimpan tinggalan megalitik adalah Kecamatan Guguk, khususnya Belubus.
Temuan Batu Bergores berawal dari survei yang dilakukan oleh BPCB Sumatera Barat dalam rangka pemutakhiran Data Cagar Budaya di Kecamatan Guguk, Kabupaten Lima Puluh Kota (Minggu, 23 Juli 2017). Tim terdiri dari Dodi Chandra, Wilyanif, Ril Afrilzal (Jupel Situs Batu Talempong), dan Iswandi Dt.Mogo (Jupel Menhir Belubus). Survei dilakukan di sebuah bukit berbatu dan ditumbuhi ilalang yang bagi masyarakat setempat dinamakan dengan Bukit Tinjauan. Tinjauan berarti dapat meninjau atau melihat daerah di bawahnya dengan jelas.
Secara administratif Situs Megalit Bukit Tinjauan berada di Jorong Belubus, Nagari Sungai Talang, Kecamatan Guguk. Sementara itu secara astronomis situs ini terletak pada garis S 0˚ 10’ 47.9” E 100˚ 33’ 29.0”. Jika dilihat dari ibukota kabupaten (Kota Sarilamak), situs ini berjarak lebih kurang lebih 17 km. Secara geografis, Situs Megalit Bukit Tinjauan terletak di dalam bentang alam dataran tinggi dengan elevasi setingggi 556 m di atas permukaan laut. Situs ini berada di lereng Bukit Tinjauan yang dikelilingi oleh ilalang. Akses menuju ke lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Lokasi tersebut tidak jauh dari Situs Menhir Belubus dan Situs Menhir Subarang. Perjalanan ke lokasi dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 400 m melalui jalan setapak, kemudian mendaki bukit sejauh 100 m dari jalan setapak. Keletakan Bukit Tinjauan berdampingan dengan Bukit Batu Manda dan Bukit Parasi.
Batu bergores ditemukan tidak sengaja, disaat tim teknis BPCB Sumatera Barat melakukan observasi lapangan di sekitar batu lumpang yang memang sudah disurvei dan didata tahun 2007 yang lalu dengan nomor inventaris 28/BCB-TB-A/10/2007. Batu lumpang tersebut merupakan batuan monolit dengan ukuran panjang 1,8 m, lebar 1,1 m yang dipahat sehingga membentuk lubang seperti yang sering kita temuan pada lumpang atau lesung batu, juga sekitar 4 dakon yang masih dalam satu konteks. Kemungkinan besar dahulunya, tempat ini berfungsi sebagai tempat yang sakral bagi masyarakat sekitar sebagai tempat upacara yang berkaitan dengan aktifitas bercocok tanam yang memang sudah berkembang pada zaman Megalitik.
Dengan temuan tersebut, kemudian survei dilanjutkan dengan mengamati batu monolit lainnya yang berada di sekitar lokasi. Observasi dilanjutkan di sisi timurlaut dari batu lumpang. Terlihat batu monolit (batu andesit) dengan panjang sekitar 4 m dan lebar sekitar 2,5 m. Pada permukaan batu tersebut, terdapat lubang dakon sekitar 11 lubang pada sisi atas dan sisi bawahnya terdapat goresan yang membentuk simbol yang sebelumnya belum pernah ditemukan pada situs megalitik yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Goresan tersebut membentuk simbol seperti tanda (+) dengan membentuk gari vertikal dan horizontal yang saling berhubungan, bentuk “manusia” yang terlihat berlanjut hingga ke bagian bawah batu.
Berdasarkan penuturan dari Bapak Isawandi (Jupel Menhir Belubus) lokasi tersebut hingga tahun 1980-an masih dipakai sebagai tempat untuk melakukan upacara sebelum turun ke sawah dan setelah panen. Hal ini dirasa wajar, mengingat lumpang batu merupakan salah satu tinggalan budaya megalitik yang dikaitkan dengan pertanian. Di lembah Bukit Tinjauan tersebut, memang terhampar persawahan yang dimungkinkan telah ada bersamaan dengan pembuatan lumpang, dakon tersebut.
Bapak Drs. Nurmatias (Kepala BPCB Sumatera Barat) menanggapi positif soal temuan batu bergores ini. “Dengan adanya temuan ini kita mengevaluasi ulang sejarah kuno Minangkabau, karena ada gagasan berupa pahatan/goresan simbol yang berkaitan dengan pertanian di sekitar Situs Bukit Tinjauan, Belubus, Nagari Sungai Talang, Kecamatan Guguk, Kabupaten Lima Puluh Kota. Perlu adanya kajian mendalam terhadap situs ini untuk dapat mengungkap tinggalan megalitik yang ada di Lima Puluh Kota”. Perlu dilakukan survei ke sekitar Bukit Tinjauan hingga ke puncak bukit. Aspek lingkungan merupakan salah unsur penting dalam pembentukan suatu budaya masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengetahui kehidupan manusia pra-sejarah tidak terlepas dari bentang alam dimana manusia melangsungkan kehidupannya. Survei dan kajian perlu dilakukan mengingat keletakan dan temuan yang berada di lereng bukit yang mengidikasikan bahwa Bukit Tinjauan tersebut dahulunya dipakai sebagai lokasi upacara/ritual yang berhubungan dengan kepercayaan kepada arwah leluhur dalam hal pertanian.
Batu lumpang dan batu dakon yang ada di Bukit Tinjauan kemungkinan besar berkaitan dengan upacara pertanian. Lumpang tempat meletakkan bibit padi sebelum menanam dan saat panen dalam rangka meminta izin kepada arwah leluhur dan rasa terima kasih setelah panen. Mengenai simbol tanda (+) yang ada di Bukit Tinjauan tersebut, Peneliti Balai Arkeologi Sumut ini memberikan penjelasan bahwa ada kemungkinan simbol tersebut merupakan penolak bala dari hal-hal yang dapat menganggu lahan pertanian. Dengan temuan ini, perlu kajian dan penelitian yang komprehensif terhadap tinggalan megalitik agar dapat memberikan manfaat pada masyarakat.