Kajian studi teknis pemugaran pada prinsipnya adalah tahapan kegiatan untuk menetapkan tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran berdasarkan penilaian atas setiap perubahan atau kerusakan yang terjadi pada cagar budaya dan cara penanggulangannya melalui pendekatan sebab akibat. Studi Teknis merupakan rangkaian kegiatan penilaian kondisi kelayakan teknis cagar budaya untuk menetapkan detail detail tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran
Pelaksanaan studi teknis pemugaran dilakukan melalui tahapan pengumpulan data, pengolahan data, dan penarikan kesimpulan. Data yang dikumpulkan meliputi data arsitektural, struktural, keterawatan, dan lingkungan. Pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan kajian teknis ilmiah. Berdasarkan kajian tersebut dapat ditarik kesimpulan penentuan tata cara dan teknik pelaksanaan pemugaran yang mencakup langkah-langkah perbaikan dan pemulihan bangunan cagar budaya.
Masjid Keramat Banua Halat merupakan satu dari masjid-masjid kuno di Indonesia. Menurut sejarah, masjid yang dikeramatkan tersebut dibangun H. Syafrullah atau yang dikenal orang terdahulu sebagai Datu Ujung yang memiliki kehebatan dengan bukti peninggalannya berupa tiang utama masjid yang masih dikenal sampai sekarang, yaitu tiang miring. Tiang ini menjadi daya tarik atau tujuan utama pengunjung berziarah ke masjid tersebut.
Dalam legenda masyarakat setempat diceritakan, Datu Ujung (sebagai tokoh masyarakat) bersama masyarakat membangun masjid keramat untuk tempat ibadah. Saat pembangunan masjid tersebut tiang-tiang masjid dicari Datu Ujung ke desa Batung, Kecamatan Piani.
Setelah masjid selesai, warga mengadakan selamatan. Saat selamatan itu ternyata ikan untuk di makan warga kurang, lalu Datu Ujung berpesan kepada warga untuk jangan makan dahulu sebelum ia datang karena Datu Ujung akan
mengambil ikan di Negara, Hulu Sungai Selatan. Warga pun tidak percaya, mengingat jarak antara Banua Halat dengan Nagara sangat jauh, mustahil kalau harus menunggu Datu Ujung kembali dalam waktu singkat. Walhasil warga pun makan duluan, saat itulah Datu Ujung muncul dengan membawa banyak ikan. Melihat warga yang tidak mengindahkan pesannya tersebut, membuat Datu Ujung jadi marah dan dia menghentakkan kakinya ke tanah sehingga menimbulkan bekas tanah yang miring.
Dalam versi lain ada yang juga menyebutkan kalau masjid ini didirikan oleh Haji Mungani Salingnata pada tahun 1840. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pengurus masjid disebutkan masjid ini pernah dibakar oleh Belanda. Kebakaran tersebut hanya menyisakan satu tiang utama peninggalan Datu Ujung yang kini terus mengeluarkan minyak. Kemudian, pada tahun 1862 Masjid Al-Mukarramah dibangun kembali.
Pada tahun 1935, lantai masjid yang masih berbentuk panggung diurug dengan tanah dan dipasang ubin, hanya saja lantai masjid tetap dibiarkan miring dikarenakan adanya cerita seorang pengunjung bernama Ibu Zahra dari Balikpapan ke Masjid Keramat Banua Halat, yang secara gaib menyampaikan pesan dari Datu Ujung untuk tetap mempertahankan lantai dan tiang yang miring peninggalan Datu Ujung. Hal tersebut menjadikan tiang kayu ulin masjid yang miring menjadi peninggalan yang dikeramatkan sampai sekarang.
Hingga saat ini, setiap hari selalu ada peziarah yang datang dan membaca doa selamat di masjid dan berziarah pada tiang miring. Bahkan, setiap datangnya mualidurrasul, di masjid ini digelar acara baayun massal dan pesertanya mencapai 5000 orang yang tidak hanya anak tetapi orang dewasa juga.