DESKRIPSI MAKAM SUKU DAYAK BENUAQ KEL LAMBENG KEC MUARALAWA

0
9811

 1. Pengantar

Dayak Benuaq adalah salah satu anak suku Dayak di Kalimantan Timur. Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah negara/negeri.

 pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal sebuah kelompok/komunitas. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu. Menurut leluhur orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah. Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat para ahli. Salah satu versi cerita leluhur mereka adalah Aji Tulur Jejangkat dan Mook Manar Bulatn. Kedatangan suku (mungkin orang Lewangan, Teboyan, Dusun dan sebagainya) dari Kalimantan Tengah justru berasimilasi dengan Orang Benuaq, dan ini menyebabkan Orang Benuaq mempunyai banyak dialek. Suku Dayak Benuaq dapat ditemui di sekitar wilayah Sungai Kedang Pahu di pedalaman Kalimantan Timur dan di daerah danau Jempang. Di Kalimantan Timur, sebagian besar mendiami Kabupaten Kutai Barat dan merupakan etnis mayoritas (+/-60 %). Mendiami di Kecamatan Bongan, Jempang, Siluq Ngurai, Muara Pahu, Muara Lawa, Damai, Nyuatan, sebagian Bentian Besar, Mook Manor Bulatn serta Barong Tongkok.

  1. Upacara Saat Kematian

Tanda-tanda seseorang akan meninggal dunia kadang-kadang dapat kita lihat terutama pada orang dewasa/lanjut usia. Tanda-tanda itu antara lain :

  1. Gegulag, yaitu timbul perbuatan/tingkah laku yang aneh dari orang yang sakit dan ia tidak menyadarinya. Contohnya : tiba-tiba ia bangun ingin jalan seperti ada yang dicarinya dan lain sebagainya.
  2. Nerakuq, yaitu bunyi napas yang nyaring, mula-mula kedengaran cepat dan lama-lama semakin lemah dan lambat.
  3. Ngebintakng, yaitu mata kelihatan berkunang-kunang dan badan tidak berdaya
  4. Pekasakng Kinas, yaitu napas ikan, artinya bahu terangkat saat bernapas dan akhirnya napasnya habis lalu ia meninggal dunia.

Tindakan awal yang dilakukan para keluarga pada saat kematian :

