PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA:   Studi kasus temuan bangkai Kapal Onrust di Muara Tewe, Provinsi Kalimantan Tengah

0
2359
Oleh:
Gunadi Kasnowihardjo
Disalin dari Buletin Kudungga, Vol.4, BPCB Samarinda, 2015
Abstrak
            Bangkai kapal Onrust salah satu tinggalan cagar budaya dari masa kolonial yang ditemukan di dasar Sungai Barito di kawasan Muara Tewe, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, tidak hanya sebagai bukti sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah. Tenggelamnya kapal Onrust di Muara Tewe akibat perlawanan rakyat Barito Utara saat membantu Pangeran Antasari yang dikejar tentara Belanda. Kapal Onrust merupakan bukti adanya persatuan dan kesatuan antara pasukan Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan pasukan dari Muara Tewe di bawah komando Temenggung Surapati. Bangkai kapal Onrust perlu dilestarikan karena cagar budaya tersebut selain sebagai saksi sejarah juga bukti akan adanya integrasi antara etnis Dayak dan etnis Banjar yang penting untuk difahami oleh anak-cucu generasi penerus bangsa.
Kata Kunci:  Bangkai kapal, kapal Onrust, pelestarian dan pemanfaatan, cagar budaya,
                      etnis Banjar, etnis Dayak.
 
 
I.       PENDAHULUAN
Program kerja penelitian arkeologi yang berupa kegiatan survey lokasi tenggelamnya Kapal Onrust tahun 2006 yang lalu oleh Balai Arkeologi Banjarmasin, pada awalnya dipicu oleh suatu “wacana” akan dipindahkannya bangkai kapal tersebut dari lokasi tenggelamnya yang berada di hulu Sungai Barito ke Banjarmasin. Pada saat itu, oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Kalimantan Selatan difahami bahwa tenggelamnya Kapal Onrust di hulu Sungai Barito tepatnya di Muara Tewe, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah terkait dengan Perang Banjar, maka perlu dimiliki oleh orang Banjar (dalam hal ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan). Hal ini seperti kasus dipindahkannya kubur Pangeran Antasari dari Muara Teweh ke Banjarmasin.
          Memperhatikan wacana tersebut di atas, maka penulis yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Balai Arkeologi Banjarmasin mencoba untuk meluruskan wacana tersebut, yaitu dengan memberikan penjelasan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan bahwa rencana pemindahan Kapal Onrust tidak perlu dilakukan. Demikian pula tentang pemindahan kubur Pangeran Antasari seperti telah disebutkan di atas, seyogyanya dan sebenarnya tidak perlu dilakukan. Sejarah  telah mencatat bahwa Pangeran Antasari meninggal di wilayah Barito Utara, Kalimantan Tengah saat melawan Belanda akan dapat diperkuat dengan adanya kubur beliau yang dimakamkan di daerah dimana beliau wafat. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan makam Pangeran Diponegoro di Makassar, makam Basah Sentot Prawirodirjo di Manado, Sultan Hidayatullah   dari Kasultanan Banjar dimakamkan di Cianjur, Jawa Barat, dan Cut Nyak Dien pahlawan Aceh yang dimakamkan di Banten, merupakan sejumlah contoh bukti sejarah dan tinggalan cagar budaya yang tidak perlu diubah-ubah.
          Kapal Onrust yang tenggelam di Sungai Barito kira-kira 3 Km arah hilir dari Kota Muara Teweh, merupakan bukti sejarah perlawanan antara bangsa Indonesia dengan penjajah Belanda. Tenggelamnya Kapal Onrust tidak dapat dipisahkan dengan partisipasi dan kontribusi rakyat  Muara Teweh (etnis Dayak) di bawah pimpinan Tumenggung Surapati yang asli keturunan Dayak. Dengan demikian apabila kita dapat menemukan bangkai Kapal Onrust tersebut, maka akan menjadi bukti adanya kerjasama maupun  kesatuan dan persatuan antara rakyat Banjar dan rakyat Dayak untuk bersama-sama mengusir penjajah Belanda. Dengan kata lain, bangkai Kapal Onrust dapat menunjukkan kepada generasi muda kita tentang adanya integrasi antar etnis (etnis Banjar dan etnis Dayak) yang telah terjalin sejak dahulu kala.
