Mengenal Rumah Tradisional Banjar

0
3374

Mengenal Rumah Tradisional Banjar

Rumah Tradisional Banjar adalah sebutan untuk rumah tradisional yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan. Saat ini, tidak banyak ditemukan lagi rumah-rumah tradisional tersebut. Diperkirakan karena era pembangunan dan globalisasi mempengaruhi berkurangnya jumlah rumah-rumah tradisional. Rumah-rumah tersebut telah mengalami perubahan, baik karena pelapukan maupun dirubah sendiri oleh pemilik karena kebutuhan. Rumah-rumah tersebut adalah sebagai berikut:

Rumah Ka’i Mukhsin adalah salah satu jenis rumah tradisional banjar yang masih dapat disaksikan saat ini. keberadaannya memberikan banyak informasi, terutama adanya perbedaan arsitektural rumah bagi masing-masing golongan yang dikenal dengan istilah sosiofak.

Secara administratif, rumah ini terletak di jalan Raya Batakan No. 88, Desa Batu Tungku, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Berada pada koordinat 50 N 0245002 9558159 dengan ketinggian 28 m di atas permukaan laut. Posisi rumah menghadap ke arah selatan atau jalan raya. Akses menuju rumah tersebut tergolong mudah, dapat ditempuh dengan roda dua dan roda empat. Secara geografis, batas bangunan tersebut adalah sebelah utara dengan kebun pisang, di sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya Batakan, di sebelah timur berbatasan dengan rumah warga, serta rumah warga dan sungai di sebelah barat. Saat ini Rumah Ka’i Mukhsin dihuni oleh istri, anak, dan menantu dari Kai’ Muksin.

tampak depan rumah tradisional banjar (Ka’i Mukhsin)

Arsitektur bangunan memperlihatkan ciri rumah Tradisional Banjar.

Secara keseluruhan, bahan yang digunakan terbuat dari kayu ulin. Rumah berdenah persegi panjang dengan ukuran panjang 21,57 m dan lebar 10,92 m. Di lingkungan sekitar rumah Ka’i Mukhsin masih terlihat beberapa deretan rumah dengan arsitektur yang sama, namun banyak mengalami perubahan dan penggantian bahan. Dari informasi Bapak Kholil, cucu dari Ka’i Mukhsin, awalnya rumah-rumah yang ada di desa tersebut dihuni oleh para habib atau khatib, sehingga arsitektur rumah memiliki unsur timur tengah yang terlihat pada penggunaan warna pintu dan ukiran bakurawang pada tawing halat (dinding pembatas).

Rumah tradisional Banjar ini terbuat dari bahan kayu ulin. Bagian rumah terdiri dari lantai pelataran teras, tangga, teras atau selasar, ruang tamu, ruang tengah, ruang makan menyatu dengan ruang memasak dan ruang bersih-bersih serta atap. Lantai pelataran teras memiliki denah berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 1,41 m dan lebar 87 cm terbuat dari papan kayu ulin. Bentuk atap pelataran teras dibuat datar dengan menggunakan seng, serta terdapat pilar dengan hiasan geometris yang juga berfungsi sebagai penopang atap. Pada bagian pelataran terdapat tiga tiang penyangga yang diperkirakan masih asli, sedangkan untuk kontruksi dan bentuknya kemungkinan telah berubah.

Raling berukir pada tangga

Tangga memiliki railing dengan ukiran vertikal dan hiasan menyerupai pucuk bunga teratai yang berfungsi sebagai pegangan yang dilengkapi dengan lima anak tangga. Tidak ada generasi dari Ka’i Mukhsin yang mengetahui seluk beluk dari rumah tersebut, sehingga tim mengalami kesulitan dalam melacak sejarah dan makna pembangunan rumah.

Teras atau selasar rumah dibuat dengan denah persegi empat yang memiliki ukuran panjang 4,26 m dan lebar 1,92 m. Pada pagar selasar diberi hiasan dengan simbol laki-laki dan perempuan sebagai simbol kehidupan. Pagar tersebut juga merupakan simbol kekayaan seseorang, karena di masa tersebut hanya saudagar kayalah yang memiliki ukiran pada pagar selasar. Lantai selasar dibuat dari bahan kayu ulin yang dipasang secara vertikal dengan menggunakan pasak.

Ruang utama yang merupakan bagian yang paling luas berbentuk persegi empat, dengan panjang 9,73 m terletak pada bagian depan setelah teras. Untuk menuju ke ruang utama dapat diakses melalui tiga pintu yang berfungsi sebagai pintu utama yang terletak pada dinding depan. Ukuran ketiga pintu tersebut sama dengan tinggi 2,11 m dan lebar 83 cm. Pintu utama memiliki dua daun pintu yang dilengkapi dengan ventilasi yang dipasang secara horizontal pada bagian tengah daun pintu. Model pintu tersebut biasanya digunakan orang Belanda dalam beradaptasi di lingkungan tropis yang sekaligus sebagai alat pengintai.

