Secara administratif bangunan SDN 14 Tamar ini berada di Jalan Tamar, Kelurahan Mariana, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.
Bangunan SDN 14 Tamar merupakan bangunan panggung dengan tiang terbuat dari kayu belian, berdenah persegi panjang bercirikan arsitektur tradisional Melayu. Bangunan ini memiliki lima tangga masuk, empat tangga masuk terdapat dibagian depan dan satu tangga masuk dibagian belakang. Dua tangga masuk dibagian depan memiliki atap bertingkat yang menyatu dengan atap utama bangunan. Lantai bangunan berbahan kayu belian berwarna coklat tua dan atapnya merupakan sirap berbahan kayu berbentuk pelana bertingkat dua yang dipisahkan oleh dinding dengan jendela-jendela yang berfungsi sebagai lubang angin. Pada bagian luar bangunan terdapat selasar berpagar kayu dengan tinggi 0,5 m yang mengelilingi bangunan dengan atap terpisah dari atap utama.
Sekolah ini memiliki tujuh ruangan kelas yang dipisahkan oleh dinding kayu. Masing-masing kelas memiliki dua jendela yang terdapat dibagian depan, serta dua pintu yang terdapat dibagian depan dan belakang. Jendela yang terdapat pada ruangan ini memiliki daun jendela ganda dan berkusen kayu. Daun jendela bagian luar berupa daun jendela kayu yang terbuat dari bilah kayu yang disusun sirih. Sedangkan daun jendela bagian dalam berbahan kayu dan kaca memiliki tinggi setengah dari kusen jendela. Sama dengan jendela ruangan, pintunya juga ganda berbahan kayu dan kaca. Pintu bagian luar berbahan kayu dan terdapat lubang angin yang terbuat dari bilah kayu yang disusun sirih, sedangkan pintu bagian dalam berbahan kayu dan kaca berukuran dua pertiga dari kusen pintu. Terdapat jendela berdaun tunggal berbahan kaca yang terletak diatas masing-masing jendela dan pintu.
Menurut sejarahnya, bangunan ini dulunya adalah Hollandsch Inlandsche School (HIS), sebutan SD pada masa Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mendirikan HIS dengan tujuan untuk mengadakan pendidikan volkschool. Awalnya, sekolah tersebut hanya diperuntukan bagi anak-anak orang Belanda saja. Pada tahun 1928, Pemerintah Hindia Belanda memperbolehkan orang pribumi untuk bersekolah di HIS tersebut, walaupun masih sebatas memperbolehkan anak-anak petinggi dan pejabat saja. Baru pada tahun 1950 usai Indonesia mengalami kemerdekaan, masyarakat pribumi dari semua kalangan diperbolehkan dan memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya dalam mengenyam pendidikan di sekolah ini.