Oleh karena itu keberadaan Kapal Onrust tersebut apabila dapat ditemukan dan dapat diangkat ke daratan, maka akan dapat dilihat oleh masyarakat luas. Selanjutnya sejarah Kapal Onrust akan dipahami dan menjadi peringatan dan suri tauladan bagi masyarakat terutama bagi generasi muda dan anak cucu kita kelak. Untuk mewujudkan itu, maka perlu dilakukan survey pendahuluan, karena sudah sepuluh tahun terakhir ini air Sungai Barito tidak pernah mengalami surut yang dapat menampakkan sebagian badan Kapal Onrust yang tenggelam. Survei tersebut dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti titik lokasi tenggelamnya Kapal Onrust. Untuk itu Balai Arkeologi Banjarmasin pada tahun 2006 lalu mencoba memprogramkan satu kegiatan penelitian arkeologi bawah air di hulu Sungai Barito.
Tujuan kegiatan survey arkeologi bawah air di Sungai Barito ini mempunyai tujuan antara lain sebagai berikut:
Pertama, mencari kedudukan dan lokasi secara pasti serta koordinat dari bangkai Kapal Onrust yang tenggelam di Sungai Barito pada akhir abad XIX. Satu-satunya cara yang tepat untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan melakukan penyelaman yang dikenal dengan istilah Underwater Archaeology.
Kedua, untuk mengetahui secara pasti kondisi kapal yang telah ratusan tahun terkubur Lumpur dan pasir, apakah kondisi kapal masih dapat diangkat untuk diselamatkan atau tidak mungkin untuk dilestarikan, perlu penelitian terlebih dahulu. Selanjutnya, apabila diperoleh  informasi yang akurat  dari hasil penelitian maka segera diinformasikan baik kepada Bupati Barito Utara dan lembaga-lembaga lain yang terkait dalam pengelolaan Cagar Budaya, terutama satu di antaranya adalah Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda yang memiliki tugas dan fungsi pelestarian cagar budaya di wilayah Kalimantan.
II.     HASIL PENELITIAN SITUS KAPAL ONRUST
Underwater archaeology kadang disebut arkeologi maritime ataupun nautical archaeology, yaitu satu kajian dalam arkeologi tentang aktivitas manusia masa lampau berdasarkan temuan artefak baik yang ditemukan di dasar laut seperti bangkai kapal  tenggelam (shipwrecks), pelabuhan dan perumahan nelayan yang terletak di pesisiran, serta artefak yang ditemukan di dasar sungai (Dellino-Musgrave, 2006: 22).
Penelitian yang difokuskan pada survey arkeologi bawah air dan bertujuan mencari lokasi tenggelamnya  Kapal Onrust yang terletak di sungai ini agak berbeda dengan survey yang dilakukan di darat. Persiapan dan perlengkapan survey bawah air lebih rumit dan memerlukan dana yang lebih banyak dibanding dengan survey pada permukaan tanah (terrestrial archaeology). Selain memerlukan ahli dan perlengkapannya yang khusus untuk arkeologi bawah air, dalam kegiatan ini juga diperlukan sebuah perahu untuk melakukan kegiatan penyelaman dan kegiatan lain di perairan.
          Hari pertama kegiatan diawali dengan berbagai persiapan seperti mencari persewaan perahu dan menghubungi beberapa narasumber untuk dilakukan wawancara seputar sejarah tenggelamnya Kapal Onrust. Setelah mendapatkan perahu untuk disewa selama sehari, maka tim berangkat ke lokasi tenggelamnya kapal tersebut. Kegiatan penyelaman hari pertama dibagi dalam 3 (tiga) Sorti (3 kali penyelaman). Sorti 1, dua orang penyelam yaitu Sdr. Ardiansyah dan Drs. Albertinus melakukan penyelaman selama kurang lebih 25 menit dan belum menghasilkan akan adanya tanda-tanda ditemukannya bangkai Kapal Onrust. Informasi yang diberikan dari kedua penyelam bahwa arus sungai di bagian  bawah cukup kencang, sehingga kedua penyelam terseret hingga beberapa meter.
          Sorti 2, dilakukan pada pukul 13. 00 WIB dengan menurunkan dua orang penyelam yaitu Sdr. Ardiansyah dan Drs. Albertinus, keduanya berasal dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar, Sulawesi Selatan. Pelaksanaan kegiatan pada sorti 2 menggunakan strategi yang berbeda dengan pelaksanaan sorti 1. Pada sorti 2 menggunakan strategi baru yaitu dengan menempatkan sejenis pemberat yang diikatkan pada bagian lambung perahu. Tali pemberat ini dimaksudkan sebagai “pintu” pertama menyelam. Pada tali pemberat tersebut diikatkan sebuah tali yang dapat dibawa oleh penyelam kemana saja. Hal ini perlu dilakukan karena keadaan di bawah air sungai sangat gelap sehingga segala aktivitas dapat dilakukan dengan meraba-raba. Pada sorti 2 ini juga dilakukan penusukan-penusukan dengan menggunakan penusuk besi sepanjang kira-kira 2.5 meter. Sorti 2 yang dilakukan selama kurang lebih 25 menit, juga belum mendapatkan informasi yang diharapkan.
