Kutai lama merupakan pusat Kerajaan Kutai Kertanegara selama empat abad lebih, yakni terhitung 1300-1732 (Chamim dkk, 2017: 117). Kerajaan Kutai Kertanegara adalah Kerajaan yang berdiri pada sekitar abad ke-14 di Kutai Lama. Kerajaan ini awalnya berpusat di Kutai Lama lalu ke Jembayan, dan terakhir di Tenggarong sampai sekarang ini. Kerajaan Kutai Kertanegara ini berdiri di Muara Sungai Mahakam, Anggana, berbeda dengan Kerajaan Martadipura yang berpusat di Muara Kaman (Ahyat, 2013: 10-11). Kerajaan Kutai Kertanegara bercorak Hindu lalu menjadi bercorak Islam menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura di pedalaman arah ke hulu Mahakam yang bercorak Hindu pada tahun 1605. Setelah penaklukan tersebut, Kerajaan Kutai Kertanegara berubah nama menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura ((Coomans, 1987), (Ahyat, 2013), (Chamim dkk, 2017),(Magenda, 1989)).
Kutai Lama merupakan tonggak awal berdirinya kerajaan Kutai Kertanegara sebagaimana disebutkan di atas. Selama empat abad, Kerajaan Kutai berpusat di Kutai Lama. Seperti yang dituliskan oleh laporan reportase jurnalistik Ekpedisi Kudungga oleh tim Tempo Institute, bahwa belum banyak informasi ataupun fakta arkeologis yang bisa didapatkan dari kunjungan ke Kutai Lama. Hanya berbagai sumber terbatas yang pernah dituliskan beberapa peneliti tentang Kutai dan Kalimantan, itupun masih dinilai minim untuk menggambarkan dan memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan selama empat abad Kerajaan Kutai Kertanegara di wilayah muara sungai Mahakam di Kecamatan Anggana sekarang ini.
Dari berbagai sumber, disebutkan bahwa Kerajaan Kutai Kertanegara didirikan oleh Batara Agung Dewa Sakti pada sekitar Abad ke-14. Dalam perjalananya, beberapa generasi Raja memerintah, hanya Raja VI dan VII yang dapat kita temukan makamnya di Kutai Lama, yakni Raja Mahkota Islam (era pemerintahan 1525 – 1600) dan Raja Aji Dilanggar (era pemerintahan 1600-1605). Di masa Raja Mahkota Islam inilah yang bernama asli Aji Raja Mahkota Mulia Alam, agama Islam resmi diterima oleh kerajaan melalui seorang penyiar Islam dari Minangkabau dan Makassar yakni Tunggang Parangan dan juga Datuk Ribandang (Chamim dkk, 2017:120-126).
Tunggang Parangan sendiri memiliki nama diri Habib Hasim bin Musaiyah. Habib Hasim bin Musaiyah (Ulama Tunggang Parangan) ini dinilai berasal dari Hadramaut, Yaman, tempat dimana banyak keturunan Nabi Muhammad berasal lalu menyebar ke seluruh Nusantara untuk menyiarkan Islam. Selanjutnya, sepeninggal raja Mahkota Islam, Raja Aji Dilanggar (Aji Paduka Purba Wisena) melanjutkan upaya penyebaran Islam bersama Ulama Tunggang Parangan ini di Tanah Kutai. Hal tersebut pulalah yang menandai hadirnya makam Tunggang Parangan tidak jauh dari situs Makam Raja Aji Dilanggar dan Aji Mahkota Islam di situs Kutai Lama (Chamim dkk, 2017:123, 120-126; Ahyat, 2013: 19-20).
Setelah penyebaran Islam melalui pengakuan Islam sebagai agama kerajaan, penyebaran Islam semakin cepat di Kutai. Dalam perkembangan Kerajaan ini, menyusul penaklukan yang dilakukan ke Kerajaan Kutai Martadipura pada abad 1605 oleh pengganti Raja Aji Dilanggar bernama Aji Kiji Pati Jayaprana dengan gelar Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa (Sinum Panji Mendapa Ing Martapura). Raja Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa (1605-1635) ini pun mengislamkan Kutai Martapura di awal abad ke-17 dibantu dengan Datu Ribandang dari Makassar (Ahyat, 2013: 20-21, Chamim dkk, 2017: 124, 128). Sejak penaklukan Kerajaan Kutai Martadipura (dikenal pula dengan nama Kerajaan Kutai Mulawarman) yang bepusat di Muara Kaman itulah Kerajaan Kutai Kertanegara berganti nama menjadi Kutai Kertanegara Ing Martadipura sampai berpindah ke Pemarangan (sekarang Desa Jembayan) pada 1732 lalu ke Tenggarong pada 1782 sampai sekarang ini (Ahyat, 2013: 18; Chamim dkk, 2017: 38).
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kutai lama menjadi pusat Kerajaan Kutai Kertanegara selama sekitar empat abad, sementara di Pemarangan, jembayan selama setengah abad, dan di Tenggarong sudah berusia dua abad lebih hingga sekarang ini. Sementara itu, nama Kutai Kertanegara Ing Martadipura sejak di Kutai Lama pada tahun 1605 hingga Pemarangan lalu ke Tenggarong tahun 2018 ini telah berusia 413 tahun atau empat abad lebih. Dengan perincian, di Kutai Lama sendiri dari 1605 – 1732 nama Kutai Kertanegara Ing Martadipura digunakan selama 127 tahun atau sekita lebih dari satu abad sebelum pusat Kerajaan dipindahkan ke Pemarangan oleh Raja Aji Imbut bergelar Sultan Muhammad Muslihuddin yang memerintah pada 1779-1815 (Ahyat, 2013: 18, Chamim dkk, 2017: 124).