Samarinda II dalam Penjajahan

0
5149

SAMARINDA II DALAM PENJAJAHAN

Oleh: Yoseph

Disalin dari Buletin Kundungga, Vol.3, BPCB Samarinda, 2014

Abstrak

Yoseph, 2014, Samarinda II dalam Penjajahan. Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman Penulis yang saat ini bekerja di Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kutai Barat. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi tentang penjajahan Belanda yangterjadi di Kabupaten Kutai Barat dan diawali tahun 1936. Dengan terdapatnya beberapa situs peninggalan Belanda dan beberapa bukti yang ada di Kabupaten Kutai Barat, Penulis bermaksud mengangkat sejarah ini agar masyarakat tahu bahwa di Kabupaten Kutai Barat ada beberapa peninggalan Belanda yang perlu dilestarikan dan dirawat.

  1. PENDAHULUAN

Kabupaten Kutai Barat merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi cagar budaya dan tersebar hampir diseluruh wilayahnya. Potensi cagar budaya yang berada di Kabupaten Kutai Barat bermacam-macam bentuknya antara lain seperti peninggalan sejarah perang dunia II, mitos atau cerita rakyat yang masih dipertahankan oleh masyarakat Kutai Barat khususnya masyarakat Dayak.

Adapun peninggalan sejarah seperti bekas perang dunia II masih dapat kita lihat di sekitar wilayah kota Kabupaten Kutai Barat. Antara lain seperti Gudang bekas peluru, stelling/fillbox, sumur peninggalan Belanda, Kolam permandian putri Belanda, dan gedung-gedung bekas kantor Belanda yang sekarang telah beralih fungsi namun tidak meninggalkan keasliannya.

Cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan  berupa Benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan /atau di air yang perlu dilestarikan keberadannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,pendidikan, agama,dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. (UU No. `11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1).

Sebagian cagar budaya yang ada di Kabupaten Kutai Barat masih terpelihara dengan baik, walaupun ada sebagian cagar budaya yang rusak oleh alam dan manusia.Karena sebagian cagar budaya masuk dalam wilayah/ tanah milik masyarakat, jadi masyarakat yang tidak terlalu peduli merusaknya dan menjadikan bekas bangunan tersebut untuk lahan pertanian dan adapula yang membiarkan begitu saja dan rusak oleh faktor alam.

  1. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Maksud  dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran dan pemahaman kepada semua pihak yang terkait jika di Kabupaten Kutai Barat masih memiliki beberapa peninggalan sejarah dan patut dilindungi.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah memperkenalkan kepada masyarakat secara umum bahwa di Kabupaten Kutai Barat masih terdapat peninggalan sejarah zaman penjajahan Belanda.

  1. HASIL DAN ANALISIS

Belanda masuk di Samarinda pada tahun 1936 dan bergerak ke arah hilir sungai Mahakam dan membangun benteng serta bangunan yang dulu disebut Samarinda II. Sisa hasil pembangunan masih dapat terlihat di wilayah Kabupaten Kutai Barat antara lain di Kampung Gemuhan Asa, Sendawar, dan Bohoq. Masih terdapat beberapa bekas bangunan yang berdiri utuh dan beberapa tidak terawat.

Tulisan ini diambil dari pengalaman sejarah ayah Penulis yang pernah bekerja ketika Belanda masuk di Samarinda tahun 1936.

Samarinda II adalah nama sebuah tempat atau daerah dipinggir sungai Mahakam yang disebut dengan kewedanan Sendawar yang meliputi ex. Kecamatan Kutai Kertanegarayaitu Muara Pahu, Penyinggahan, Bentian Besar, Muara Lawa, Damai, Melak, Barong Tongkok, Linggang Bigung, Tering, Long Iram, Long Bagun, Long Pahangai, Long Hubung, dan Long Apari. Belanda menginjakan kakinya tahun 1936 dengan membuka lokasi antara Melak dan Barong Tongkok melalui pelabuhan Sendawar(bekas Kerajaan Tulur Jejangkat).

Kegiatan Belanda di Samarinda II meliputi pembangunan dermaga di pelabuhan Sendawar, pembangunan badan jalan menuju jalan poros melalui Kampung Sendawar, pembangunan pangkalan militer, pembangunan rumah sakit, asrama serdadu, gudang amunisi, gardu listrik, instalasi air, bangunan meriam, lapangan pesawat tempur dan rumah bawah tanah.