          Selesai melakukan penyelaman sorti 2, tim survey beristirahat dan melakukan evaluasi dan mendiskusikan dengan para nara sumber yaitu para nelayan yang kebetulan berhenti di lokasi kami survey. Hasil diskusi dan evaluasi, secara spontanitas disepakati untuk melakukan pencucukan dengan menggunakan penusuk besi yang disambung dengan bamboo sepanjang ± 6 meter. Pencucukan dilakukan oleh 4 (empat) orang yang terbagi dalam dua tim, masing-masing tim menggunakan perahu kecil. Kira-kira pencucukan berjalan selama 40 menit, salah satu tim berhasil menemukan bangkai kapal yang dimaksud. Setelah posisi kapal diiketahui dan diberi tanda dengan menggunakan pelampung, maka diputuskan untuk melakukan penyelaman sorti 3.
          Penyelaman sorti 3 dilaksankan oleh tiga orang penyelam yaitu Sdr. Ardiansyah, Drs. Albertinus, dan Drs.`Lucas Partanda Kustoro, DEA. Dengan melakukan pengecekan hasil dari pencucukan tersebut, ketiga penyelam dapat memastikan adanya bangkai kapal besi yang selama ini dicari yaitu bangkai Kapal Onrust. Penyelaman sorti 3 didapat informasi bahwa bangkai kapal yang kelihatan kira-kira 10 Cm, selebihnya tertimbun Lumpur dan pasir yang dalamnya belum dapat diketahui. Di atas dan kanan kiri bangkai kapal tersebut banyak ditemukan kayu-kayu utuh yang jumlahnya cukup banyak. Sorti 3 hanya dilaksanakan selama 15 menit, karena udara (O2) dalam tabung gas sudah menipis dan hari sudah menjelang sore.
          Penyelaman Sorti 4, sebelum dilakukan penyelaman terlebih dahulu dilakukan pengecekan peralatan dan terutama pengisian tabung oksigen yang kosong. Oleh karena kompresor dapat dibawa ke lokasi survey, makapengisian tabung oksigen dapat dilakukan di lapangan, apabila sewaktu-waktu isi tabung habis. Pada penyelaman Sorti 4 ini focus kegiatannya adalah mencari tahu atau mengamati bagaimana denah bangkai kapal yang ditemukan serta kondisi fisiknya. Sorti 5 dilaksanakan oleh Sdr. Ardiansyah dan Albertinus dengan sasaran pertama menyusuri pinggiran badan kapal. Setelah mereka yakin bahwa yang mereka temukan adalah bangkai kapal besi, maka langkah berikutnya mencari titik-titik penting seperti bagiajn haluan atau ujung kapal bagian depan dan bagian lain yang dapat menggambarkan denah kapal tersebut. Pada bagian atau titik-titik penting tersebut ditancapkan sebuah patok dari bambu dan kayu agar dapat diketahui dari atas permukaan air sungai. Pada mulanya setelah diketahui ujung bagian depan kemudian dicari ujung bagian belakang kapal, baru diberi tanda dengan patok bambu atau kayu.
          Penyelaman Sorti 5, merupakan kegiatan lanjutan dari penyelaman sebelumnya yaitu membersihkan lumpur dan pasir serta benda-benda lain yang menutupi badan kapal sehingga tidak dapat diraba dengan tangan para penyelam. Untuk membersihkan lumpur dan pasir dengan tangan kosong ternyata tidak dapat dilakukan secara efektif, karena dalam waktu singkat pasir dan lumpur tersebut akan menutupi kembali. Hingga akhir waktu penyelaman pada Sorti 5 ini bentuk keseluruhan denah kapal belum dapat ditemukan ataupun dibayangkan. Kondisi air yang sangat keruh tidak dapat dipastikan apakah titik-titik yang telah ditentukan tersebut telah mendekati kebenaran.
          Penyelaman Sorti 6, kegiatan ini masih merupakan lanjutan dari Sorti sebelumnya, setelah terlebih dahulu melakukan pengisian ulang tabung oksigen. Kegiatan penyelaman pada Sorti ini difokuskan pada penelitian dinding kapal bagian lambung kiri hingga ke bagian belakang. Dari hasil penyelaman Sorti 6 dapat dilaporkan bahwa kemungkinan bagian belakang kapal ini telah mengalami kerusakan atau terpotong. Apabila hal ini benar, maka informasi yang diberikan oleh para nelayan setempat yangt mengatakan bahwa di lokasi lain pernah diketahui adanya bagian lain dari kapal besi merupakan informasi yang perlu diperhatikan.