  1. Sebelum dianggap mati betul, keluarga akan memukul gong cepat-cepat sebagai tanda ada orang sakit parah. Bagi keluarga yang belum mengetahuinya, mereka akan diberitahukan dengan suara gong itu.
  2. Setelah dianggap mati/meninggal dunia, mereka akan memukul tambur dup-dup sebagai tanda bahwa orang itu telah mati. Memukul tambur tadi disebut neruak.
  3. Titi yaitu memukul sejumlah gong dengan irama silih berganti lambat-lambat. Titi berlangsung lama untuk memberitahukan para keluarga warga desa yang jauh, sebagai tanda penyertaan keluarga yaitu bersama arwah penunjuk jalan.
  4. Mayat ditutup sementara dengan kain lalu dipagari dengan kelambu mayat berwarna-warni dan ditambal kain berwarna-warni. Biasanya warna merah/hitam yang paling dominan. Lalu, keluarga menyiapkan air pencuci mayat. Para warga yang datang membantu dengan sukarela. Air dimasukkan ke dalam antang dicampur dengan bahan pewangi seperti jeruk; daun selasih; air kelapa muda; langir wakaai sejenis akar; mayang dari pinang; dan umbut teniq.
  5. Memandikan mayat yang dilakukan oleh keluarga terdekat mayat sementara yang lain memulai titi lagi. Lalu, mayat didudukkan di atas gong, di atas kepala dibentangkan kain putih yang telah dilobangi kecil-kecil sebagai saringan waktu menjatuhkan air. Mayat dilap agar kering dan bersih lalu dikenakan pakaian, baju dan celana.
  6. Neruhuq. Jika yang meninggal itu orang dewasa maka dilanjutkan dengan acara neruhuq yaitu doa kepada dewa sahabat, tangai tamui dan arwah leluhur agar mereka menjemput dan bila ia mati kena sihir supaya arwah membalasnya (tangan mayat menggenggam sebuah Mandau & daun biyowo) bersamaan dengan alat itu ada tombak, ayam jantan merah disatukan dengan Mandau.
  7. Matik, yaitu mencap mayat dengan darah ayam. Ambil sepotonh rotan ujungnya dibelah 4 lalu dibakar dan dicelupkan dalam darah ayam. Tempay yang dicap adalah : dahi mayat, pelipis kanan dan kiri, sepanjang tangan, di dada, di belakang dan dipaha/kakinya. Tujuan dari matik adalah pada waktu ia mati banyak dewa sahabat mengatakan ia mati, namun ia menyangkal bahwa ia pulang ke rumah leluhurnya. Lalu para dewa menunjuk tanda mati pada tubuhnya. Pada saat itu ia mengaku bahwa ia memang telah meninggal dunia dan ia memohon pada para dewa untuk mendoakan para keluarga si arwah agar mereka hidup baik, murah rezeki dan umur panjang.
  8. Mayat dibungkus dengan kain jika ada sampai 7 lapis, dengan bagian luar kain putih. Mayat diiikat, dagu mayat, kedua ibu jari, disatukan agar tidak renggang tetapi rapi. Setelah dibungkus diikat sampai tujah ikat dengan sobekan kain. Mayat ditutupi dengann kain lagi dan payung terbuat dari daun biru sejenis nipah.
  9. Papaat Buhur. Buhur ialah tali dari kulit kayu yang dikeringkan dan dibuat delapan simpul atau ikitan. Tali itu digantungkan, lalu sambil berdoa tali itu dibakar ujung bawahnya. Kita lihat sampai mana api itu mati. Jika api mati pada simpul pertama berarti dia meninggal karena umur sudah menentukan. Bila api mati pada tingkat kedua berarti dia mati karena melanggar aturan dalam hidupnya. Bila api mati pada tingkat ketiga maka ia mati karena disihir dengan sesama manusia. Bila api mati pada tingkat keempat maka ia mati karena kepohonan. Bila api mati pada tingkat kelima maka ia mati karena dewa sahabat (tangai tamui). Bila api mati pada tingkat pada tingkat keenam maka ia mati karena dewa air yaitu juwata. Bila api mati pada tingkat ketujuh maka ia mati karena dewa jin harimau (nayuq timang). Pada tempat api mati itu tukang memohon kepada para dewa dan arwah roh leluhur menuju jalan baru dan janganlah ia lengah dijalan, sebab ditengah jalan bernama saikng serentenapm ada hantu yang suka menyesatkan, inilah tanda dari keluarga mu yaitu sebuah tali, dan alat penuntun untuk menerangi arwah dijalan.
  10. Musyawarah keluarga. Para keluarga yang telah datang bermusyawarah bersama. Tahap pertama mencari kayu untuk lungun. Biasanya para keluarga/warga desa datang siap membawa alat untuk membuat lungun yaitu tempat dari sebuah batang kayu, dilubangi dan diberi tutup dengan rapi. Kaum wanita datang membawa sumbangan berupa beras, garam dan lainnya bila ada dan bila tidak ada mereka juga datang untuk menyatakan rasa dukacita mereka yang sangat mendalam. Pekerjaan dibagi-bagi, ada yang ikut membuat lungun, ada yang tinggal dirumah membuat tangga mayat/lungun, tempat membawa lungun ke atas rumah. Pokoknya hari itu sebagai hari berkabung orang sekampung. Biar hanya hadir, kehadiran warga menunjukkan rasa turut berdukacita, saling memperhatikan diwaktu terkena musibah dan saling membantu yang dalam bahasa suku Benuaq disebut “sempekat”. Setelah lungun selesai, lungun dimasukkan ke dalam rumah melalui tangga baru tadi. Mengapa tidak boleh melalui tangga rumah ?

