ANALISIS NILAI PENTING CAGAR BUDAYA DI KOTA TARAKAN

0
9212

ANALISIS NILAI PENTING CAGAR BUDAYA DI KOTA TARAKAN

Oleh: Asmunandar 

Staf Pengajar Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Unhas dan Direktur Ujung Pandang Heritage

Abstrak

Kota Tarakan memiliki beragam peninggalan Cagar Budaya yang merefleksikan perjalanan panjang sejarah Kota Tarakan hingga terbentuk seperti sekarang. Cagar Budaya tersebut menjadi bukti fase perkembangan kota mulai dari masuknya Islam, tinggalan masa kolonial Belanda, Jepang, dan juga tinggalan budaya yang terkait dengan Australia. Cagar Budaya adalah warisan budaya yang perlu dilestarikan sebab merupakan saksi fisik tumbuh dan berkembangnya Kota Tarakan. Untuk itu perlu upaya pelestarian agar tidak terlupakan dan tidak kehilangan identitas. Pelestarian Cagar Budaya pada dasarnya tidak hanya sekedar melestarikan fisik bendanya, namun juga melestarikan nilai yang dikandung oleh Cagar Budaya tersebut. Oleh karena itu, pengungkapan nilai penting menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk menentukan strategi pelestarian kedepan. Hasil analisa nilai penting juga sekaligus sebagai acuan untuk menentukan perlakuan Cagar Budaya apakah akan dilestarikan, dimanfaatkan, dibiarkan saja, atau dihancurkan. Hasil analisis nilai penting yang dilakukan terhadap Cagar Budaya di Kota Tarakan menunjukkan bahwa Cagar Budaya Kota Tarakan setidaknya mengandung nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Nilai penting sejarah menduduki posisi teratas. Hal ini sejalan dengan kedudukan Tarakan sebagai kota yang penting daam kerangka sejarah perminyakan di Indonesia maupun dalam konteks perang pasifik. Hasil pengkajian nilai penting, kemudian dikombinasi dengan syarat pemeringkatan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 11 tahun 2010  menunjukkan Cagar Budaya di Kota Tarakan terdiri atas dua skala/tingkatan. Dalam UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pelestarian Cagar Budaya secara fisik dan nilai yang dikandungnya harus mendapat perlindungan hukum oleh pemerintah. Adanya jaminan hukum, maka eksistensi tinggalan budaya tersebut bisa dipertahankan, sehingga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.

Kata kunci: Kota Tarakan, sejarah, Cagar Budaya, Nilai Penting

A.LATAR BELAKANG

Kota Tarakan memiliki beragam potensi tinggalan sejarah dan purbakala yang merupakan warisan budaya dari masa lalu. Beberapa diantaranya merupakan warisan budaya bersifat kebendaan yang merefleksikan perjalanan panjang sejarah Kota Tarakan. Tinggalan budaya tersebut berasal dari beberapa periode sejarah Kota Tarakan, mulai dari masuknya Islam, tinggalan masa kolonial Belanda, Jepang, dan juga tinggalan budaya yang terkait dengan Australia. Tinggalan budaya tersebut menjadi bukti nyata yang membedakan Tarakan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Salah satu bentuk pelestarian warisan budaya bersifat kebendaan berupa pelindungan secara hukum. Adanya jaminan hukum maka, eksistensi dari tinggalan budaya tersebut dapat dipertahankan, sehingga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.  Bentuk pelindungan hukum yang dimaksud berupa kajian terhadap warisan budaya untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang menegaskan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan yang sudah melalui proses penetapan. Setelah melalui proses penetapan maka statusnya sudah menjadi Cagar Budaya sehingga wajib untuk dilestarikan.

Pelestarian merupakan realisasi amanat Undang-Udang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menjaga kekayaan yang tersimpan di darat, air, dan udara. Pelestarian yang semula dipahami secara sempit hanya sebagai upaya pelindungan, kini diperluas tidak saja untuk maksud tersebut tetapi terkait juga dengan upaya pengembangan dan pemanfaatan. Perluasan pemahaman ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tidak satu pun unsur dari pengertian pelestarian itu yang berdiri sendiri, melainkan merupakan sebuah kesatuan yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan.

Secara yuridis maupun akademis, Cagar Budaya adalah Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan bersifat rapuh serta mudah rusak. Oleh karena itu harus dikelola secara tepat agar dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena Cagar Budaya yang bersifat kebendaan (tangible) mengandung informasi (intangible) serta nilai-nilai yang penting untuk memahami masa lalu yang pengaruhnya masih dirasakan hingga sekarang dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran ini menempatkan Cagar Budaya sebagai unsur penting dalam proses pembentukan kebudayaan bangsa serta identitas nasional di masa yang akan datang.

Sebayak kurang lebih 49 situs warisan budaya bersifat kebendaan di Kota Tarakan sudah terdaftar di Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga. Tetapi baru sebatas terdaftar dan belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Proses penetapan melalui suatu kajian penelitian yang mendalam.

Penelitian tersebut berupa kajian pemeringkatan Cagar Budaya dalam bentuk analisis nilai penting yang terkandung pada warisan budaya di Kota Tarakan yang menghasilkan suatu rumusan peringkat Cagar Budaya. Hasil dari kajian pemeringkatan Cagar Budaya kemudian ditindaklanjuti dalam proses penetapan Cagar Budaya.

B. RUMUSAN MASALAH

Bila ditinjau dari aspek hukum, warisan budaya yang bersifat kebendaan di Kota Tarakan belum mendapatkan status sebagai Cagar Budaya. Oleh karena, kajian analisis nilai penting yang menjadi dasar untuk menetapkan warisan budaya menjadi Cagar Budaya, sekaligus menjadi acuan dalam rangka pemeringkatannya.

Meski belum mendapat status Cagar Budaya, dalam Pasal 31 ayat 5, disebutkan bahwa selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya’. Pernyataan ini memberi status hukum pada sumberdaya budaya yang belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Tinia Budiati (2010) mendudukkan Tarakan sebagai kota tambang minyak bumi yang keberadaannya sangat penting pada awal abad ke-20, dengan jumlah tinggalan sejarah sebanyak 463 buah. Pada 1935 kedudukan Tarakan disetarakan dengan Samarinda dan menjelang serangan Jepang pada 1942, berbagai sarana pertahanan dibangun di Kota Tarakan. Hal tersebut menyebabkan bentuk situs di kota ini cukup bervariasi. Tidak hanya peninggalan pertambangan, tetapi juga terdapat situs yang merupakan bagian dari perkotaan sebagai sebuah sistem. Kedatangan Belanda untuk membangun BPM (Bataafsche Petroleum Maatscappij) membawa perubahan besar terhadap pola pembentukan kota yang menentukan awal mula perkembangan tata Kota Tarakan.

Pola tatanan permukiman pada masing-masing kawasan yang muncul pada awal masa eksploitasi BPM sangat terkait dengan perkembangan variasi fungsi dari masing-masing kawasan pada masa sekarang. Namun kondisi sekarang, dari beberapa kawasan permukiman yang dibentuk oleh bangsa kolonial sebagai perumahan bagi karyawan BPM telah banyak mengalami perubahan, pembongkaran, penyerobotan hak kepemilikan, aksi penjarahan besi-besi tua, bahkan hanya tersisa empat kawasan yang masih mempelihatkan karakteristik permukiman. Hilangnya jejak-jejak peninggalan masa lalu menjadikan kekhawatiran karena bukti sejarah akan hilang tanpa dokumentasi.

Hal inilah yang menjadi salah satu faktor perlunya upaya pelestarian warisan budaya di Kota Tarakan. Upaya pelestarian telah dilakukan oleh pemerintah Kota Tarakan dalam bentuk pendaftaran objek Cagar Budaya. Demikian pula keberadaan tinggalan budaya di Kota Tarakan telah diinventarisis oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda, dan beberapa diantaranya telah diterbitkan Surat Keterangan Benda Cagar Budaya/Situs.

Aspek penting lain terkait dengan pelestarian Cagar Budaya, adalah partisipasi masyarakat, termasuk dalam proses pendaftaran Cagar Budaya. Proses pendaftaran dilakukan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan persebaran Cagar Budaya di Kota Tarakan. Oleh karena sebagian besar Cagar Budaya berada di tangan masyarakat, diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan pendaftaran sehingga tidak seluruhnya kerja pendaftaran dilakukan oleh Pemerintah Kota Tarakan saja. Dengan demikian Cagar Budaya berupa koleksi, hasil penemuan, atau hasil pencarian bisa tercatat dan mendapat status hukum. Kontribusi perorangan, kelompok, lembaga berbadan hukum, lembaga bukan badan hukum, masyarakat hukum adat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah untuk melakukan pendaftaran Cagar Budaya secara langsung dan terorganisasi sangat dibutuhkan untuk mencapai maksud tersebut.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya juga memberi jaminan kepada masyarakat bahwa Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang melakukan pengumpulan data menjamin kerahasiaan informasi Cagar Budaya yang didaftarkan serta pemiliknya. Berkas pendaftaran dan dokumentasi yang dibuat terhadap Cagar Budaya disimpan sebagai arsip untuk kepentingan masa depan sebagai sumber informasi pengembangan kebudayaan nasional. Dengan demikian akan terhimpun sejumlah besar informasi kekayaan bangsa berupa Cagar Budaya di daerah maupun di tingkat nasional yang dapat memberikan gambaran tentang jenis, jumlah, sebaran, atau tingkat keterawatannya.

