Penajam Paser Utara dalam Sejarah
Penajam Paser Utara dalam Sejarah. Dijelaskan bahwa, dahulunya wilayah Penajam dihuni oleh Suku Paser Tunan dan Suku Paser Balik. Kedua suku ini berinduk dari suku paser yang saat ini tinggal di Kabupaten Paser. Dahulunya dikawasan tersebut dihuni oleh kelompok-kelompok suku yang hidup terpencar. Masing-masing kelompok mendirikan kerajaan kecil yang biasa disebut Kerajaan Adat. Masing-masing kerajaan menjalankan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Pada umumnya mereka membangun kerajaan adat disekitar sungai dan teluk yang ada di sekitaran penajam.
Dalam satu kerajaan adat biasanya dipimpin oleh raja atau ketua adat. Misalnya pemerintah adat Suku Adang tinggal di teluk Adang (Paser). Pemerintah adat Suku Lolo tinggal di muara Sungai Lolo (Paser). Pemerintah adat suku Kali tinggal di Long Kali (Paser). Pemerintah adat suku Tunan tinggal di Muara Sungai Tunan (Penajam). Pemerintah adat suku Balik tinggal disekitar teluk Balikpapan.
Pemerintah adat Suku Balik menjadi bagian wilayah dari kerajaan besar yang bernama Kutai Kartanegar. Sedangkan untuk kerajaan Suku Adang, Lolo, Kali dan Tunan menjadi bagian dari wilayah kerajaan Paser. Lambak laun kerajaan kecil mulai menghilang akibat banyaknya penduduk setempat yang berpindah ke pusat pemerintahan kerajaan atau menyingkir ke hulu pedalaman. Banyak diantaranya mengalami kepunahan hingga menyimpan legenda yang selalu hidup dimasyarakat hingga saat ini. Sangat disayangkan belum ada catatan resmi yang lengkap tentang kisah dari kerajaan kecil yang dulu pernah berjaya.
Sejak mulai berdirinya kerajaan Paser, kawasan pemerintah Suku Adat Tunan dan Penajam menjadi bagian wilayah kerajaan. Tunan dalam catatan para raja-raja Paser lebih dikenal dengan nama Tanjung Jumlai. Begitu pentingnya wilayah yang diduduki oleh Suku Tunan maka dilokasi tersebut dibuatkan armada perang yang difungsikan untuk mengamankan bagian utara Kerajaan Paser.
Penajam Paser Utara dalam Sejarah, menjelaskan keberadaan angkatan laut Kerajaan Paser, tidak lepas dari peranan seorang bangsawan Bugis Sulawesi Selatan Petta Saiye. Bangsawan tersebut, membawa 4 empat orang tenaga ahli disertai tukang-tukang dan pekerja biasa berjumlah 50 orang mereka mulai membantu Sultan Sulaiman Alamsyah memodernisasi Kapal-kapal perang. Setelah setahun lebih Petta Saiye membuat kapal perang, kemudian di bawah perintah Sultan Sulaiman Alamyah diperintahkan untuk mencari persenjataan untuk mengisi kapal tersebut dengan sistem barter seperti menganntinya dengan rotan, getah wangkang, getah ketiau dan emas. Keberadaan senjataa didaparkan di perairan Sulawesi Selatan dibawah Kerajaan besar yang diketahui telah menjadi lokasi dagang bagi bangsa Belanda, Spanyol dan Portugis. Namun sesampainya disana Petta Saiye mendapat berita bahwa kapal Portugis yang biasanya membawa banyak senjata kini telah jarang masuk ke wilayah perdagangan Sulawesi Selatan, sehingga Petta Saiye meneruskan perjalanannya ke Pulau Timor yaitu di Negeri Delly. Di Negeri itulah Petta Saiye mendapat hubungan dengan seorang pengusaha dagang dari Portugis yang bernama Dacosta yang bersedia menukarkan senjatanya tapi dengan syarat harus melakukan pertukaran di Negeri Delly agar tidak mendapat gangguan dari orang Belanda. Dan pada akhirnya Petta Saiye menyetujui peersyaratan tersebut dengan membawa kapal layar yang berisi muatan barang-barang yang akan dipertukarkan. Pada akhirnya mereka berhasil memperoleh meriam, bedil, senjata dan mesiun. Setelah semuanya didapatkan kemudian kapal-kapal perang ditempatkan pada beberapa lokasi pelabuhan. Salah satunya ditempatkan pada pelabuhan Tanjung Jumlai Jaya di Desa Tanjung yang saat ini masuk dalam administarsi Penajam Paser Utara. Panglima perang yang diutus oleh Kerajaan Paser adalah Aden Segara. Catatan sejarah membuktikan kedekatan dengan dengan bangsawan bugis Sulawesi Selatan membuat keberadaan dari Kerajaan Paser dan kerajaan kecil yang ada dibawa kekuasaan kerajaan Paser mendapat pengaruh dari wilayah tersebut.
Walaupun saat ini daerah Penajam, Nenang, Waru dan beberapa daerah masuk dalam wilayah administrasi Penajam Paser Utara tetapi dalam catatan sejarah Kerajaan Paser daerah-daerah tersebut berada di bawah kepemimpinan Kerajaan Paser. Telah disebutkan bahwa setiap anak sungai yang ada menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Paser memiliki pemimpin dari keluarga kerajaan yang ditugaska untuk mengumpulkan pajak dimasing-masing wilayah.
Tinggalan-tinggalan budaya tersebut dapat dilihat dari makam, masjid yang saat ini hanya tersisa rangka bangunan, meriam dan bungker.