Ada beberapa unsur penyebab, yaitu :

(a) Dengan adanya tangga baru itu memudahkan membawa mayat karena dibuat dekat tempat mayat.

(b) Lungun dan mayat ditaruh lama dalam rumah, menjaga agar bila lungun itu bocor tidak mengotori dalam rumah, tangga, dsb.

(c) banyak orang beranggapan bila orang mati ada hantu yang datang, hantu-hantu masuk dari tempat keluar masuknya lungun/mayat.

(d) Orang yang telah mati jangan disamakan dengan orang yang masih hidup, setelah mayat diantar ke kubur, biarlah pintu itu sementara ditutup rapi melambangkan sesuatu bahwa kematian itu sulit terjadi lagi. Lungun tadi sebelumnya diberi dempul, pori-pori ditutup dengan dammar agar tidak ditembusi bau busuk.

Memasukkan mayat ke dalam lungun. Pada waktu memasukkan mayat ke dalam lungun, orang mulai titi lagi. Semua tali pada dagu, tangan, kaki dibuka setelah mayat tadi berada dalam lungun. Dibagian kepala diberi sebuah piring. Pakaian dimasukkan, pisau lading dimasukkan bila masih bias. Lalu ditaburi obat pengawet yaitu daun kerehau, bunga lang-alang dan pinang. Pada saat sekarang dicampur lagi dengan teh agar mayat tidak mudah busuk. Lungun pun ditutup dengan rapi. Tutupnya dilem dengan dammar, lalu diikat dengan rotan sebanyak tujuh tingkat. Di atas tempat mayat dibuat tempat yang disebut pesilo untuk menggantungkan pakaian dan piring sebanyak 7 piring. Jumlah tujuh menandakan pembagian untuk arwah.  Piring digantung bolak-balik artinya ada yang telentang dan ada yang telungkup. Di samping lungun ada sebuah sumpit/tombak didirikan dan sebuah kain merah digantungkan disebut “oritn penapm” dan selanjutnya musyawarah keluarga yang kedua untuk merundingkan upacara adat kematian yang akan dilaksanakan kemudian.

url

  1. Pembuatan Lungun

Lungun dibuat setelah rapat keluarga selesai. Sebelum membuat Lungun biasanya keluarga menyediakan tepung tawar atau jomit burai. Semua orang yang membantu membuat lungun memasang tepung tawar itu pada tubuhnya agar mereka bekerja dalam keadaan selamat.

  1. Kayu Untuk Lungun

Biasanya diambil dari pohon buah-buahan durian bagi orang biasa. Bila yang meninggal itu mantiq (kepala adat, Petinggi) maka lungunnya dari pohon Benggeris atau ulin. Jika kayu lungun itu pecah, akan segera diganti, tebang kayu yang baru lagi.

            Mengapa lungun dibuat dari kayu yang bulat? Tempat mayat harus kuat dan tebal, karena harus tahan beberapa hari untuk menyimpan mayat dalam rumah. Mayat belum bisa dikuburkan bila upacara kematian belum selesai. Setelah upacara kematian selesai, barulah lungun diturunkan dari rumah melalui pintu dan tangga khusus.

  1. Perkabungan

            Masa perkabungan berlaku selama upacara kematian. Para keluarga memakai pakaian putih-putih. Bila yang meninggal itu sang suami maka istrinya masih ada tanda berkabung lainnya yaitu dengan memotong rambut. Selama masa perkabungan para pelayat dan keluarga tidak boleh: bernyanyi, melagukan lagu yang bukan lagu untuk kematian, tidak boleh memainkan music yang bukan music untuk upacara kematian umpamanya music belian, music tari gantar. Semua orang harus menunjukkan sikap turut berbelasungkawa.