Harus pula dipahami oleh semua pihak bahwa benda, bangunan, struktur, atau lokasi miliknya atau yang ada disekitarnya, tidak serta merta dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Peran Tenaga Ahli sangat krusial untuk melakukan kajian terhadap sumberdaya untuk percepatan proses pendaftaran. Pada akhirnya objek-objek yang terdaftar dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Menteri, Gubernur, Bupati, atau Wali Kota sesuai kewenangan masing-masing.

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang terkait dengan kajian pemeringkatan, juga meliputi inventarisasi atau pendaftaran Cagar Budaya di Kota Tarakan. Hasil dari inventarisasi kemudian dikaji dan dianalisis nilai pentingnya untuk menghasilkan rumusan peringkat setiap Cagar Budaya. Hasil kajian pemeringkatan inilah yang menentukan peringkat Cagar Budaya di Kota Tarakan.

C. SEJARAH SINGKAT KOTA TARAKAN

Eksistensi Tarakan sebagai sebuah kota terefleksikan pada jenis dan bentuk tinggalan budaya material di wilayah ini. Tinggalan budaya tersebut menjadi bukti nyata adanya aktifitas manusia di Tarakan sejak lama. Dalam penelitian untuk Disertasinya, Tinia Budiati (2010) mengklasifikasi periode sejarah di Tarakan dalam empat masa yaitu:

  1. Fase Awal dari kurun waktu 1603-1896
  2. Fase Kota Tambang Minyak Bumi, kurun waktu 1896-1942
  3. Fase Kota Tambang Minyak Bumi dan Asisten Resident, kurun waktu 1896-1945
  4. Fase Kota Tambang Minyak Bumi dan Basis Pertahanan, kurun waktu 1929-1945.

Jika mengacu pada pengelompokan tersebut, maka Kota Tarakan merupakan salah satu kota di Indonesia yang tumbuh pada periode kolonial. Hal ini merujuk pada pendapat dari Peter J. M. Nas dan Welmouet Boender (2007) yang membagi pertumbuhan kota di Indonesia dalam tiga fase, yaitu fase awal, fase kolonial dan fase modern. Tarakan menjadi sebuah kota memang seiring dengan masuknya Belanda di Tarakan pada tahu 1896, yang ditandai dengan adanya aktifitas tambang minyak bumi di daerah ini (Budiati, 2010). Secara arkeologis, tinggalan periode kolonial merupakan yang dominan di Kota Tarakan.

Adapun sejarah terkait dengan fase awal Tarakan, masih sangat minim informasinya. Bahkan untuk periode prasejarah di Tarakan, sama sekali belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengkaji aktifitas manusia pada masa prasejarah di wilayah ini. Fase awal di Tarakan, ditandai dengan keberadaan makam-makam kuno di Juwata Laut. Salah satu makam  kuno tersebut berangka tahun 1011 Hijriah, yang berarti tahun 1603 Masehi (Budiati, 2010). Keberadaan makam-makam kuno tersebut menjadi bukti nyata adanya aktifitas kehidupan masyarakat di Tarakan sejak lama.

Memasuki periode kolonial, Tarakan sebagai sebuah kota menjadi semakin jelas. Hal ini seiring dengan masuknya Belanda ke Tarakan untuk melakukan eksplorasi minyak. Jadi pada dasarnya, sebelum dimulai kegiatan pertambangan minyak di Tarakan, sudah ada jejak okupasi dan pemukiman, namun tidak menunjukkan cerminan morfologi dan kehidupan sosial perkotaan hingga memasuki tahun 1900-an. Kegiatan eksplorasi minyak yang dimulai tahun 1896 oleh Belanda, berdampak pada perubahan lingkungan fisik dan sosial di Tarakan, sehingga menjadikannya sebagai salah satu kota kolonial Belanda di awal abad 20, bercirikan kota tambang minyak.

Cara penemuan minyak lebih mengandalkan informasi penduduk dengan cara menanyakan informasi suatu daerah yang menunjukkan adanya rembesan minyak. Rembesan minyak di Tarakan pertama kali ditemukan di daerah Pamusian. Rembesan minyak itulah yang kemudian menjadi awal dilaksanakannya eksplorasi minyak di Tarakan oleh Belanda melalui BPM yang dimulai tahun 1896.

Mengacu pada arsip BPM Tarakan, produksi minyak di Tarakan berlangsung mulai dari tahun 1904 -1953. Menjelang periode akhir, produksi minyak semakin fluktuatif, terlebih ketika tentara Jepang berhasil menguasai Tarakan pada Januari 1942, produksi minyak mengalami penurunan. Di masa pendudukan Jepang ini, Tarakan tetap kental dengan identitasnya sebagai kota tambang minyak. Walaupun dampak kerusakan yang timbul akibat invasi Jepang, mengakibatkan penuruan produksi minyak. Hal ini terjadi karena sebelum Jepang berhasil menguasai Tarakan, Belanda terlebih dahulu menghancurkan sumur beserta jaringan pendistribusian tangki–tangki penampungan minyak, setelah memastikan kekuatan pertahanan mereka tidak mampu menghadapi kekuatan Jepang (Salam, 2010).

Setelah berhasil mengalahkan Belanda, Jepang kemudian melakukan beberapa upaya untuk mempertahankan Tarakan. Salah satunya dengan membuat sistem pertahanan di tengah pulau, berupa terowongan yang dikenal dengan nama Benteng Fukukaku. Benteng ini terletak  di wilayah perbukitan  antara Bandara Juwata dengan daerah Juwata Laut, dengan jalur masuk yang sulit (Budiati, 2010). Penguasaan Tarakan oleh Jepang tidak berjalan lama dan mereka terpaksa harus meninggalkan Pulau Tarakan karena kekalahan atas serangan kolaboratif kekuatan Sekutu (Amerika, Inggris, Australia, dan Belanda). Di bawah komando Tentara Australia, sekutu melakukan serangkaian serangan darat, laut dan udara ke kantong-kantong pertahanan Jepang dan akhirnya pulau ini dapat dikuasai Pasukan Sekutu, walaupun harus merelakan 225 prajuritnya (yang teridentifikasi) gugur dalam pertempuran. Sementara itu dipihak Jepang sendiri diperkirakan kurang lebih 2000 tentaranya gugur dan hilang dalam pertempuran berdarah di Tarakan.

Memasuki pasca kemerdekaan, Tarakan merupakan salah satu pusat administratif tingkat kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Bulungan sebagai kabupaten induk. Status Tarakan sebagai kecamatan berjalan hingga tahun 1981. Tahun tersebut sekaligus menjadi titik awal perubahan statusnya ditingkatkan menjadi Daerah Kota Administratif (Kotif) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 dan peresmiannya tertunda setahun kemudian yakni tahun 1982 oleh Bapak Amir Machmud yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri RI. Memasuki tahun 1997 adalah tahun pencerahan dan akhir penantian Kotif Tarakan selama 12 tahun membenahi diri kemudian ditingkatkan lagi statusnya menjadi daerah otonom menandai pemisahan subordinasi dari Kabupaten Bulungan. Akhirnya status Kotif Tarakan resmi ditingkatkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan melalui Undang-Undang Nomor 29 tahun 1997 dan peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1997. Kemudian atas pemberlakuan Undang-Undang No. 22 pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 tentang Pemerintahan Daerah, terjadi penyesuaian penyebutan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan diganti penyebutannya menjadi Pemerintah Kota Tarakan dan Walikotamadya Tarakan berubah menjadi Walikota Tarakan.

D. CAGAR BUDAYA DI KOTA TARAKAN

  1. Kecamatan Tarakan Timur

Secara administratif, Cagar Budaya tersebut terletak di wilayah Kelurahan Mamburungan sebanyak 3 situs, Gunung Lingkas 3 situs, Kampung Empat sebanyak 1 situs, dan  2  situs di Kelurahan Kampung Enam.

a. Situs Peningki Lama

Budaya material yang ditemukan di situs ini berupa bangunan dan struktur yang terkait dengan sistem pertahanan, berupa bunker dengan beragam bentuk dan ukuran pillbox stelling serta meriam. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa wilayah Peningki Lama ini merupakan Kawasan Cagar Budaya yang dulunya berfungsi sebagai sarana pertahanan.

Di Peningki Lama ada 6 buah meriam dengan perlengkapan hampir sama. Di lokasi ini merupakan wilayah dataran rendah yang langsung menghadap ke pantai atau hutan bakau dengan perbukitan di belakangnya. Morfologi bentang alam seperti ini sangat baik untuk pertahanan, meliputi: kegiatan pengintaian, penembakan dan penyerangan dari darat ke laut.

Sarana Pertahanan berupa bunker/gudang Logistik juga dibangun di bukit Peningki Lama yang ditempatkan secara menyebar. Bangunan bunker dibuat semacam bukit yaang dikamuflase dan di atasnya dibiarkan tumbuh rumput semak-semak. Sementara itu, dua bunker lainnya relatif rata, sehingga dapat dilihat dari depan, samping dan belakang tampak jelas sebagai sebuah bangunan. Sedangkan satu buah bunker tersisa bagian dasarnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, Peningki Lama merupakan Cagar Budaya yang dapat dikatagorikan sebagai Situs Cagar Budaya yang di dalamnya terdapat Benda, Bangunan dan Struktur Cagar Budaya. Bangunan Cagar Budaya berupa bunker, pillbox stelling, gudang dan gardu listrik, serta Benda Cagar Budaya berupa meriam.

b. Situs Karungan Pantai

Situs Karungan Pantai terletak di RT. 16  Kelurahan Mamburungan, situs ini tidak memperlihatkan karakteristik peninggalan yang berbeda dengan peninggalan yang ada pada situs Peningki lama. Peninggaalan yang ada juga terbatas pada jenis bunker berbagai tipe dan meriam arteleri pantai.