          Penyelaman Sorti 7, dalam penyelaman ini merupakan kegiatan penyelaman terakhir yang melibatkan tiga penyelam sekaligus turun ke dasar sungai. Beberapa titik sudah dapat ditemukan dan lebih dapat memberikan informasi tentang denah kapal.
          Oleh karena sasaran kegiatan survey Kapal Onrust hanya satu yaitu menemukan posisi koordinat secara pasti, maka hasil kegiatan yang diperoleh antara lain adalah informasi tentang posisi secara astronomis lokasi tenggelamnya kapal tersebut, kondisi fisik kapal dan situasi lingkungan dari bangkai kapal tersebut. Secara astronomis posisi tenggelamnya Kapal Onrust berada pada S. 00° 56¢ 57.4² dan E. 114° 52¢ 32.7² posisi tersebut berada di hulu Sungai Barito di bawah permukaan air sungai. Apabila ditarik garis lurus dari arah dermaga Pasar PBB Muara Teweh ke lokasi tenggelamnya Kapal Onrust berjarak 2.2 Km, atau 3.5 Km dari Hotel Walet, Muara Teweh dimana kami menginap (data diperoleh dari pengukuran dengan GPS tanggal 3 September 2006). Pada musim kering sebelum tahun 1980 an, pada bulan antara Agustus – September kadang-kadang bagian dari kapal tersebut tampak di permukaan air sungai (wawancara dengan beberapa narasumber di Muara Teweh). Berdasarkan informasi dari beberapa nelayan yang setiap hari mencari ikan di lokasi tersebut sejak sepuluh hingga lima belas  tahun terakhir ini pada musim kemarau seperti sekarang ini air sungai masih menutupi kapal pada kedalaman antara 2.5 – 3.5 meter dari permukaan air sungai. Lebar sungai Barito yang mencapai duaratusan meter lebih dan kondisi air yang berwarna kecoklatan, selain tidak memungkinkan untuk melakukan pemotretan di bawah maupun di dalam air, para peneliti juga mengalami berbagai kendala dalam mencari posisi maupun keletakan bangkai Kapal Onrust.
          Dari kejelian dan kesabaran para peneliti serta ketekunan dalam pengamatan yang dilakukan oleh para penyelam, akhirnya dapat dilaporkan bahwa kondisi fisik kapal terutama badan kapal yang terbuat dari plat besi dan baja dapat dikatakan masih dalam kondisi yang cukup baik karena proses korosi yang tidak terlalu parah. Hal ini berbeda dengan kapal-kapal besi yang tenggelam di perairan laut yang mudah terserang kekroposan. Kerusakan yang terjadi pada kapal tersebut cenderung disebabkan oleh hal-hal yang bersifat mekanis seperti terjangan kayu-kayu besar, lumpur, pasir, dan batuan yang terbawa arus sungai. Lokasi tenggelamnya kapal yang dekat dengan tikungan sungai merupakan bagian sungai yang berarus deras.
          Lingkungan lokasi tenggelamnya Kapal Onrust, selain air sungai yang arus bawahnya sangat deras, tebing sungai bagian timur yang cenderung mudah longsor menyebabkan kapal tersebut cepat tertimbun material lumpur dan pasir yang disebabkan dari kelongsoran tersebut. Di sekitar lokasi tenggelamnya Kapal Onrust dahulu terdapat pohon beringin yang sering digunakan sebagai tanda keberadaan ktersebut. Sayang beberapa tahun lalu pohon beringin tersebut mati dan tidak ada lagi yang dapat dijadikan patokan lokasi tenggelamnya Kapal Onrust.
          Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber dapat disimpulkan bahwa Kapal Onrust konon telah mengalami kerusakan dan pecah menjadi dua bagian. Bagian yang pertama adalah bagian haluan hingga badan kapal kebelakang sepanjang 18.40 meter panjang, yang telah ditemukan baik posisi koordinatnya maupun kira-kira bentuk fisiknya. Sedangkan bagian lain dikatakan oleh para nelayan berada pada ± 300 meter kearah hilir dari posisi kapal yang telah ditemukan. Tentang cerita rakyat terbelahnya kapal milik Belanda tersebut juga diungkapkan oleh Bapak Jalaluddin bahwa pada suatu saat Kapal Belanda beserta awak kapalnya sedang berlabuh di Lotungtuur, lewatlah seseorang penduduk asli yang sudah tua renta dan mendekati kapal dengan bermaksud meminta api untuk membakar rokok. Oleh para awak kapal Belanda dikatakan tidak mempunyai api atau korek api, padahal mereka punya. Merasa dipermalukan oleh bangsa Belanda maka orang tua tersebut marah dan dipotonglah kapal tersebut dengan menggunakan pipa rokoknya yang terbuat dari tulang binatang. Setelah kapal patah menjadi dua bagian maka salah satunya terseret hingga 300 meter ke arah hilir sungai Barito. Cerita rakyat tersebut hanyalah sebuah ilustrasi yang menggambarkan arogansi bangsa Belanda yang menjajah kita dan dapat dikalahkan oleh bangsa Indonesia yang secara fisik jauh lebih lemah.
III.   BANGKAI KAPAL ONRUST SAKSI SEJARAH
“Perang Banjar” yang berlanjut menjadi “Perang Barito” adalah upaya perlawanan bangsa Indonesia melawan penjajahan bangsa Belanda merupakan perang terpanjang dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Perlawanan masyarakat Kalimantan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari terhadap kolonial pemerintah Hindia Belanda  yang berlangsung sejak tahun 1825 dan berakhir 1905 dapat dibagi dalam tiga episode. Episod pertama dibawah komando Pembakal Pendet dan Datu Mat Ali (1825 – 1859), episode kedua di bawah komando Tumenggung Surapati (1859 – 1862), dan episode ketiga antara tahun 1865 – 1905 dibawah pimpinan Sultan M. Seman dan Panglima Batur.
Pada episode kedua, saat Pangeran Antasari menyingkir hingga hulu Barito, terjadilah satu peristiwa yang sangat fenomenal yaitu hancurnya kapal Onrust milik pasukan tentara Belanda yang ingin mengejar Pangeran Antasari dan pasukannya. Di sebuah desa yang sekarang dikenal dengan nama Lalutung Tuur, ± 3.5 KM arah hilir dari kota Muara Teweh, Kapal Onrust beserta seluruh awak kapal dan pasukan marinirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Tumenggung Surapati yang berusaha membantu Pangeran Antasari. Dalam kontak senjata antara pasukan pimpinan Tumenggung Surapati dan pasukan marinir kolonial Hindia Belanda yang terjadi pada tanggal 26 Desember 1859, merupakan saat yang naas bagi pasukan Belanda. Seluruh pasukan yang berada di dalam Kapal Onrust yang telah dilengkapi dengan meriam dan senjata api lainnya dapat dikalahkan bahkan kapal tersebut ditenggelamkan ke dasar sungai.
Bagi pemerintah Hindia Belanda baik yang berada di Banjarmasin maupun yang ada di Jakarta dan pemerintah Kerajaan Belanda di Nederlands, tenggelamnya Kapal Onrust merupakan peristiwa yang sangat memalukan. Sedangkan bagi bangsa Indonesia kemenangan dalam episode ini merupakan prestasi yang sangat luar biasa, karena persenjataan yang tidak sebanding antara pasukan Tumenggung Surapati yang menggunakan persenjataan sederhana dan pasukan tentara Belanda yang menggunakan persenjataan modern dan pasukan yang telah terdidik dalam berperang.
Hingga saat ini telah lebih 150 tahun Kapal Onrust terpendam lumpur di dasar Sungai Barito. Bahkan dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada tahun 2006 yang lalu tidak hanya lumpur dan pasir yang menutup bangkai kapal tersebut, beberapa balok kayu yang  berukuran cukup besarpun ikut menutupinya. Selain itu, kondisi air sungai yang sangat keruh tidak memungkinkan kapal Onrust dapat dikenali oleh orang yang berlalu-lalang di jalur sungai Barito. Terutama bagi bangsa Belanda tenggelamnya kapal Onrust boleh saja dilupakan dan dibiarkan terkubur lumpur agar peristiwa yang memalukan tersebut ikut terkubur bersama dengan berjalannya waktu. Namun bagi bangsa Indonesia tidak demikian seharusnya, bangkai Kapal Onrust adalah bukti dan saksi sejarah perjuangan dan perlawanan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah dari bumi Nusantara.
Oleh karena itu bangkai kapal tersebut sedapat mungkin diupayakan untuk diangkat dari dasar sungai Barito. Sebab, bangkai Kapal Onrust inilah yang akan dapat bercerita kepada kita dan generasi mendatang tentang kegigihan masyarakat Kalimantan terutama masyarakat Banjar dan masyarakat di hulu Barito dalam perlawanan mereka terhadap penjajahan kolonial Belanda. Bangkai Kapal Onrust tidak hanya bukti dan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Masih ada beberapa nilai penting lainnya kecuali nilai histories-arkeologis tersebut.
