Masjid Jami Sintang atau yang biasa disebut juga dengan Masjid Sultan Nata terletak di Kampung Kapuas Hilir, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat ini adalah salah satu bukti bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan cara damai.

Masjid Jami Sultan Nata didirikan pada hari Senin 12 Muharam 1883 H atau 10 Mei 1672. Pembangunan itu bertepatan dengan penobatan Sultan Nata sebagai raja. Saat dinobatkan, usianya baru sepuluh tahun dan langsung dianugerahi gelar Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’adul Khairiwaddin, raja Sintang ke-19 sekaligus menjadi raja Islam ke-3 dalam sejarah Kesultanan Sintang.

Mengawali pembangunan masjid, didirikan sembilan tiang penyangga utama (soko). Pemasangan tiang tersebut selesai dalam satu malam di hari saat penobatan Sultan dan pembangunan secara keseluruhan memakan waktu selama dua tahun. Masjid itu menjadi pusat penyebaran Islam di Sintang.

Membangun masjid sendiri merupakan salah satu dari tujuh kesepakatan kerabatan kesultanan yang harus dijalankan Sultan Nata begitu dinobatkan. Ketujuh kesepakatan itu meliputi mendirikan istana sebagai tempat tinggal raja, mendirikan masjid, membuat Undang-Undang (qanun), menulis silsilah raja, membuat jalan di sepanjang tepian sungai, raja bergelar Sultan dan memerintahkan penghulu Luan mengambil Al Qur’an 30 juz tulisan tangan ke Banjar.

Pembangunan masjid dinilai sudah sangat mendesak saat Sultan Nata dinobatkan. Pasalnya jumlah umat Islam di Sintang mulai banyak tapi belum mempunyai masjid. Tempat beribadah ketika masjid belum didirikan masih dilangsungkan istana kesultanan. Tokoh dibalik pencetus pembangunan yaitu Senopati Laket dan Pangeran Mungkumilik, keduanya mendampingi Sultan karena Sultan masih berusia belia.

Masjid ini berarsitektur rumah panggung khas pesisir sungai. Konstruksi bangunan masjid seluruhnya terbuat dari kayu dari pondasi hingga penutup atapnya. Bangunan masjid berarsitektur campuran, yaitu Melayu, Jawa dan Timur Tengah.

Bangunan masjid ini memiliki tiga susun atap, berbentuk undak seperti arsitektur bangunan di Jawa. Atap pertama dan kedua berbentuk limas, sedangkan atap ketiga berbentuk kerucut bersegi delapan. Bentuk atap kerucut ini juga dipakai pada atap dua menara yang terletak di sisi kanan dan kiri masjid.

Pada bagian dalam masjid dicat dengan warna putih dan sedikit garis-garis hijau di beberapa bagian, seperti pada jendela, dasar tiang, serta dinding. Jendela masjid dihiasi dengan gorden berwarna kuning, warna khas Melayu. Di dalam masjid juga terdapat bedug berusia ratusan tahun yang terbuat dari sebatang pohon utuh.

Masjid ini telah mengalami lima kali renovasi dengan tidak mengubah bangunan aslinya. Bentuk bangunan dan ukurannya masih sama seperti pertama kali dibangun, yaitu dengan luas 20 x 20 meter. Selain itu delapan tiang penyangga yang terbuat dari kayu belian berbentuk silinder dengan tinggi lebih dari 10 m masih tetap dipertahankan sesuai dengan aslinya dan tetap berdiri kokoh walaupun usianya sudah melampaui tiga abad. Renovasi yang dilakukan hanya berupa pembangunan teras masjid saja. Penambahan teras masjid tersebut dilakukan dengan alasan agar kapasitas daya tampung masjid lebih memadai. Perluasan masjid pertama kali dilakukan di masa kepemimpinan Sultan Abdurrasyid, dia adalah putra dari Sultan Abdurrahman yang menggantikan Sultan Nata.

Pada abad ke-18, renovasi dilakukan kembali di masa kepemimpinan Adipati Muhammad Djamaludin yang bergelar Ade Moh Yasin. Ia merupakan anak dari Rahmad Kamarudin, orang yang menggantikan Sultan Abdurrasyid. Renovasi selanjutnya dilakukan oleh Panembahan Abdurrasyid Kesuma I. Tahun 1994 dilakukan renovasi kembali atas bantuan dari pemerintah Pusat dan pada tahun 2000 masjid dilengkapi dengan taman rumput yang cukup luas. Pada bagian muka masjid juga dibangun jembatan penyeberangan yang terbuat dari kayu sebagai penghubung antara masjid dan istana. Sejak tahun itu pula masjid ini ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya Kabupaten Sintang.

Di masjid ini, pendatang dapat melihat susunan penghulu/menteri agama Kerajaan Sintang dari masa ke masa, selain itu takmir masjid juga menyediakan buku yang berisikan mengenai sejarah berdirinya masjid, serta renovasi-renovasi yang pernah dilakukan.