  • Bunker, Tembok Persegi dan Stelling

Bunker yang telah di inventarisasi sebanyak 6 buah. Bunker di daerah Karungan cenderung ditempatkan terkonsentrasi satu sama lainnya relatif berdekatan termasuk empat meriam-meriam yang ditempatkan pada bagian barat bunker.

Gejala ini memiliki kemiripan konsentrasi Bunker dan meriam di Peningki Lama. Tipe bangunan bunker lebih variatif yang dibedakan atas 5 bagian yakni ; tipe pengintai (bagian depan terbuka), tipe gudang dan gardu listrik, tembok persegi serta tipe stelling.

  • Meriam di Karungan Pantai

Meriam–meriam yang ada di Karungan Pantai secara morfologis juga sama dengan meriam di Peningki Lama termasuk tata letaknya di bagian terdepan membentengi bunker-bunker. Meriam-meriam tersebut berorientasi ke arah barat (ke laut) dengan jumlah keseluruhan 4 buah.

c. Situs Bukit Agas

Situs ini terletak di Jalan Kusuma Bangsa Kelurahan Gunung Lingkas Kecamatan Tarakan Timur. Bangunan ini lebih tepat bila disebut tempat pengintaian karena bentuknya yang bundar dengan ukuran garis tengah 8.20 meter. Posisi situs tepat berada di puncak bukit sekitar 300 m dari jalan raya. Secara umum kondisinya masih utuh namun kurang terawat.

d. Megzen

Megzen atau gudang yang terdapat di daerah Lingkas Ujung terletak di daerah Jalan Kusuma Bangsa atau di sebelah utara Taman Oval Kelurahan Lingkas Ujung Kecamatan Tarakan Timur. Bentuk bangunannya persegi panjang dan dibuat dari kontruksi besi baja dilengkapi dengan tiang-tiang penyangga pada bagian tengah. Menurut informasi bahwa pada bangunan tersebut awalnya terdapat rel kereta yang menghubungkan pelabuhan Malundung (dulu Pelabuhan Tarakan), ditempatkan pada bagian tengah sehingga tampak seperti stasiun kereta api (montiq). Loji ini berfungsi sebagai tempat penampungan barang-barang milik Belanda sebelum didistribusikan ke sub-sub gudang di daerah Boom Panjang (Ujung Jalan Brigrad).

  1. Kecamatan Tarakan Tengah
  2. a. Situs Kampung Satu dan Skip

Situs ini terletak di daerah Kelurahan Skip Kampung Satu. Hasil inventarisasi menunjukkan peninggalan yang terdiri atas loopghraf empat buah, kompleks ex-perumahan karyawan BPM (Bataafshe Petroleum Maatshappij), kantor pajak, Soseido (Wisma Patra), meriam 1 buah, monument Australia dan rumah sakit BPM serta bunker.

  • Loopghraf

Loopghraf difungsikan sebagai shelter atau perlindungan dari serangan udara pada masa Perang Dunia ke II tahun 1942. Loopghraf yang diinvetarisir di daerah ini sebanyak 4 buah, masing–masing 2 buah di sekitar kompleks perumahan karyawan BPM Kampung Satu dan dua buah di daerah Ladang (Sawahlunto RT.8). Bangunan-bangunan tersebut berukuran relatif sama, yakni panjang 13 meter lebar 1.90 meter dan tinggi 2 meter. Denah ruangan bangunan ini berbentuk U yang dilengkapi dua pintu di kedua ujungnya.

  • Kompleks Perumahan Ex Karyawan BPM

Perumahan Ex karyawan BPM berada pada dua lokasi yakni Kampung Satu dan Ladang. Dari segi tipologi bangunannya menunjukkan adanya perbedaan peruntukan, yaitu perumahan di daerah Kampung Satu dibangun untuk karyawan rendah dengan jumlah 50 buah. Sedangkan perumahan di daerah Ladang dikhususkan bagi karyawan menengah ke atas dengan ukuran lebih besar dan megah sebanyak 45 buah.

  • Gedung Kesenian Socheido (Wisma Patra) dan Meriam Kuno

Bangunan ini dibangun oleh Perusahaan Minyak Swasta milik Belanda sekitar tahun 1928. Letaknya berada di Jalan Pulau Derawan, merupakan tempat pertunjukan/hiburan bagi karyawan BPM golongan atas yang dilengkapi sarana kolam renang dan lapangan tennis. Batas bangunan ini adalah jalan di sisi selatan dan barat, sedangkan sisi utara dan timur adalah

  • Rumah Sakit BPM

Bangunan ini berada di Jalan Pulau Irian, dibangun untuk melayani kepentingan kesehatan karyawan BPM di Tarakan. Saat ini dijadikan bagian dari RSUD Tarakan dan sebagian telah dibongkar untuk pengembangan pelayanan kesehatan. Sebagai bentuk pelestarian ditetapkan satu bangunan yang akan dipelihara (ruang perawatan), bangunan ini memiliki ukuran panjang 10,78 meter, lebar 6 meter dan tinggi ± 5 meter, dengan total luas 64,68 m2.

  • Monumen Australia

Monumen Australia terletak di Jalan Pulau Kalimantan, tepat di sebelah barat Lapangan Tenis Kompleks KODIM 0907 Tarakan. Konstruksi bangunannya dibuat dari susunan batu bata berbentuk persegi empat. Pada bagian depan terdapat tulisan tinta emas yang menyebutkan monumen ini sebagai tanda pintu masuk pemakamam 225 Tentara Kerajaan Australia, Divisi ke-9 yang gugur dalam pembebasan Tarakan dari penduduk Jepang pada tanggal 1 Mei 1945 hingga 15 Agustus 1945.

  • Bunker

Bunker ini terletak di jalan Halmahera depan kantor Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota Tarakan. Bentuk bangunannya menyerupai huruf “L” dilengkapi dua pintu pada ujung bangunan. Orientasi bangunan 3060. menurut informasi bangunan ini difungsikan sebagai pos komando militer Belanda.

  • Pengelolaan Air/Water Treatment

Penemuan minyak oleh BPM pada tahun 1896 menyebabkan Tarakan menjadi salah satu pulau kecil dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Untuk itu dibangunlah beberapa fasilitas antara lain Water Treatment atau sarana pengelolaan air bersih oleh Belanda. Fungsi bangunan ini sebagai sarana penyedia air bersih bagi perumahan karyawan tambang dan hingga kini masih berfungsi. Sarana ini terletak di Jalan Telaga Air, Desa/Kelurahan Kampung Satu Skip Kecamatan Tarakan Tengah.

  • Kantor BPM

Guna menunjang pekerjaan administrasi dan kelancaran kerja, maka dibangun sebuah kantor BPM di dekat lokasi pertambangan. Letaknya di Jalan Pulau Ligitan, sebelah barat makam keramat. Lokasinya termasuk dalam wilayah Kelurahan Kampung Satu/Skip, Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan. Kondisi bangunan masih utuh dan asli dan kini difungsikan sebagai kantor Pertamina/Medco.

b. Situs Markoni dan Panglima Batur

Menurut informasi kata Markoni berasal dari nama penemu telegraf “Marcony”. Konon di daerah tersebut terdapat  pemancar telegraf yang bertiang tiga yang didirikan tepat berada di belakang Klenteng Toa Pek Kong. Terdapat beberapa peninggalan sejarah yang ditemukan di kawasan Markoni seperti loopghraf, bangsal panjang, klenteng, gereja, monumen Jepang, bunker dan rumah sakit. Adapun detail uraian bangunan tersebut diuraikan berikut:

  • Bangsal Panjang

Pada Jaman Belanda, Bangsal Panjang difungsikan sebagai tempat tinggal buruh kasar pekerja pertambangan minyak BPM yang umumnya bujangan. Para pekerja ini berasal dari penduduk pribumi seperti Manado, Batak, Jawa dan Sulawesi. Kedatangan mereka bertepatan awal pengeboran minyak di Tarakan oleh Belanda pada tahun 1896.

  • Klenteng

Masyarakat setempat menyebut bangunan ini Toa Pek Kong, diambil dari nama Hok Tek Tjeng Seng, adalah dewa bumi yang diutus Tuhan Yang Esa sebelum Dewa Budha. Klenteng ini merupakan tempat peribadatan warga keturunan Tionghoa. Klenteng ini berada dalam wilayah administrasi Kelurahan Pamusian, dibangun pada tahun 1906 dari bahan kayu berukuran sekitar 5 x 8 meter. Pada tahun tahun 1935 direnovasi dan dilakukan pelebaran bangunan secara permanen oleh warga Tionghoa Tarakan menjadi 24 m2. Klenteng ini dibenahi lagi pada Tahun berikutnya hingga sekarang berukuran 180 m2.

  • Gereja Santa Maria Imakulata

Gereja ini terletak di Jalan Teuku Umar Kelurahan Pamusian Kecamatan Tarakan Tengah. Gereja ini merupakan gereja induk peribadatan umat Katolik. Informasi dari salah seorang pengelola gereja menyebutkan bahwa gereja ini termasuk gereja peninggalan Belanda (BPM) yang dibangun tahun 1934. Gereja Katolik ini merupakan gereja pertama di Tarakan bahkan wilayah utara Kalimantan Timur.

