Sekilas Aktivitas Ekonomi Orang Bugis di Perantauan. Aktivitas ekonomi orang Bugis di perantauan menjadi satu pengantar untuk melihat bagaimana adaptasi orang Bugis di Kalimantan Barat jika dibandingkan dengan pola migrasi dan adaptasi orang Bugis di tempat yang lain.
Perjanjian Bongaya 1667 merupakan sebab pertama migrasi orang bugis ke luar wilayah asalnya selain naluri passompe (perantau) yang tumbuh dalam jiwa mereka. Jaringan perantauan Suku Bugis dimulai oleh seorang pemuda bangsawan Wajo, La Madukelleng atau yang dikenal dengan Arung Singkang yang pergi menuju kerajaan paser/ pasir. La Madukelleng menjalin hubungan politik dan perkawinan dengan penguasa kerajaan pasir sampai akhirnya menjadi Sultan Pasir. Mulai saat itu, gelombang migrasi Suku Bugis mulai mendatangi wilayah Borneo bagian timur dan selatan.
Kesultanan Sambas di barat laut Kalimantan merupakan sebuah hegemoni yang masyur akan kegiatan perdagangan lautnya sampai awal abad ke 19. Hubungan para penguasa Sambas sebagai pedagang dengan suku bugis telah terjalin sejak lama. Hubungan yang saling menguntungkan dijalin kesultanan sambas dengan para pemilik dan nahkoda kapal Bugis. Sebagaimana contohnya hubungan yang dijalani oleh Pangeran Tumenggung dan Anakhoda Tonering dan Anakhoda Uwan Usup. Barang-barang dagangan yang dimiliki oleh pangeran Tumenggung dibawa oleh kedua nahkoda dengan kapal milik mereka untuk dijuak di luar negeri. Hasil dari penjualan barang tersebut akan diguanakan oleh kedua nahkoda tersebut untuk membeli barang-barang yang akan dijual di Sambas. Selanjutnya barang dari luar negeri tersebut diserahkan pada pangeran Tumenggung untuk diperjualbelikan kepada penduduk Sambas baik di pesisir maupun pedalaman. Keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak turut dipengaruhi oleh Undang-undang Pelayaran Bugis dab Undang-undang Malaka.