Tenggelamnya Kapal Onrust yang disebabkan oleh serangan pasukan Tumenggung Surapati dalam membantu perjuangan pasukan Pangeran Antasari mensiratkan kepada kita dan generasi yang akan datang akan adanya rasa kesatuan dan persatuan  antara etnis Dayak yang diwakili oleh Tumenggung Surapati beserta pasukannya dan etnis Banjar yang direpresentasikan oleh Pangeran Antasari dan pasukannya. Kesatuan dan persatuan antar umat yang berbeda suku maupun agama inilah yang perlu terus ditumbuh-kembangkan mulai dari sekarang hingga waktu-waktu mendatang demi terjaganya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangkai kapal Onrust yang sudah beratus tahun terkubur lumpur sungai Barito kini saatnya kita angkat ke permukaan agar saksi sejarah itu mampu menceritakan kepada generasi muda kita, menjelaskan tentang adanya kesatuan dan persatuan antara etnis Dayak dan etnis Banjar dalam mengusir penjajah. Apabila bangkai kapal Onrust dapat dijadikan sebuah monument, maka setiap saat akan mengingatkan kepada kita dan generasi mendatang tentang nilai – nilai luhur yang dimiliki oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Jatidiri dan karakter bangsa yang harus tetap kita ajarkan kepada anak cucu generasi penerus bangsa ini. Mudah-mudahan artikel singkat ini terbaca dan bisa dipahami oleh masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Barito Utara khususnya, serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sehingga dapat bersama – sama mewujudkan berdirinya monument Kapal Onrust tersebut. Tema ini telah kami teliti tahun 2006 dan saya presentasikan pada tahun 2007 yang lalu di Muara Tewe bersama Direktorat Arkeologi Bawah Air dan Balai Arkeologi Banjarmasin.
  1. KAPAL ONRUST DAN UPAYA PELESTARIANNYA
            Beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa Perang Banjar adalah peperangan terpanjang antara bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Seperti Perang Diponegoro di Jawa, Perang Paderi di Sumatera, Perang Makassar di Sulawesi Selatan adalah perang yang dipicu oleh “keserakahan” sekelompok pedagang yang tergabung dalam wadah VOC dan dapat mempengaruhi serta menyeret para tokoh dan elite dari pemerintah kerajaan Belanda inilah yang memunculkan kolonialisme serta penjajahan bangsa Belanda atas bangsa Indonesia hingga selama tiga abad.
            Tahun 1857 – 1862, Pangeran  Hidayatullah naik tahta di Kerajaan Banjar, karena tidak bersahabat dengan Belanda, maka Belanda mengangkat Pangeran Tamjid (Tamjidillah II) sebagai Raja Banjar. Oleh karena rakyat hanya mengakui Pangeran Hidayatullah sebagai raja, maka meletuslah perang Banjar. Pada waktu itu muncul tokoh pejuang Pangeran Antasari yang gigih membantu P. Hidayatullah untuk mengobarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Tetapi akhirnya P. Hidayatullah dapat ditipu dan ditangkap oleh Belanda yang akhirnya dibuang ke Cianjur, hingga akhir hayat dan dimakamkan di pengasingan. Tanggal 17 Desember 1859 Pemerintahan Hindia Belanda di Jakarta mengeluarkan besluit tentang penghapusan Kerajaan Banjar yang diumumkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Januari 1860.
            Walaupun demikian keputusan pemerintah Hindia Belanda tersebut tidak menyurutkan semangat Pangeran Antasari, dengan menghimpun berbagai golongan dan lapisan masyarakat di Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah (dahulu belum ada pembagian secara administrative) beliau terus mengobarkan api perlawanan terhadap penjajahan. Rupanya gayung bersambut, Pangeran Antasari mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan masyarakat Kalimantan. Bahkan untuk “menandingi” surat keputusan tentang penghapusan Kerajaan Banjar yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda, maka dibentuklah pemerintahan Kerajaan Banjar di tempat yang jauh dari pusat kota Banjarmasin dan mengangkat Pangeran Antasari sebagai Raja atau Sultan Kerajaan Banjar agar dapat terus memimpin peperangan dalam melawan penjajah.