  • Bunker di Markoni dan Kawasan Panglima Batur

Di kawasan Markoni terdapat dua buah loopghraf, tepatnya di Jalan Teuku Umar. Bentuk loopghraf adalah huruf C dengan pintu pada kedua ujung. Kondisi bangunannya masih utuh. Sementara di kawasan Panglima Batur terdapat dua buah bunker. Bunker tersebut terletak di sebelah barat lapangan bola Panglima Batur yang memiliki tipe berbeda yaitu satu buah berbentuk persegi empat ditempatkan pada bagian timur lereng bukit ± 70 meter dari lapangan sepak bola. Satu buah bunker berbentuk huruf L terletak di bagian utara lereng bukit dan dimanfaatkan masyarakat sebagai wadah penampungan air.

  • Rumah Sakit

Kompleks rumah sakit ini terletak di sebelah selatan lapangan sepak bola Panglima Batur. Kondisi bangunannya sebagian telah rusak tetapi beberapa bagian masih utuh, seperti yang digunakan untuk poli gigi, kamar mayat, ruang pengobatan penyakit dalam, termasuk rumah dinas dokter. Informasi Bapak Darimun bahwa bangunan tersebut merupakan peninggalan Kolonial Belanda.

  • Stelling

Stelling di Kawasan Markoni hanya satu, berada di puncak bukit yang secara administratif masuk dalam wilayah RT 2 Kelurahan Pamusian dengan kondisi masih utuh. Bentuk dan ukuran bangunan sama dengan stelling di Peningki Lama. Stelling ini masuk dalam areal Makam Belanda

  • Makam Belanda

Penamaan Makam Belanda karena di kompleks makam ini terdapat orang Belanda yang dimakamkan, meskipun juga ada makam Islam dan China. Pada inventarisasi tahun 2007 ditemukan 11 buah makam Belanda, tetapi dalam penelitian hanya ditemukan tujuh buah, dan hanya satu yang masih utuh. Kompleks makam ini masih menjadi kompleks pemakaman umum sehingga satu persatu kuburan Belanda semakin tergusur.

  • Monumen Perabuan Jepang

Monumen ini terletak di puncak bukit, di Jalan Imam Bonjol Gang Tiga Markoni. Di sebelah utara monumen (media ritual) terdapat dua buah tanda kuburan dari bahan kayu. Monumen utama dibuat dari beton berinskripsi aksara kanji. Monument tersebut dibangun pada tahun 1933.

  1. Situs Sebengkok

Peninggalan arkeologi di daerah Sebengkok terdapat di Sebengkok (AL) dan Sebengkok Waru. Temuan yang diiventarisasi adalah bangunan Belanda jenis stelling, bunker rumah atap lengkung dan bekas bangunan pajak.

  • Stelling

Stelling yang ditemukan di situs Sebengkok menunjukkan kesamaan bentuk dan ukuran relatif sama dengan stelling di daerah Markoni, Peningki Lama dan Muara Karungan. Bentuknya bundar dan dilengkapi dua atau tiga buah lubang pengintai. Stelling di daerah Sebengkok ada tujuh buah. Berdasarkan orientasinya stelling ini dibangun untuk pengawasan jalur sungai Sebengkok dan terusan jalur darat ke Gunung Belah.

  • Bunker

Dari segi bentuk, bunker di Situs Sebengkok berbeda dengan kebanyakan bunker di Tarakan. Bunker ini hanya memiliki satu sisi dinding beton yaitu sisi depan atau sisi barat. Sisi timur adalah tanah yang dipapas, sedangkan sisi utara dan selatan tidak berdinding. Bagian atap adalah beton. Bentuk bangunan persegi empat dilengkapi lubang pengintai di bagian depan posisi vertikal.

  • Rumah Atap Lengkung dan Bangunan Pajak

Menurut informasi bahwa rumah atap lengkung (istilah lokal) di daerah Sebengkok pada awalnya sebanyak lima buah, namun yang tersisa pada saat dilakukan inventarisasi tinggal satu buah saja. Selain itu di daerah Sebengkok dijumpai satu bangunan tua dan oleh masyarakat setempat menamakan “gedung pajak” karena fungsi utamanya adalah tempat penyelesaian pelayanan bea cukai pajak pada jaman Belanda.

  1. Situs Selumit

Peninggalan sejarah di selumit hanya dijumpai jenis stelling saja sebanyak tiga buah. Satu buah di tepi Sungai Selumit (belakang Hotel Taufik). Dua buah berada di wilayah Kelurahan Selumit Darat (Belakang Bank Danamon) di Gunung Daeng.

  1. Situs Kampung Baru

Tangsi atau sering juga disebut Rumah Bundar (Rumah Atap Lengkung) ini terletak di Jalan Danau Jempang Kampung Baru. Menurut informasi bangunan seperti ini pada awalnya cukup banyak di Tarakan namun karena kepentingan dan bertambahnya penduduk Tarakan menyebabkan sebagian telah dibongkar.

Bangunan ini berdenah persegi panjang dengan atap berbentuk lengkung berbahan seng bergelombang. Pintu utama terdapat pada sisi panjang dengan jendela dan lubang angin pada kedua sisi pendek. Jendela kecil terdapat pada sisi panjang masing-masing berjumlah dua buah berada di sisi pintu utama.

  1. Menara dan Tangki Minyak

Pada dasarnya menara dan tangki minyak terdapat pada titik tertentu di wilayah Kelurahan Pamusian, Kampung Enam, Kampung Empat, Kelurahan Skip dan Kelurahan Juwata Kerikil (Juwata Bor). Sebagian besar menara dan tangki minyak telah rubuh karena perang, usia bangunan yang tua atau akibat perubahan fungsi lahan.

  1. Kecamatan Tarakan Barat
  2. Situs Bandara Juwata

Situs ini terletak pada dua wilayah administratif kelurahan yakni Kelurahan Karang Anyar dan Kelurahan Karang Anyar Pantai. Jenis peninggalan yang ada umumnya adalah stelling yang ditempatkan pada sisi timur, utara dan selatan runway bandara Juwata. Berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kategori yakni ukuran besar dan ukuran kecil (biasa).

  • Stelling Tipe Besar

Tipe semacam ini ditemukan dua buah pada sisi utara dan selatan runway. Kedua stelling tipe besar ini memiliki ukuran tinggi tiga meter dengan diameter 6 meter.

  • Stelling Tipe Kecil

Stelling tipe kecil ditempatkan terkonsentrasi di ujung timur runway. Jumlah Stelling tipe ini enam buah dan dua diantaranya sudah tidak insitu.

  1. Tembok Bentuk Piramid

Bangunan ini terletak di Jalan Mulawarman Gang Damai Kelurahan Karang Anyar Pantai disamping rumah penduduk dan belum diketahui secara pasti nama dan fungsinya. Bentuknya menyerupai umpak batu (penyangga tiang rumah panggung).

  1. Situs Gunung Bakso

Di daerah ini ditemukan 2 buah sarana pertahanan Belanda yakni jenis stelling dan bunker. Stelling yang ditemukan satu buah berbentuk segi delapan dilengkapi dua lubang inti dengan orintasi 1800 (membelakangi Jalan Jend. Sudirman), tinggi 1,54 meter dan berdiameter 2,80 meter.

  1. Kecamatan Tarakan Utara
  2. Peninggalan Bercorak Kolonial

Hasil inventarisasi menunjukkan peninggalan bersejarah di wilayah Kecamatan Tarakan Utara hanya dijumpai di daerah Juwata Laut Kelurahan Juwata Laut. Jenis peninggalan tersebut terdiri atas peninggalan bercorak kolonial dan Islam. Nampaknya Juwata Laut telah menjadi daerah konsentrasi penempatan beberapa jenis sarana pertahanan yang umumnya dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1936-1939.

  • Bunker

Bunker yang ditemukan di daerah Juwata Laut hanya terdiri dari satu tipe saja yakni tipe persegi empat, bagian depan tidak terbuka, jumlah keseluruhannya enam buah dan satu diantaranya berfungsi sebagai gardu listrik.

  • Stelling

Stelling pada dasarnya juga termasuk bunker, namun ukurannya agak kecil dan berbentuk bundar sehingga masyarakat lebih senang menyebutnya sebagai stelling. Belum diketahui mengapa kata stelling dipakai untuk menyebut bunker semacam ini. Stelling ini ditempatkan pada bagian puncak bukit sesuai fungsinya sebagai tempat pengintai musuh dalam peperangan.

  • Tembok Persegi

Bangunan seperti ini hanya dijumpai tiga buah saja, ukuran panjang antara 4-76 meter sampai 5 meter, lebar 20 cm dan tinggi 104 cm. bangunan ini berfungsi sebagai tembok perlindungan.

  1. Peninggalan Bercorak Islam

Peninggalan yang bercorak Islam di wilayah Kecamatan Tarakan Utara hanya terbatas pada makam yang dijumpai pada satu kompleks saja. Kompleks makam ini diyakini masyarakat Juwata Laut sebagai lokasi pemakaman tertua.

Makam tua yang telah diinventarisir sebanyak 4 buah dan umumnya menggunakan bahan kayu sebagai jirat dan nisan makam. Pada salah satu nisan makam tersebut dilengkapi ukiran sulur daun memenuhi sisi bagian utara nisan. Pada nisan tersebut juga terdapat simbol kosmologi yang memperlihatkan pengaruh Bugis yang lebih populer dikenal sebagai konsep “Sulapa Eppa” (Empat penjuru mata angin).