Serdadu Belanda berkekuatan ±100 orang, 50 orang diantaranya Belanda asli, selebihnya adalah putra Bangsa Indonesia. Pemimpinnya berpangkat mayor dan tidak diketahui namanya. Pekerja Indonesia digaji rata-rata 10 sen(1 Ketip) uang pada jaman itu.

Berdasarkan situasi dan kondisi serta fakta bahwa Kekuatan Belanda di Jawa sudah lemah, selain dikalahkan serdadu Jepang, Belanda juga kalah dalam pertempuran melawan tentara Inggris, sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada serdadu Inggris.

Untuk mempertahankan kedudukannya di Indonesia, Belanda mencari daerah baru yang relative lebih aman. Maka pimpinan sipil Belanda Van Hiden Burg memilih pedalaman Kalimantan Timur menyusuri mudik sungai mahakam. Karena situasi dan kondisi Kota Balikpapan dan Samarindapun tidak aman karena telah dikuasai serdadu Jepang. Untuk mengelabuhi pasukan musuh, maka Belanda memberi nama daerah Sentawar menjadi “Samarinda II”.

  1. Sebab Pecah Perang Dunia di Samarinda II

Seminggu sekali pesawat tempur Belanda dari Samarinda II menyerang kedudukan Jepang di Balikpapan. Karena sering diserang Belanda, serdadu Jepang mengejar dengan pesawat pemburu namun tidak menembakinya.

Pemburu Jepang itu datang di Samarinda II kurang lebih 2 (dua) minggu kemudian, 2 (dua) pesawat Jepang datang patroli mau mendarat pada pangkalan udara Belanda di Melalan. Belanda segera menembakinya dan jatuh diujung pangkalan, namun 1(satu) pesawat lolos.

Tidak berapa lama datanglah serangan balasan pesawat tempur Jepang ± 50 pesawat membombardir pasukan Belanda dan merontokan pesawat Belanda.

Dengan serangan beruntun selama seminggu, pasukan Belanda hancur dan sebagian melarikan diri menuju Kalimantan Tengah. Sebelum sampai di Kalimantan Tengah, pasukan Belanda dikejar serdadu Jepang dan membunuh semua pasukan Belanda pada dini hari dekat perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.

  1. PEMBAHASAN ATAU DISKUSI

Dalam Perda DKI 9/1999 bangunan cagar budaya adalah benda / obyek bangunan /lingkungan yang dilindungi dan ditetapkan berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, kelangkaan, landmark/ tengaran dan nilai arsitekturnya.

UNESCO mendefinisikan kawasan bersejarah adalah sebagai berikut: “Group of buildings: group of separate or connected buildings, which because of their architecture, their homogeneity ar their place in landscape, are of outstanding universal value from the point of view of history, art or science” ( UNESCO dalam ‘Convention Concerning The Protection of the World Cultural and Natural Heritage’ 1987)

Menurut Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang  menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Benda Cagar Budaya adalah:

  1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
  2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Jadi peninggalan Belanda di Kabupaten Kutai Barat  merupakan Benda Cagar Budaya dan memiliki umur bangunan lebih dari 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai nilai sejarah.

Jika kita memperhatikan bangunan yang telah dibangun oleh penjajah Belanda, dapat kita lihat bahwa kemajuan adaptasi penjajah Belanda pada jaman tersebut sangat maju.Kita bisa lihat dari model bangunan serta kekuatan dari bangunan itu sendiri. Sampai sekarang kita bisa lihat bangunan tersebut dan mempunyai nilai sejarah yang sangat berharga dan patut dijaga.

  1. KESIMPULAN DAN SARAN
  2. Kesimpulan

Peninggalan Belanda di Kabupaten Kutai Barat merupakan benda cagar budaya yang memiliki umur bangunan lebih dari 50 (lima puluh) tahun dan merupakan salah satu peninggalan yang mempunyai nilai sejarah, karena melalui peninggalan Belanda tersebut dapat kita ambil kesimpulan jika dahulu Kabupaten Kutai Barat merupakan salah satu tempat atau daerah yang pernah dipergunakan oleh Belanda sebagai tempat pangkalan.

  1. Saran

Diharapkan agar semua pihak seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, dan masyarakat turut melestarikan semua benda cagar budaya yang telah diidentifikasi maupun yang belum. Selain itu perlu adanya kerjasama yang lebih intensif atau berkesinambungan antara Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda dan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, khususnya Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga untuk terus menjaga dan melestarikan serta meneliti beberapa benda cagar budaya yang belum dikelola dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Http://www.google.com/news/article/2014/08/08/arti_cagar budaya_menurut_ahli