            Oleh karena kekuatan yang sangat jauh tidak berimbang antara pasukan Antasari dan pasukan tentara Belanda, maka pasukan Antasari terus terdesak hingga akhirnya beliau harus bermarkas di wilayah Kalimantan bagian Tengah. Dengan armada yang lebih canggih pasukan Belanda terus mengejar menyusuri sungai Barito ke arah hulu dengan menggunakan kapal-kapal besi yang satu diantaranya adalah Kapal Onrust. Rupa-rupanya ditempat persembunyiannya beliau diterima oleh masyarakat setempat bahkan diangkat dan diakui sebagai pemimpin mereka. Mereka yang dikenal sebagai etnis Dayak tersebut rupa-rupanya juga mempunyai suatu pemahaman yang sama dengan Pangeran Antasari yaitu penjajah harus diusir dari bumi Nusantara. Maka, saat Kapal Onrust mencapai daerah Muara Teweh disambut oleh pasukan Antasari yang telah mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Dayak yang dipimpin oleh Tumenggung Surapati. Tenggelamnya Kapal Onrust dalam peperangan itu merupakan salah satu kekalahan Belanda yang “memalukan” dalam menghadapi pasukan Antasari yang hanya menggunakan senjata seadanya. Bagi bangsa Indonesia peristiwa ini merupakan prestasi yang sangat spektakuler dalam suatu pertempuran melawan kekuatan penjajah yang pada waktu itu mereka telah menggunakan persenjataan canggih.
          Bangkai kapal yang hingga sekarang masih terkubur lumpur di dasar sungai Barito adalah bukti dan saksi atas kemenangan pasukan Pangeran Antasari dalam melawan penjajah. Bukti dan saksi tersebut akan dapat bercerita lebih banyak kepada kita dan generasi mendatang apabila dapat kita angkat dari dasar sungai tersebut. Selain akan dapat menceritakan tentang dirinya sendiri, keberadaan kapal Onrust juga akan bercerita tentang Geografi Sejarah, yaitu kawasan-kawasan yang dijadikan sebagai pelarian pasukan Pangeran Antasari maupun sebagai ajang peperangan antara pasukan Antasari dan pasukan tentara pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, dari sisi Nilai Sejarah, proses tenggelamnya kapal Onrust adalah merupakan bukti adanya kerjasama yang sangat solid antara urang Banjar dan masyarakat Dayak. Satu nilai sejarah yang harus tetap dipertahankan dan disosialisasikan kepada kita semua dari generasi ke generasi.
             Oleh karena itulah situs sejarah seperti di atas harus dapat diselamatkan dan dilestarikan. Ada dua keuntungan sekaligus dalam upaya penyelamatan dan pelestarian satu tinggalan sejarah ataupun arkeologis. Pertama, kita dapat mengkonservasi dan mentransfer nilai-nilai maupun pesan moral yang terkandung dalam tinggalan sejarah tersebut kepada generasi sekarang dan yang akan datang. Tentunya agar nilai dan pesan moral tersebut dapat ditangkap oleh public, maka kita harus pandai-pandai mengemasnya. Kedua, hasil dari upaya pelestarian tersebut dapat dijadikan sebagai objek kunjungan dan tempat rekreasi yang sehat baik bagi masyarakat. Khusus bagi masyarakat setempat akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan komersial seperti penyediaan jasa ataupun fasilitas lain bagi para pengunjung, sedangkan retribusi yang dilakukan oleh Pemerintah akan menjadi bagian kecil dari Pendapatan Asli Daerah.
V.  PENUTUP
Pada bagian penutup ini akan disampaikan beberapa kesimpulan dan rekomendasi yaitu antara lain bahwa :
  1. Keberadaan Kapal Onrust yang menurut sejarah Perang Banjar berhasil dikalahkan oleh pasukan Pangeran Antasari yang dibantu oleh pasukan Temenggung Surapati dari pedalaman Kalimantan sudah dapat diketahui.
  2. Secara astronomis dan secara fisik, Kapal Onrust memang benar ada walaupun saat ini telah terkubur pasir di dasar sungai Barito.
  3. Kondisi fisik secara umum dapat dilaporkan masih cukup kuat, karena proses korosi yang tidak terlalu parah, sehingga masih memungkinkan untuk diangkat. Akan tetapi bagian-bagian lain yang merupakan kelengkapan sebuah kapal belum dapat diketahui.
Selain kesimpulan di atas dapat pula diberikan rekomendasi sebagai berikut :
  1. Pemerintah Kabupaten Barito Utara dan Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dapat menjadikan Kapal Onrust sebagai monument yang dapat memberikan informasi kepada generasi muda tentang nilai-nilai perjuangan, dan nilai-nilai persatuan dan kesatuan antar etnis yang telah terbentuk sejak sebelum kemerdekaan.