  1. ANALISIS NILAI PENTING CAGAR BUDAYA DI KOTA TARAKAN
  2. Konsep Nilai Penting

Penentuan nilai penting suatu sumberdaya arkeologi merupakan tahap penting karena pada dasarnya pelestarian Cagar Budaya adalah melestarikan nilai penting sumberdaya budaya. Nilai penting yang kuat dan dominan akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan terhadap sumberdaya budaya (Mason, 2002: 5; Tanudirjo, 2004a: 1) dan akan menghasilkan rekomendasi apakah suatu sumberdaya budaya akan dikonservasi, dihancurkan, dimodifikasi atau dibiarkan begitu saja (Pearson & Sullivan, 1995: 8).

Dalam “Burra Charter” The Australian ICOMOS Charter for Conservation of Places of Cultural Signifinace,  yang dimaksud dengan cultural significance adalah estetik, sejarah, ilmu pengetahuan, nilai sosial untuk masa lalu, sekarang atau generasi mendatang.  Aturan tentang nilai penting juga telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang  Cagar Budaya, yakni pada pasal 5. Dalam pasal tersebut dinyatakan,

Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:

  1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
  2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
  3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
  4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Dalam UU tersebut, secara  jelas menyatakan bahwa nilai penting Cagar Budaya adalah nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan. Nilai Penting Sejarah, apabila sumberdaya budaya tersebut dapat menjadi bukti yang berbobot dari peristiwa yang terjadi pada masa prasejarah dan sejarah, berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sejarah, atau menjadi bukti perkembangan penting dalam bidang tertentu. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan, apabila sumberdaya budaya itu mempunyai potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam rangka menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan tertentu (Tanudirjo, 2004b; 6-7). Nilai Penting Pendidikan, sumberdaya arkeologi memegang peranan yang penting dalam pendidikan anak-anak dan remaja (Darvill, 1995; 47). Nilai Penting Kebudayaan, apabila sumberdaya budaya tersebut dapat mewakili hasil pencapaian budaya tertentu, mendorong proses penciptaan budaya, atau menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu (Tanudirjo, 2004b; 8).

  1. Nilai Penting Cagar Budaya Kota Tarakan

Berdasarkan hasil peninjauan lapangan serta hasil analisis peta, sebaran sumberdaya arkeologi di Kota Tarakan hanya terkonsentrasi di dua kecamatan yakni Kecamatan Tarakan Tengah dan Kecamatan Tarakan Timur. Sumberdaya arkeologi yang terletak di Kecamatan Tarakan Tengah didominasi oleh gedung perumahan dan perkantoran. Sementara sumberdaya arkeologi yang berada di Kecamatan Tarakan Timur yang berbatasan dengan laut didominasi oleh bangunan fasilitas pertahanan dan persenjataan.

Perbedaan jenis sumberdaya pada dua lokasi tersebut menunjukkan pula perbedaan pola sebaran temuan. Fasilitas pertahanan dan keamanan ditempatkan dengan pola menyebar dan berdekatan di wilayah pantai yang dianggap sebagai strategis maupun yang dianggap potensial untuk pendaratan pasukan musuh. Sedang untuk fasilitas perumahan dan perkantoran ditempatkan berkelompok menurut kelas/jabatan penghuninya serta tempat aktivitas tiap kelas tersebut. Perumahan untuk kelas pekerja misalnya ditempatkan dekat sumur pengeboran, sedang kelas pejabat tinggi lebih dekat ke fasilitas perkantoran.

Merujuk pada kondisi sebaran dan keletakan sumberdaya arkeologi tersebut, maka analisis nilai penting tidak dilakukan pada setiap sumberdaya (bangunan dan struktrur) tetapi persitus dan perkawasan. Selain masalah jarak, hal ini juga mempertimbangkan hubungan antara satu sumberdaya dengan sumberdaya arkeologi lainnya pada wilayah yang sama.

Dasar pengklasifikasian menggunakan UU No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya yaitu :

  1. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
  2. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
  3. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
  4. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
  5. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas

 

Nilai penting perkawasan maupun persitus terhadap Cagar Budaya di Tarakan sebagaimana diuraikan berikut;

  1. Kawasan Cagar Budaya Mamburungan
  • Nilai Penting Sejarah

Akibat krisis ekonomi di Eropa pada awal abad 20, dukungan Kerajaan Belanda terhadap Hindia Belanda mengalami penurunan yang drastis. Hindia Belanda kemudian mulai mencari sumber-sumber lain di luar Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhan kasnya. Eksplorasi kemudian dilakukan diberbagai tempat termasuk di Tarakan untuk mencari sumberdaya tersebut. Hasilnya pada tahun 1896 seorang ahli Geologi Belanda melaporkan bahwa Tarakan memiliki kandungan minyak bumi yang tinggi. Pada tahun 1902, ekspolitasi dan pengeboran minyak mulai dilakukan oleh Tarakan Petroleum Maastschappij di Tarakan bagian Timur. Tahun 1903 kegiatan pengeboran juga sudah dilakukan di Tarakan bagian Barat. Hasil dari pengeboran tersebut, tahun 1904 minyak pertama telah berhasil dipompa dari sumur Pamusian, Tarakan Timur.

Pada tahun 1912, penguasaan pengeboran minyak di Tarakan dilakukan oleh merger dua perusahaan yakni Koninklijke Nederlansche Petroleum Company (Belanda) dan Shell (Inggris). Penggabungan kedua perusahaan ini melahirkan perusahaan yang bernama Bataafshce Petroleum Maastschappij (BPM). Penggabungan dua perusahaan tersebut telah meningkatkan produksi minyak di Tarakan. Terbukti pada tahun 1926 jumlah sumur minyak jauh meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Melihat pentingnya Tarakan sebagai penghasil minyak terbesar di Hindia Belanda, maka pada tahun 1935 pemerintah Belanda di Batavia memberikan status khusus Tarakan dalam struktur kepemerintahan Hindia Belanda. Tarakan menjadi tempat kedudukan Asisten Residen yang membawahi dua afdelling yaitu Afdeling Bulongan en Tidoeng Landen dan Afdelling Berau yang sekarang menjadi wilayah Kalimantan Utara. Penempatan pasukan juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengantisipasi berbagai ancaman.

Meningkatnya industrialisasi di Jepang pada awal abad ke 20 membuat Belanda khawatir terhadap Jepang yang akan menguasai Tarakan sebagai produksi minyak. Kekhawatiran Belanda semakin meningkat ketika Jepang mulai menyerang berbagai tempat di Asia seperti China pada tahun 1938, Filiphina, Hongkong, dan Singapura pada tahun 1941. Perang yang dilakukan oleh Jepang tentu memerlukan sumber energi untuk mesin-mesin perangnya. Sementara itu, kekalahan Belanda oleh Jerman di Eropa membuat Jepang semakin menekan Hindia Belanda untuk menjual hasil tambangnya ke Jepang. Untuk mengantisipasi serangan oleh Jepang, maka pemerintah Hindia Belanda mulai membangun sistem pertahanan baik laut, udara, maupun darat.

Sumberdaya arkeologi berupa meriam, bunker, stelling, gardu, dan pillbox yang berada pada kawasan Mamburungan merupakan bukti bahwa Belanda telah menyiapkan sistem pertahanan laut. Sistem pertahanan ditempatkan menyusuri pantai barat Tarakan dan mulai dibangun sekitar tahun 1930-an bertujuan untuk menghadang ancaman  Jepang yang kemungkinan besar mendarat lewat sisi barat.  Selain itu, konsentrasi pemukiman dan perkantoran BPM berada pada sisi barat Tarakan juga menjadi alasan penguatan pertahanan di sisi ini. Penempatan sistem pertahanan pada sisi ini juga menunjukkan bukti strategi pertahanan dan kebijakan perang Hindia Belanda  untuk menghadapi ancaman Jepang.

Pada kenyataannya kemudian, Jepang menyerang Tarakan bukan melalui jalur laut tetapi dimulai dengan serangan udara. Pendaratan Tentara Jepang juga dilakukan di pantai timur dan bukan pantai barat sebagaimana yang diperkirakan Belanda. Pertempuran tidak seimbangpun terjadi antara 20.000 tentara Jepang melawan 1.300 serdadu Garnisun Belanda yang dibantu milisi BPM. Sebelum Jepang menguasai Tarakan, Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan untuk membumi hanguskan Tarakan. Semua fasilitas perminyakan diledakkan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh Jepang.

Sistem pertahanan yang dibangun Belanda di Kawasan Mambulungan juga membuktikan kekalahan strategi perang Belanda dibanding strategi perang “Gurita” yang digunakan oleh Jepang.  Kekalahan Hindia Belanda di Tarakan kemudian menjadi pintu masuk Jepang di wilayah Indonesia kemudian. Letak Tarakan di tengah-tengah dan berada di Selat Makassar memungkinkan Jepang menjelajahi wilayah Nusantara dengan mudah.

