Indonesia memiliki kekayaan berupa tinggalan arkeologi yang beraneka ragam. Tinggalan arkeologi tersebut dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, bahan penyusun, teknologi pembuatan, dan sebagainya. Bangunan berbahan bata adalah salah satu di antara berbagai jenis tinggalan arkeologi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Bangunan berbahan bata tersebut diantaranya dapat ditemui di Pulau Jawa, Sumatera, Pulau Sulawesi, Pulau Ternate dan sebahagian kecil di Pulau Kalimantan. Berdasarkan keragaman masanya, bangunan bata dapat dijumpai di masa klasik, masa Islam, maupun masa kolonial dalam bentuk candi bata, masjid, dan bangunan kolonial.
Bata merupakan material yang bersifat porus (mudah dilewati air), sehingga lebih rentan terhadap kerusakan dan pelapukan. Jenis kerusakan dan pelapukan yang dapat terjadi pada bangunan bata misalnya pertumbuhan mikroorganisme (misal lumut dan algae) dan tanaman tingkat tinggi, penggaraman, pengelupasan, dan retakan. Penggaraman merupakan salah satu bentuk pelapukan yang banyak dijumpai pada bangunan bata. Penggaraman dapat ditemukan dalam bentuk lapisan berwarna putih di permukaan bata, selain itu juga dapat terjadi di dalam material bata dan mengakibatkan pengelupasan. Bata yang mengelupas menjadikannya lebih rentan terhadap pelapukan karena bagian dalam bata bersifat lebih lunak dibandingkan kulitnya.