  1. Ngelangkakng

            Ngelangkakng berasal dari kata kelangkakng atau anyaman dari bambu untuk menaruh makanan para arwah atau liau. Ngelangkakng berarti membuat kelangkakng dalam arti memberi makan para arwah. Menurut kebiasaan sebelum diadakannya adat Kwangkai yang merupaka adat kematian yang paling besar dan terakhir, maka bagi arwah yang baru saja meninggal dunia yang belum dibuat adat seperti itu perlu para arwah dan arwah yang baru itu diberi makan sewaktu-waktu terutama bila sudah mulai musim panen. Para keluarga menghubungi keluarga lainnya yang juga mau bergabung melaksanakan adat yang serupa, mereka memusyawarahkan menyiapakn segala biaya dan menentukan hari pelaksanaannya.

         Pelaksanaan ngelangkakng hanya memakan waktu sehari saja. Untuk member makan para arwah harus ada seorang tukang wara atau pengawara. Dalam memangnya pengawara mengundang para arwah lalu menyuruh mereka makan. Waktu memberi makan itu yaitu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari.

            Setelah habis acara lalu rumah para keluarga mengantar semua makanan arwah dalam kelangkakng ke kuburan masing-masing. Menurut kepercayaan walaupun hanya sekali dan jarang memberi para arwah makan, tetapi makanan itu akan membuat para arwah di Lumut banyak makanan yang tahan lama pula.

  1. Kwangkai

            Sering adat kwangkai digabungkan pula dengan dengan kenyau, sehingga disebut kenyau kwangkai. Umpamanya bagi keluarga yang mampu yang telah dilaksanaakn adat kenyau lalu karena ada persiapan untuk melanjutkan ketika adat kwangkai maka kedua adat kematian   itu langsung saja dilaksanakan tidak menunggu tiga tahun atau empat lima tahun. Karena dalam melaksanakan adat itu perlu adat tengkorak manusia maka kubur kelu arga yang telah lama yang diperkirakan tulang-tulangnya sudah kering dibongkar. Setelah upacara selesai nantinya semua tulang itu disimpan dalam kotak ulin berukir yang disebut Tempelaq.

            Adat kwangkai sering pula dilaksanakan setelah upacara lainnya selesai, seperti Parapm Api, Kenyau Pekintuh atau Menyau. Kwangkai dilaksanakan tiga tahun atau lebih kemudian hari menunggu tulang-tulang mayat menjadi kering dapat dibongkar. Selain itu agar para keluarga dapat mentiapkan segala keperluan untuk kwangkai.

622798701

  1. Lamanya Upacara Kwangkai/ persiapannya

            Sikap dan perbuatan yang sangat menonjol bagi nenek moyang kita tempo dulu ialah sikap dan perbuatan sosialnya. Bila ada keluarga yang akan melakukan pekerjaan yang besar mereka selalu musyawarah, bantu membantu dengan sukarela. Sikap itu mereka latih kepada setiap generasi sejak dini. Umpamanya bila ada keluarga yang sedang sakit lalu mereka membuat upacara penyembuhan berupa belian, sang bapak atau ibu mendidik putra-putrinya dengan menyuruh mereka ikut membantu keluarga yang menderita itu. Ada yang ikut mengambil ubi katu diladang, ada yang potong api, ada yang membantu memukul musik waktu belian. Dan jika tidak bisa semuanya asalkan turut hadir menjengguk keluarga yang sakit.

Begitu pula dalam hal adat kematian, jauh-jauh hari para keluarga sudah bermusyawarah. Keluarga pelaksana utama mengajak keluarga lainnya yang punya keluarga yang meninggal namun belum dikwangkai agat turut bersama-sama melaksanakan upacara kwangkai. Dengan cara ini bagi keluarga yang mestinya belum mampu/ tidak mampu. Kwangkai, dapat pula menyelesaikan upacara adat kematian yang besar itu, dengan demikian para arwah telah mampu menempati Lumut atau surge yang amat bahagia, berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Para keluarga membuat lading besar, dengan segala upaya mereka membeli seekor kerbau atau dengan beberapa ekor babi untuk melaksanakan kwangkai. Karena perlengkapan telah disiapkan maka lamanya upacara kwangkai dapat ditentukan 2 x 7 = 14 hari dan maksimum sampai 3 x 7 = 21 hari. Kwangkai/ pekerjaan dimulai setelah segala perlengkapannya selesai.