Semua peristiwa yang dijelaskan diatas, setidaknya pertempuran antara Belanda dan Jepang di Tarakan dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama tentang sejarah pertambangan dan penguasaan minyak untuk kebutuhan sumber energy bagi Jepang dan komoditi bagi Hindia Belanda. Kedua, takluknya Tarakan oleh Jepang membuka pintu Jepang untuk menguasai nusantara. Termasuk kemudian Tarakan menjadi salah satu wilayah pertempuran perang Pasifik antara Jepang dan Sekutu.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan hasil identifikasi, keberadaan sumberdaya budaya di Kawasan Mamburungan berupa fasilitas pertahanan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah arkeologi, teknik sipil, dan ilmu tentang perang. Dari perspektif Teknik Sipil, keberadaan bunker, fillbox dan stelling dengan teknologi konstruksi untuk kepentingan pertahanan dan perang merupakan objek kajian yang menarik. Jenis konstruksi ini memerlukan penelitian lebih jauh untuk melihat jenis konstruksi yang digunakan pada tujuan dan kondisi tertentu. Dalam ilmu kemiliteran, keberadaan fasilitas pertahanan tersebut baik jenis maupun tata letaknya menarik untuk menjadi bahan penelitian. Jenis fasilitas dan tata letaknya dapat memberikan gambaran tentang strategi perang yang digunakan dalam menghadapi musuh.

  • Nilai Penting Pendidikan

Sebagai sumberdaya budaya yang masih in situ, Kawasan Mamburungan berpotensial untuk dijadikan Site Museum. Sebagai museum, keberadaannya selain sebagai sarana informasi kesejarahan, juga sebagai sarana pendidikan dan media pembelajaran untuk generasi muda.

  1. Kawasan Cagar Budaya Pamusian
  • Nilai Penting Sejarah

Nilai penting sejarah kawasan Cagar Budaya Pamusian hanya berhubungan dengan sejarah pertambangan, meskipun implikasi dari pertambangan tersebut berujung pada perang antara pemerintah Hindia Belanda dengan Jepang. Pada tahun 1912, penguasaan pengeboran minyak di Tarakan dilakukan oleh merger dua perusahaan yakni Koninklijke Nederlansche Petroleum Company (Belanda) dan Shell (Inggris). Penggabungan kedua perusahaan ini melahirkan perusahaan yang bernama Bataafshce Petroleum Maastschappij (BPM). Penggabungan dua perusahaan tersebut telah meningkatkan produksi minyak di Tarakan. Terbukti pada tahun 1926 jumlah sumur minyak jauh meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1928 tercatat sebagai angka tertinggi minyak yang dapat dipompa selama 50 tahun eksplorasi minyak Tarakan, yaitu sebanyak 1.304.303 ton/tahun.

Sebelum Jepang menguasai Tarakan melalui perang yang tidak seimbang pada tahun 1942, Belanda mengeluarkan kebijakan untuk membumihanguskan Tarakan. Semua fasilitas perminyakan diledakkan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh Jepang. Setelah menguasai Tarakan, Jepang kemudian melanjutkan eksploitasi minyak sampai tahun 1945. Secara ringkas, sejarah pertambangan Tarakan yang 80% sumur minyaknya berada di Pamusian, sejatinya memancarkan nilai sejarah tidak hanya sebatas sejarah Tarakan atau Indonesia, tetapi dalam skala yang lebih luas, penguasaan sumber energi yang menjadi salah satu pemicu perang Pasifik.

Keberadaan Kampung 1, Kampung 4, dan Kampung 6 yang berfungsi sebagai perumahan buruh, di sekitar lahan pertambangan Pamusian, semakin menegaskan tingginya nilai sejarah pertambangan kawasan Cagar Budaya ini.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Sumur-sumur minyak yang di apit oleh tiga kompleks perumahan buruh tambang di Pamusian memiliki nilai penting ilmu pengetahuan, terutama ilmu arkeologi, ilmu pertambangan, arsitektur, dan geologi. Nilai penting ilmu arkeologi dapat dilihat dari penelitian arkeologis yang dilakukan di kawasan ini, baik institusional maupun personal.

 

  • Nilai Penting Pendidikan

Sebagai sumberdaya budaya yang masih in situ, dengan dukungan Cagar Budaya yang masih lengkap seperti menara minyak, sumur minyak, dan tangki serta instalasi minyak, Kawasan Pamunsian berpotensi untuk dijadikan museum situs (Site Museum). Pengkayaan pengalaman pengunjung museum tentang mekanisme pertambangan minyak sangat memungkinkan diperoleh dari Cagar Budaya Pamusian jika ditingkatkan pengelolaannya menjadi museum situs.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Sebagai sumberdaya budaya yang masih in situ dan eksploitasinya masih berlangsung sampai sekarang, Kawasan Pamusian berpotensi dijadikan sebagai sarana untuk menguatkan kesadaran masyarakat tentang kekayaan sumberdaya alam yang kita miliki.

  1. Kawasan Cagar Budaya Kota Lama Tarakan
  • Nilai Penting Sejarah

Seiring dengan kehadiran tentara Belanda sejak tahun 1879 dan mulainya berdiri perusahan minyak BPM milik pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1912 di Tarakan, maka mulailah dibangun sarana dan prasarana yang mendukung pendudukan militer dan operasional perusahan minyak. Perusahan minyak membutuhkan banyak karyawan mulai dari tenaga ahli, manajer dan tenaga buruh, yang membutuhkan sarana perumahan, perkantoran, dan saran publik lainnya seperti rumah sakit, gedung kesenian, gereja, kelenteng, lapangan, dan sarana pendukung lainnya. Pemukiman dalam kawasan Cagar Budaya Kota lama, terdiri dari pemukiman karyawan perusahan BPM tingkat tinggi dan menengah, dan pemukiman para perwira dan prajurit tentara Belanda. Pemukiman di kawasan tersebut juga dilengkapi dengan sistem pertahanan seperti pillbox stelling, meriam dan bunker.

Akibat dari perang antara Belanda dengan Jepang dan Perang Dunia II antara tentara sekutu dengan tentara Jepang, meninggalkan juga bukti-bukti sejarah seperti loopghraf, makam tentara Belanda, monumen makam tentara Australia dan monumen makam tentara Jepang. Kesemua bangunan sarana dan prasarana militer dan perusahan minyak BPM milik pemerintah Hindia Belanda yang terdapat di kawasan tersebut, menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Tarakan, mulai dari pendudukan tentara Belanda, Jepang dan peperangan antara tentara sekutu dengan tentara Jepang.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Nilai penting ilmu pengetahuan yang terkandung pada Kawasan Cagar Budaya Kota Lama Tarakan, adalah nilai arkeologi, arsitektur, sipil, planologi, strategi pertahanan, antropologi dan sosiologi. Berbagai aspek yang terdapat dalam kawasan Cagar Budaya tersebut mengandung nilai penting arkeologi, sehingga sangat berpotensi untuk dikaji oleh para arkeolog, baik dari segi landscape, bangunan, struktur dan benda Cagar Budaya, untuk kepentingan akademik, pelestarian dan pemanfaatannya. Keberadaan bangunan perumahan dan prasarana penunjangnya sebagai sebuah kota, menjadi bahan kajian arsitektur, sipil dan planologi. Demikian pula dengan kehadiran peninggalan bunker, meriam, pillbox stelling, loopghraf dan meriam, menjadi kajian dari strategi pertahanan dalam menghadapi peperangan. Kawasan tersebut yang tumbuh dan berkembang sebagai kota industri pertambangan minyak dan basis militer Belanda, yang melibatkan berbagai bangsa, etnik dan komunitas, menyebabkan terjadinya berbagai fenomena budaya, prilaku dan intereaksi yang menjadi kajian dari antropologi dan sosiologi.

  • Nilai Penting Pendidikan

Nilai pendidikan yang terkandung pada Kawasan Cagar Budaya tersebut, adalah tentang nilai pluralisme dan multikulturalisme, yang menjadi ciri dari kehidupan suatu masyarakat kota. Nilai lain yang dapat dijadikan muatan pendidikan, adalah nilai jiwa patriotisme dalam membela negara.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Proses historis dari sejak awal masuknya pengaruh Belanda hingga masa Jepang, telah memberikan corak budaya tersendiri pada Kawasan Cagar Budaya Kota Lama Tarakan. Arsitektur perumahan, gereja dan sarana publik lainnya menampakkan perpaduan antara gaya arsitektur tradisional dan Eropa. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya yang sarat dengan berbagai nilai yang terkandung di dalamnya, baik yang berkaitan dengan nilai teknologi maupun nilai falosofis yang merefresentasikan nilai penting kebudayaan pada masa lampau.

  • Nilai Penting Agama

Kehadiran monumen seperti gereja, mesjid, dan kelenteng, menunjukkan bahwa pada masa lampau telah terbina kesadaran toleransi antar ummat beragama. Nilai toleransi tersebut, seharusnya tetap kita pelihara di masa sekarang dan menjadi acuan pada masa akan datang dalam membina hubungan antaragama.

  1. Kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng
  • Nilai Penting Sejarah

Nilai penting sejarah kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng berhubungan dengan sejarah pertambangan dan sejarah perang Pasifik wilayah Pulau Tarakan. Keterlibatan Tarakan dalam kancah perang Pasifik berhubungan dengan tambang minyak di Pulau Tarakan. Implikasi dari pertambangan tersebut berujung pada perang antara pemerintah Hindia Belanda dengan Jepang.

Pada tahun 1912, penguasaan pengeboran minyak di Tarakan dilakukan oleh merger dua perusahaan yakni Koninklijke Nederlansche Petroleum Company (Belanda) dan Shell (Inggris). Penggabungan kedua perusahaan ini melahirkan perusahaan yang bernama Bataafshce Petroleum Maastschappij (BPM). Penggabungan dua perusahaan tersebut telah meningkatkan produksi minyak di Tarakan. Terbukti pada tahun 1926 jumlah sumur minyak jauh meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1928 tercatat sebagai angka tertinggi minyak yang dapat dipompa selama 50 tahun eksplorasi minyak Tarakan, yaitu sebanyak 1.304.303 ton/tahun.

