Budayawan Tionghoa bernama Xaverius Fuad Asali mencermati catatan huruf kanji daam foto tugu tua di Mandor, Kab. Landak, Kalimantan Barat (Kalbar). Catatan tersebut memberi informasi penting tentang Kongsi Lanfang. Lanfang adalah salah satu kongsi tambang yang berada di Kalbar periode 1776-1884. Usaha pertambangan dan perdagangan emas dikelola para perantau dari China. Mereka kemudian beranak pinak dan menjadi cika bakal orang Tionghoa di Kalbar. Dari naskah terungkap bahwa monumen tersebut didirikan sebagai upaya menghormati Lo Fong Pak, pendiri Kongsi Lanfang. Tugu tua di Mandor adah jejak peradaban kongsi pertambangan emas Tionghoa di Kalbar yang masih tersisa. Selain tugu, peninggalan lain sulit ditemukan. Pemerintah Belanda menghancurkan berbagai bangunan dan dokumen yang terkait dengan keberadaan kongsi. Komunitas kecil pertambangan yang dikelola oleh para perantau China menerapkan sistem demokrasi dalam pemilihan pemimpin. Selain itu mereka juga memiliki sistem hukum, keuangan dan jaringan transportasi sendiri. Dalam Bukunya, Yuan Bingling menjelaskan para petambangn dari China didatangkan karena mereka menguasai teknologi tambang emas. Tahun 1740 hanya terdapat sekitar 100 orang China namun kabar mengenai banyaknya deposit emas di Mandor dan Monterado menyebabkan terjadinya gelombang migrasi. Kongsi runtuh akibat perang antar kongsi dan politik Belanda.