  2. Apabila monument Kapal Onrust dapat terwujud, maka di lokasi pendirian monument tersebut dapat dilengkapi dengan relief yang menggambarkan Perang Banjar yang antara lain terjadi di wilayah Kabupaten Barito Utara.
  3. Lokasi monument juga dapat dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata, yaitu wisata sejarah.
Demikianlah paparan hasil survey keletakan Kapal Onrust, semoga dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya budaya di Kabupaten Barito Utara khususnya dan Kalimantan Tengah pada umumnya.
  1. Sejarah Kapal Onrust yang merupakan bagian dari sejarah Muara Tewe dapat dijadikan salah satu muatan lokal pada bahan ajar untuk sekolah-sekolah di Kabupaten Barito Utara maupun dalam skala yang lebih luas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kegiatan penelitian bangkai kapal Onrust  di hulu Sungai Barito, Kalimantan Tengah tidak akan dapat terwujud tanpa ada uluran tangan dan kerjasama dari berbagai pihak, sehubungan dengan hal itu kami ucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Balai Arkeologi Medan yang telah mengirimkan Drs. Lucas Partanda Kustoro, DEA. tenaga ahli arkeologi bawah air untuk mengampu kegiatan ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar yang telah berkenan meminjamkan seperangkat peralatan selam beserta 2 (dua) orang stafnya Drs. Albertinus dan Sdr. Ardiansyah dari bidang arkeologi bawah air.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Bupati Barito Utara, Cq. Kepala Dinas Pariwisata, Seni, Budaya Informasi dan Komunikasi, Pemerintah Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah, beserta seluruh jajarannya  yang telah memfasilitasi  kami selama kami melakukan penelitian di Muara Teweh. Demikian pula tidak ketinggalan terima kasih penulis sampaikan kepada semua tim penelitian dan Saudara-Saudara kita para nelayan yang tinggal di sekitar Tung Tu’ur yang telah membantu kami baik dalam mencarikan persewaan perahu, memberikan berbagai informasi dan membantu kami sebagai tenaga lokal dalam kegiatan penelitian.
Daftar Acuan :
Abu Daudi, 2003. Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Edisi Baru, Yayasan Pendidikan Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan.
Adams J. 2002. Maritime Archaeology. In Encyclopaedia of Historical Archaeology, Edited by C. Orser Jr., pp. 328-330. London: Routledge
Anang,H. Achmad Kusasi. 2000. Cerita Sejarah Banua Banjar Kalimantan Selatan, Tidak Diterbitkan.
Anonim, 1999/2000. Hikayat Bajar, Seri Penerbitan Museum Negeri Lambung Mangkurat, Museum Negeri Provinsi Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat.
Atmojo, BSW. 2004. Laporan Penelitian Arkeologi, “Tata Kota Kuna Kerajaan Tenggarong dan Pasir”, Kalimantan Timur, Balai Arkeologi Banjarmasin (Belum Terbit).
Bondan, Amir Hasan Kiai, Tanpa Tahun Terbit. Suluh Sejarah Kalimantan, Tjetakan Pertama, M.A.I. Pertjetakan FADJAR, Bandjarmasin.
Dellino, Virginia E. – Musgrave, 2006. Maritime Archaeology and Social Relations, British Action in the Southern Hemisphere, The Springer Series in Underwater Archaeology, Series Editor: J. Barto Arnold III, Institute of Nautical Archaeology, Texas A & M University, College Station, Texas.
Gunadi, 2004. “Situs-Situs Kosong: Suatu Realita dan Solusinya”, Naditira Widya, No. 12, Balai Arkeologi Banjarmasin.
Gunadi, 2004. “Melacak Sisa-Sisa Kerajaan Banjar di Kawasan Kuin dan Kayu Tangi”, Laporan Penelitian Arkeologi, Balai Arkeologi Banjarmasin (belum diterbitkan).
Gunadi, 2006. “Survey Lokasi Tenggelamnya Kapal Onrust”, Laporan Penelitian Arkeologi, Balai Arkeologi Banjarmasin (belum diterbitkan).
Koentjaraningrat, 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta.
Mundardjito, 1995. “Kajian Kawasan: Pendekatan Strategis Dalam Penelitian Arkeologi di Indonesia Dewasa ini”, Berkala Arkeologi, Edisi Khusus, Tahun XV, Balai Arkeologi Yogyakarta.
Saleh, M. Idwar, 1981/1982. Banjarmasih, Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan, Museum Negeri Lambung Mangkurat Provinsi Kalimantan Selatan.