Melihat pentingnya Tarakan sebagai penghasil minyak terbesar di Hindia Belanda, maka pada tahun 1935 pemerintah Belanda di Batavia memberikan status khusus Tarakan dalam struktur kepemerintahan Hindia Belanda. Tarakan menjadi tempat kedudukan Asisten Residen yang membawahi dua afdelling yaitu Afdeling Bulongan en Tidoeng Landen dan Afdelling Berau yang sekarang menjadi wilayah Kalimantan Utara. Penempatan pasukan juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengantisipasi berbagai ancaman. Oleh karena itu, fasilitas perang untuk melindungi ladang minyak dibangun di Tarakan. Kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng yang terdapat stelling dan bunker merupakan sistem pertahanan untuk melindungi kota Tarakan dan areal ladang minyak Pamusian. Sistem pertahanan yang dibentuk di Kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng adalah sistem pertahanan laut, udara, maupun darat.

Cagar Budaya rumah lengkung dan perumahan karyawan pelayaran melengkapi nilai penting sejarah kawasan ini. Keberadaan rumah lengkung yang dihuni oleh tentara Belanda dan perumahan karyawan tambang pelayaran adalah gambaran kompleksitas dinamika sosial yang diwarnai oleh komunitas militer dan komunitas petambang.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng yang  terdiri dari situs Cagar Budaya berupa stelling, bungker, rumah lengkung, dan perumahan karyawan memuat nilai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ilmu arkeologi, ilmu kemiliteran, dan ilmu arsitek. Nilai penting ilmu arkeologi dapat dilihat dari penelitian arkeologis yang dilakukan di kawasan ini, baik institusional maupun personal.

  • Nilai Penting Pendidikan

Cagar Budaya yang terdapat di dalam kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng berdasarkan kondisi dan keterawatannya, hanya memiliki nilai penting yang memungkinkan untuk difungsikan sebagai lokasi percontohan untuk studi lapangan siswa dan mahasiswa.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Cagar Budaya yang terdapat di dalam kawasan Cagar Budaya Gunung Daeng berdasarkan kandungannya, tepat dimanfaatkan  untuk menguatkan kesadaran masyarakat tentang kekayaan sumberdaya alam Indonesia dan pentingnya kerjasama antara masyarakat dan militer dalam menjaga sumberdaya alam yang kita miliki.

  1. Kawasan Cagar Budaya Bandara Juwata
  • Nilai Penting Sejarah

Sebagai obyek vital, peranan bandara pada masa perang menjadi sangat penting. Pada setiap pertempuran, bandara merupakan target utama untuk dikuasai sekaligus sebagai sarana untuk melemahkan kekuatan lawan. Dalam perjalanan sejarahnya, Bandara Juwata menjadi saksi dua perang penting yang pernah terjadi. Pertempuran udara pertama yang terjadi di Tarakan antara Pesawat Brewster Buffalo milik Belanda yang berpangkalan di Bandara Juwata dengan pesawat tempur Navy-O milik Jepang. Pertempuran tersebut mengakibatkan dua pesawat Belanda tertembak jatuh. Serangan udara yang dilakukan oleh Jepang di Bandara Juwata juga mengakibatkan satu pesawat Belanda yang berpangkalan di Bandara Juwata menjadi hancur. Bandara juga mengalami kerusakan ringan pada beberapa bagian.

Setelah Bandara Juwata dikuasai oleh Jepang lewat Operasi Gurita  pada tanggal 12 Januari 1942, secara otomatis Tarakan secara resmi dikuasai oleh Jepang. Pasukan Jepang kemudian menggunakan Bandara Juwata sebagai pangkalan pesawat tempur zero yang sebelumnya berpangkalan di Pulau Jolo, Filipina Selatan. Dari sini kemudian Jepang melancarkan misi perang di Indonesia. Sasaran selanjutnya adalah merebut Kota Balikpapan.

Pertempuran selanjutnya pada saat Bandara Juwata menjadi saksi pertempuran antara tentara Jepang dan tentara Australia di pihak sekutu. Operasi Oboe One yang dilakukan sekutu dalam perang pasifik di Tarakan menjadikan Bandara Juwata sebagai sasaran utama. Pada proses perebutan bandara tersebut peperangan antara Jepang dan Australia menjadi perang yang hebat dan panjang. Pendaratan tentara Australia yang didahului dengan serangan  udara disambut oleh Jepang dengan sistem pertahanan bunker (kubu beton) dan terowongan.

Melihatnya peristiwa pertempuran yang terjadi dalam perebutan dan penguasaan terhadap Bandara Juwata, setidaknya ada dua sejarah besar dalam konteks sejarah yang pernah terjadi. Pertama, sejarah perebutan dan penguasaan minyak  di Nusantara oleh Bangsa Eropa dan Jepang. Perang ini lebih bertujuan untuk penguasaan sumberdaya energy baik untuk kepentingan perang maupun untuk kepentingan ekonomi. Kedua, sejarah perang dunia ke II di Pasifik yang melibatkan Jepang dan sekutu.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan hasil analisa, Cagar Budaya yang berada di Kawasan Bandara Juwata setidaknya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dapat menggunakan Cagar Budaya tersebut adalah arkeologi, teknik sipil, dan pengetahuan tentang strategi perang. Dari persfektif arkeologi, keberadaan, pillbox dan stelling merupakan bukti material yang dapat membuktikan peristiwa yang pernah terjadi. Termasuk mengungkap “siapa” dan melakukan “apa” di tempat tersebut.

Dalam kajian teknik sipil, kajian konstruksi beton bertulang untuk peruntukan perang (daya tahan terhadap tembakan) merupakan satu kajian tersendiri. Termasuk adaptasi konstruksi tahan gempa yang biasa digunakan Jepang dan adaptasinya terhadap teknologi Pillbox dan Stelling. Pembangunan fasilitas bandara, termasuk landasan pacu juga menjadi kajian dalm ilmu teknik sipil. Dalam ilmu kemiliteran, keberadaan fasilitas pertahanan tersebut baik jenis maupun tata letaknya menarik untuk menjadi bahan penelitian. Jenis fasilitas dan tata letaknya dapat memberikan gambaran tentang strategi perang yang digunakan dalam menghadapi musuh. Termasuk potensi-potensi ancaman dari pihak lawan.

  • Nilai Penting Pendidikan

Keberadaan Cagar Budaya di kawasan Bandara Juwata pada dasarnya tidak mempunyai nilai penting pendidikan yang tinggi. Hal ini disebabkan kehadiran beberapa Cagar Budaya sejenis seperti di Mamburungan yang lebih variatif, kompleks, dan potensial sebagai sarana pembelajaran maupun pendidikan.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Dari sisi kebudayaan, jenis Cagar Budaya mencerminkan hasil kebudayaan khususnya teknologi perang pada awal abad 20. Sistem pertahanan berupa bunker dengan konstruksi beton bertulang serta jenis persenjataan merupakan pencapaian teknologi. Jika dikaitkan dengan jenis pesawat yang digunakan dalam pertempuran di Bandara Juwata, pesawat yang terlibat merupakan perang teknologi penerbangan antara Belanda, Jepang, dan Sekutu. Dalam sejarah perang dunia, peperangan tidak hanya pertempuran antara serdadu, tetapi juga pada persaingan kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi antara dua Negara yang berperang.

  1. Kawasan Cagar Budaya Juwata Laut
  • Nilai Penting Sejarah

Diantara bebagai Kawasan pertahanan laut yang dibuat oleh Belanda, Kawasan Juwata Laut merupakan bukti kekalahan strategi perang Belanda melawan strategi perang “Gurita” yang digunakan oleh Jepang. Jika melihat dari Cagar Budaya yang ada serta berdasarkan data sejarah, pertahanan laut di Juwata Laut justru tidak pernah digunakan dalam pertempuran antara Hindia Belanda dengan Jepang. Berdasarkan data sejarah, Jepang pertama kali menyerang Tarakan lewat udara dan pasukan yang berlabuh pertama justru di pantai timur Tarakan.

Oleh karena itu, tidak heran kemudian jika di Juwata Laut tidak pernah terjadi perang sebagaimana yang terjadi di Kawasan Mamburungan dan Kawasan Bandara Juwata. Akibat kekalahan strategi ini juga pemerintah Hindia Belanda menerapkan politik bumi hangus di Tarakan untuk menghindari penguasaan sumur-sumur minyak dan fasilitas pengoborannya oleh Jepang.

Walau demikian, jika melihat variasi temuan yang ada di Juwata Laut, nampaknya pihak Belanda siap menghadapi serangan Jepang baik dari laut maupun udara. Tetapi kekalahan pasukan perang Hindia Belanda di Selatan telah membuat semangat tempur pasukan Hindia Belanda di Utara menurun. Munculnya kapal Jepang di ufuk telah membuat pasukan Belanda di Juwata Laut melarikan diri dan mundur ke pertahanan terakhir di Kota Tarakan.

Kehadiran makam kuno Islam di kawasan ini juga mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Berdasarkan data Belanda, pada saat Belanda masuk di wilayah Tarakan terdapat dua pemukiman yang sudah ada yakni di Mamburungan dan Juwata. Pada saat pembangunan fasilitas pertahanan laut di Juwata Laut, beberapa penduduk yang bermukim kemudian dipindahkan ke Peniki Baru. Berdasarkan informasi penduduk yang bermukim di sekitar makam, kebanyakan yang dikubur disini adalah para pendatang di Tarakan yang bekerja sebagai nelayan.

