Ketika sebuah lembaga mempekerjakan seseorang untuk menangani pekerjaan konservasi seharusnya bukan hanya keahliannya saja yang menjadi pertimbangan namun juga etika yang dianut. Etika adalah serangkaian prinsip seseorang yang digunakan untuk menetapkan apakah suatu tindakan tersebut baik atau buruk. Etika harus mendasari semua pihak yang terlibat dalam pekerjaan konservasi seperti pemilik bangunan, konsultan arsitek konservasi, kontraktor pelaksana konservasi, kuantitas surveyor, dan pejabat pemerintah.
Setiap orang menghadapi dilema etika yang menumpuk-numpuk setiap harinya setiap bangun tidur. Hampir setiap keputusan dan tindakan seseorang yang dilakukan sepanjang hari memiliki dampak kepada orang lain. Setiap keputusan dan tindakan adalah subjek untuk menganalisis pengambilan keputusan etis. Demikian juga dalam pekerjaan konservasi, pengambilan keputusan, untuk membongkar bagian tertentu yang telah mengalami kerusakan, menaruh bahan bangunan baru, mengganti bagian bahan yang rusak, menata kembali lingkungan sekitar atau bahkan menambah unit bangunan baru, semua itu memerlukan pengambilan keputusan etika.
Seandainya anda seorang pecinta bangunan Cagar Budaya, apakah anda akan rela jika bangunan tersebut ditangani perusahaan yang memiliki etika atau tidak memiliki etika dalam konservasi? tentunya tidak akan rela menyaksikan pelaksana maupun pengelola bangunan Cagar Budaya dengan tidak menghargai bangunan Cagar Budaya tersebut. Penanganan yang tidak didasari dengan respek dan kehati-hatian akan mengakibatkan kualitas pekerjaan konservasi rendah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. intervensi berlebihan pada bangunan yang tidak mengindahkan etika maka akan mengkibatkan bangunan tersebut akan kehilangan karakter dan nilai-nilai kesejahteraannya.
Tujuh Pilar Etika: Menguasai Karakter Bangunan. Hal ini diperoleh melalui penyelidikan yang seksama atas bangunan Cagar Budaya secara menyeluruh sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar. Respek dan Hati-hati sikap hati-hati sangat diperlukan ketika bangunan akan dialihfungsikan dan digunakan sesuai dengan kebutuhan penanganan secara tekhnis stuktur, kebutuhan fungsi baru di masa datang, dan kebutuhan penanganan secara estetika. Menjaga dan Memelihara. Kemampuan untuk merencanakan penggunaan, perawatan, dan perbaikan, serta bagaimana pemeliharaan yang berkelanjutan dan penuh ketelitian dengan menyusun perencanaan program pemeliharaan dan perawatan yang baik. Intervensi Minimal. Setiap tindakan intervensi pada bangunan Cgara Budaya haruslah didasarkan pada penghargaan tinggi dalam estetika, sejarah dan kesatuan fisik bangunan dari sebuah kesatuan hasil budaya. Semua bentuk tindakan intervensi konservasi diusahakan seminimal mungkin termasuk saat pengadaan penelitian, contoh ekskavasi. Selalu Terkait Dengan Sejarah. Masalah ini betkaitan antara tindakan konservasi dengan pengambilan keputusan yang ada hubungannya dengan nilai-nilai dalam konteks waktu yang berbeda, restorasi,rekonstruksi dan penambahan bangunan baru pada lingkungan yang lama. Menguasai Pengetahuan Tentang Penguasaan Bahan Bangunan dan Tenik Pengelolaannya. Kemampuan pengetahuan menguasai bahan bangunan baik jenis, karakter, maupun teknik penggunaannya. Bahan bangunan lama yang scara turun-temurun yang telah digunakan harus diperlakukan sama dengan bahan bangunan modern. Bahan bangunan yang digunakan diputuskan melalui diskusi dengan pihak-pihak terkait dan dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Selalu Mendokumentasikan Sebelum, Selama dan Sesudah Konservasi. Teknik konservasi harus mampu mendokumentasikan semua tindakan yang sedang dan yang telah dilakukan. keadaan bangunan sebelum dilakukan satu tindakan konservasi dan semua metode serta bahan bangunan yang digunakan selama tindakan harus dicatat atau didokumentasikan secara menyeluruh.
Sumber: Sejarah dan Prinsip Konservasi Arsitektur Bangunan Cagar Budaya Kolonial. 2004. (A. Kriswandhono dan Nurtjah Eka Pradana).