Pada bagian pintu terdapat pula gagang pintu dari besi yang sudah mengalami korosi. Di bagian atas terdapat kaca warna, untuk pintu kanan dan kiri berwarna hijau sedangkan pintu tengah berwarna merah. Ruangan utama terbagi menjadi ruang tamu dan ruang tidur yang dimana ruang tidur adalah tambahan dengan cara menggeser dinding ke arah kanan dan membatasinya dengan tripleks. Ruang tamu memiliki tiga jendela, dua diantaranya berada di dinding sebelah kiri yang berdaun pintu dengan ukiran geometris di setiap sudut, sedangkan jendela yang berada di sebelah kanan hanyalah hiasan ruangan. Ruang kamar memiliki dua jendela yang berada di dinding sebelah kanan yang dilengkapi dengan dua daun pintu dan terdapat ukiran geometris di setiap sudutnya. Posisi dinding dan jendela pada ruangan kamar dipindahkan sejauh 1 m ke arah kanan untuk kebutuhan ruang pemilik.

Pintu yang menandakan kepemilikan rumah (Kai’ Mukhsin)

Ruang utama diberi dinding pembatas (tawing halat) untuk memisahkan antara ruang utama dan kedua yang menjadi ciri khas dari rumah Tradisional Banjar. Salah satu keunikan dari rumah Ka’i Mukhsin adalah tawing halat yang memiliki dua pintu yang berbentuk segi empat dan tidak memiliki daun pintu, dilengkapi dengan ukiran tembus (bakurawang) berupa flora pada bagian sudut atas pintu yang berwarna merah, kuning dan hijau. Ukiran lainnya, juga didominasi warna merah, kuning dan hijau yang terletak pada bagian dinding atas pintu berupa ukiran flora yang pengerjaannya detail dengan bentuk bakurawang. Bagian pembatas pintu berupa ukiran flora berwarna merah yang dibuat saling terkait sehingga memberi kesan indah dengan menampilkan unsur seni dari tangan si seniman. Keunikan lain dari tawing halat tersebut, tidak dibuat secara permanen melainkan menggunakan teknik pasang tak bertiang. Atap sirap dan rangkanya terbuat dari bahan ulin.

Tawing halat (pembatas ruang utama dengan ruang dalam)

Selanjutnya ruang kedua terletak di antara (berbatasan) ruang utama dan ruang yang ketiga. Akses dari ruang utama ke ruang yang kedua dihubungkan oleh pintu yang terletak pada dinding pembatas atau tawing halat tersebut. Ruang berdenah persegi panjang yang biasa disebut anjung kanan dan anjung kiwa menyerupai sayap dengan ukuran panjang keduanya 4,82 m dan lebar 2,48 m. Pada awalnya di bagian anjung tidak terdapat dinding pembatas, hanya lantai sisi kiri dan kanan dibuat lebih tinggi dibanding lantai tengah untuk memberi tanda, bahwa tempat tersebut dianggap penting karena merupakan tempat beristirahat setelah beraktivitas dipagi hari. Ruangan dibuat sederhana tanpa ada ukiran, melainkan hanya dua jendela dengan dua daun pintu. Saat ini, kedua anjung diberi pembatas setengah dinding dari tripleks yang berfungsi sebagai pembatas kamar tidur dan diberi pintu tanpa daun pintu, hanya diberi kain sebagai penutup.

Ruang selanjutnya adalah padapuran atau ruang dapur yang juga difungsikan sebagai ruang makan. Akses menuju dapur dapat melewati satu pintu yang menyatu dengan dinding tambahan sebelah kiri yang berbentuk persegi empat dan memiliki dua daun pintu dengan ukiran horizontal dan vertikal pada semua sisi. Dapur tungku masak atau atang yang dilengkapi dengan salaian berada di sebelah kanan, dengan lantai ruang dapur dibuat lebih rendah dibanding teras, ruang pertama dan ruang kedua dan diberi tangga kayu sebagai penghubung ruangan. Selain dapur, terdapat pelataran dengan lantai dibuat lebih rendah dibanding dengan lantai dapur yang difungsikan sebagai tempat untuk bersih-bersih atau biasa disebut penjijipan dengan desain tanpa atap dan berdinding seng yang juga dilengkapi dengan pintu dari seng.

Kondisi Keterawatan

Pada saat dilakukan dokumentasi, diperoleh data kondisi keterawatan sebagai berikut:

  1. Kondisi lingkungan areal rumah tergolong terawat dan terlihat bersih, namun tidak memiliki pagar;
  2. Pintu depan mengalami kerusakan pada daun pintu berupa jamur, retak halus, aus dan lapuk;
  3. Kondisi dinding pembatas (tawing halat) masih kokoh, namun terlihat kurang terawat dengan adanya jamur dan warna yang sudah mulai kusam;
  4. Kondisi ukiran di atas dinding pembatas lapuk dan menjadi sarang rayap;
  5. Atap sirap sudah banyak yang lapuk dan berlubang akibat dimakan rayap, sehingga diberi tambalan seng pada atap yang rusak agar ketika hujan air tidak masuk ke dalam rumah;
  6. Kondisi rangka atap dipenuhi sarang laba-laba dan sangat berdebu;
  7. Kondisi lantai penjijipan sudah mengalami pelapukan, penjamuran dan aus;
  8. Bahan dinding dapur pada awalnya dari kulit kayu, namun karena lapuk sehingga harus diganti dengan papan dari kayu ulin;
  9. Beberapa bagian atap di dapur telah diganti dengan genteng.

Tinggalan yang terdapat di dalam rumah Ka’i Mukhsin

Guci peninggalan Kai’Mukhsin

Di dalam rumah ini ditemukan pula tinggalan lainnya berupa guci stoneware berumur 100 tahun yang pernah menjadi mas kawin dari anak Kai’ Mukhsin. Ukuran guci keempat dengan tinggi 44 cm, tebal 1,6 cm dan diameter 20 cm.