Gedung Nasional terletak di Jl Panglima Batur, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda Kota, Kota Samarinda. Gedung Nasional terletak di jl Panglima Batur yang dahulunya bernama Stamboel Strat. Gedung tersebut telah mengalami bebrapa kali renovasi, bangunan awalnya dibuat pada pertengahan tahun 1947 dengan kontrusi semipermanen, yang terbuat dari kayu berlantai tanah dan dialasi batu krikil serta penutup atap yang terbuat dari daun nipah. Gagasan pembangunan Gedung Nasional sudah diungkapkan pada masa pendudukan Jepang oleh A. Moeis Hassan selaku pemegang tanah perwatasan peninggalan Sekolak Neutrale Schoolvereninging. Saat itu dibentuk panitia yang diketuai oleh Abdullah Anang Atjil (Jaksa) dan sekretaris A. Moeis Hassan namum pembangunan tidak terjadi dikarenakan kepanitiaan vakum dan kesulitan mencari dana. Pembangunan Gedung Nasional dilakukan oleh kontraktor yang dipimpin Imbran Saleh dengan susunan kepanitiaan diketuai oleh M. Zamzam dan wakilnya, A. Moeis Hassan, sekertaris dan bendaraha dipegang oleh Aziz Samad dan Moegeni Hassan adapun jadiman bertindak sebagai ketua pembangunan dibantu Moise Nawawi. Dana pembangunan diperoleh dari simpatisan dan donatur, bukan dari pemerintah, kecuali renovasi kedua dan seterusnya yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah. Renovasi pertama dibiayai oleh ayah R.P Joewono dan R.P Soeparto, Renovasi kedua dibiayai oleh Pemda Tingkat I Kalimantan Timur pada masa Gubernur H. Ery Soepardjan (1978-1983). Sementara renovasi ketiga dibiayai oleh Pemda Tingkat I Kalimantan Timu pada masa Gubernur H.M Ardans (1988-1998). Bangunan berbahan semen dengan struktur bangunan segilima. Bangunan dilengkapi pintu dan jendela yang terbuat dari beton. Atap bangunan terbuat dari seng, saat ini dalam keadaan bocor. Lantai dalam keadaan berlumut. Bagian teras atau serambi memiliki atap berbentuk kerucut dalam keadaan rusak. Dari hasil wawancara disekitar bangunan, diketahui bahwa bangunan masih digunakan para penggiat seni sesekali untuk latihan. Bangunan tersebut pernah dikelola oleh Dewan Kesenian Daerah Kaltim. Panjang bangunan sekitar 20 meter dan lebar kurang lebih 17 meter, sedangkan luas tanah tidak diketahui.
Tugu dibuat untuk melengkapi bangunan Gedung Nasional sebagai tempat perjuangan yang bersejarah dan dalam rangka memperingati 40 tahun Kebangunan Nasional yang mengikuti versi berdirinya Budi Utomo 20 Mei 1908. Pada bulan april 1948 muncul gagasan untuk membuat tugu di halaman Gedung Nasional, kemudian membentuk panitia pembangunan tugu Kebagunan Nasional 20 Mei 1908-1948 dengan ketua Soegeng, arsitek R.P. Siswojo dan peletakan batu pertama pada tanggal 20 Mei 1948. Biaya pembuatan tuga berasal dari R.P. Soeprapto, sedangkan marmer yang menempel pada tugu diperoleh dari H. Gani Rachmad. Kalimat yang tertulis di tugu yaitu “peringatan 40 tahun Kebangunan Nasional 20 Mei 1908-1948 diukir oleh Wahel, sedangkan pemahatnya adalah Basiman. Acara peresmian tugu direncanakan pada 17 Agustus 1948 bersamaan dengan peringatan proklamasi kemerdekaan RI. Pihak pemerintah Federasi Kalimantan Timur melarang pelaksanaan acara peringatan HUT RI di lapangan terbuka. Akibatnya acara peresmian tugu Nasional diundur waktunya pada tanggal 22 Agustus 1948. Acara peresmian dihadiri ketua majelis Pemerintah Federasi Kalimantan Timur, A.R Afloes dan berlangsung dengan pengawasan pengawasan Kepala MID (Militaire Inlichtingen Dienst) Belanda, Kepala Van Dijck.
Kondisi tugu saat ini terlihat tidak terurus, terlihat pada bagian tubuh ditumbuhi lumut dan kusam. Sedangkan kondisi lingkungaan tidak tertata, dan tampak kotor serta banyak sampah rumah tangga yang berserakan. Bagian badan tugu tertuliskan ” 20 MEI 1908-1948 40 TAHUN KEBANGUNAN NASIONAL INDONESIA”. Ukuran tinggi tugu 4,5 meter dengan hiasan menyerupai api pada bagian puncak tugu.