Berdasarkan data Belanda dan informasi penduduk tersebut, dapat dikatakan bahwa kompleks makam kuno Islam ini membuktikan bahwa Islam sudah masuk di Tarakan sebelum Tarakan menjadi kota tambang di Nusantara. Apalagi jika dikaitkan dengan keberadaan makam keramat di Pamusian yang oleh masyarakat dianggap sebagai makam tokoh islam yang pernah ada di Tarakan.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan hasil identifikasi, keberadaan sumberdaya budaya di Kawasan Juwata Laut berupa fasilitas pertahanan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan.  Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah arkeologi, teknik sipil, dan ilmu tentang perang. Nilai penting arkeologi dapat dilihat dari penelitian arkeologis yang dilakukan di kawasan ini baik secara institusional maupun secara individu. Penelitian juga mencakup peneliti dari dalam maupun luar negeri. Penelitian secara institusional dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda yang meneliti untuk kepentingan pendataan dan penetapan. Penelitian secara individu misalnya dilakukan oleh Tinia Budiati tentang perkembangan kota Tarakan. Penelitian ini untuk kepentingan penyusunan Disertasi di Universitas Indonesia. Penelitian dari luar misalnya dilakukan oleh Vesting Museum Belanda. Penelitian ini mencakup pendataan bunker di seluruh dunia. Hal ini membuktikan bahwa kawasan ini menjadi daya tarik bagi peneliti baik dari dalam maupun luar negeri. Baik yang dilakukan secara institusional maupun secara individu. Makam kuno islam merupakan salah satu kajian dari arkeologi islam yang mencoba mengungkap tentang sejarah masuknya islam, aliran atau pengaruh islam mana yang ada di tempat tersebut. Termasuk juga bagaimana islam beradaptasi dan dapat diterima ditempat yang baru.

Dari perspektif Teknik Sipil, keberadaan bunker, fillbox dan stelling dengan teknologi konstruksi untuk kepentingan pertahanan dan perang merupakan objek kajian yang menarik. Jenis konstruksi ini memerlukan penelitian lebih jauh untuk melihat jenis konstruksi yang digunakan pada tujuan dan kondisi tertentu. Dalam ilmu kemiliteran, keberadaan fasilitas pertahanan tersebut baik jenis maupun tata letaknya menarik untuk menjadi bahan penelitian. Jenis fasilitas dan tata letaknya dapat memberikan gambaran tentang strategi perang yang digunakan dalam menghadapi musuh. Termasuk potensi-potensi ancaman dari pihak lawan.

  • Nilai Penting Pendidikan

Sebagai Cagar Budaya yang masih in situ, Kawasan Mamburungan berpotensial untuk dijadikan Site Museum. Hal ini sangat memungkinkan bila melihat variasi Cagar Budaya yang ada di Kawasan ini. Sebagai museum, keberadaannya selain sebagai sarana informasi kesejarahan, juga sebagai sarana pendidikan dan media pembelajaran untuk generasi muda. Paling tidak dalam satu periode kesejarahan nusantara maupun dalam konteks perang fasifik pada saat perang dunia ke 2.  Termasuk perkembangan teknologi maupun peralatan militer pada suatu periode tertentu.

Selain itu, keberadaan Kawasan Juwata Laut bisa digunakan dalam menanamkan kesadaran bahwa tanah air kita, khususnya Tarakan merupakan daerah yang kaya dan mempunyai peranan penting dalam sejarah dunia. Sebagai alat perang yang dibuat oleh Jerman dan digunakan oleh Belanda di Tarakan, ini mencerminkan bahwa pluralisme pada dasarnya sudah ada di Tarakan sejak lama. Dengan demikian bisa menjadi sarana pendidikan untuk menjadi perekat kehidupan social di Tarakan pada masa kini.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Dari sisi kebudayaan, jenis Cagar Budaya di Juwata Laut mencerminkan hasil kebudayaan khususnya teknologi perang pada awal abad 20. Sistem pertahanan berupa bunker dengan konstruksi beton bertulang serta jenis persenjataan berupa meriam artileri pantai merupakan pencapaian teknologi. Sebagai hasil teknologi, Cagar Budaya tersebut juga memberikan gambaran kemajuan teknologi Negara-negara yang terlibat didalamnya. Bukankah dalam sejarah perang dunia, peperangan tidak hanya pertempuran antara serdadu, tetapi juga pada persaingan kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi antara dua Negara yang berperang.

Selain itu, keberadaan makam kuno islam di Juwata Laut memberikan gambaran peradaban islam yang ada di wilayah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari ukuran makam, jenis ukiran, type nisan, maupun ragam hias yang terdapat pada makam tersebut. Makam kuno islam yang merupakan pemakaman pendatang  juga memberikan gambaran adanya percampuran kebudayaan dan multikulturalisme di Tarakan.

  1. Situs Cagar Budaya Bukit Agas
  • Nilai Penting Sejarah

Pada situs Cagar Budaya Bukit Agas terdapat bangunan pengintaian yang terletak di atas puncak Bukit Agas. Fungsi bangunan tersebut adalah sebagai tempat untuk mengintai kapal yang masuk ke pelabuhan, bahkan dari atas bukit tersebut dapat digunakan untuk mengintai ke semua penjuru mata angin. Situs pengintaian tersebut pada awalnya digunakan oleh tentara Belanda untuk mengintai pergerakan tentara Jepang dan selanjutnya digunakan pula oleh tentara Jepang ketika mereka menguasai Tarakan.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Teknik konstruksi dan tata letak sangat penting untuk ilmu pengetahuan, terutama untuk teknik sipil dan strategi militer.

  • Nilai Penting Pendidikan

Nilai penting pendidikan adalah sebagai sarana dalam pendidikan sejarah yang merupakan saksi bisu peristiwa penguasaan militer Belanda dan peperangan antara tentara Belanda dengan Jepang dan antara tentara Jepang dengan tentara sekutu.

  1. Situs Cagar Budaya Kampung Baru
  • Nilai Penting Sejarah

Setelah pasukan Australia sebagai bagian dari sekutu pada perang dunia ke 2 menguasai Tarakan dari pendudukan Jepang pada tanggal 12 Juni 1945, maka pasukan Australia kemudian membutuhkan tempat tinggal sementara (Santosa, 2005; 98). Pasukan Australia kemudian membangun barak militer yang semi permanen untuk mengambil alih pemerintahan transisi dari Jepang ke Australia. Selain tugu peringatan prajurit Australia, rumah bundar juga merupakan bukti kehadiran prajurit Australia di Tarakan.

Jika melihat perbandingan dengan rumah atap bundar yang ada di Sulawesi Selatan, sepertinya rumah dengan arsitektur demikian merupakan tangsi militer yang sifatnya sementara dan muncul setelah perang dunia ke 2. Dengan demikian, kehadiran rumah bundar sekaligus menjadi bukti bahwa Tarakan sebagai sumber minyak yang kaya mempunyai posisi tersendiri dalam konteks perang dunia ke 2. Perang terbesar yang pernah ada dimuka bumi.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Dari persfektif ilmu pengetahuan khususnya arkeologi, rumah bundar mempunyai peranan yang penting. Beberapa penelitian arkeologi yang pernah dilakukan yang menyangkut rumah bundar. Beberapa penelitian tersebut adalah, penelitian oleh penelitian oleh Balai Arkeologi pada tahun 2007 tentang aspek keruangan tata kota Tarakan. Penelitian oleh Balai Peninggalan Cagar Budaya Samarinda pada tahun 2010. Sebagai bangunan  yang beratap bundar, rumah bundar menarik untuk kajian arsitektur. Baik desain dan konstruksi bangunannya maupun jenis arsitektur dan adaptasinya terhadap lingkungan. Sebagai bangunan militer yang berfungsi sebagai tangsi militer sementara, nampaknya juga rumah bundar didesain semi permanen dengan menggunakan bahan utama seng.

  • Nilai Penting Pendidikan

Rumah bundar dengan bangunan arsitektur yang khas sangat potensial sebagai media pembelajaran maupun pendidikan bagi generasi muda. Fungsinya sekarang sebagai pusat informasi dengan display seperti museum bisa menjadi menjadi salah satu sarana untuk mengetahui posisi Tarakan dalam percaturan sejarah perang dunia maupun sejarah perminyakan. Ada beberapa nilai yang bisa dipetik dengan keberadaan rumah bundar tersebut dalam konteks pendidikan. Pertama, menciptakan kesadaran sejarah dan cinta tanah air bagi generasi muda. Kedua, nilai adaptif. Ini bisa terlihat dalam adaptasi bentuk arsitektur masyarakat yang menganut empat musim dalam membangun bangunan di daerah tropic seperti di Tarakan.

Ketiga, keberadaan rumah bundar yang dibangun dan digunakan oleh tentara Australia menandakan bahwa sejak dahulu Tarakan merupakan daerah pertemuan berbagai macam etnis dan bangsa. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran secara kolektif bahwa penduduk Tarakan terbiasa dengan kehidupan berbagai macam etnis sehingga konflik sosial atas nama SARA bukan warisan nenek moyang.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Rumah dengan arsitektur bundar sebagaimana yang terdapat di Situs Kapung Baru merupakan bangunan  khas yang ada di Indonesia. Bangunan jenis ini muncul setelah perang dunia ke II dan dibawah oleh bangsa-bangsa yang tergabung dalam pasukan sekutu. Secara arsitektural, bangunan atap bundar bukan merupakan arsitektur tradisional yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, bisa jadi rumah dengan atap lengkung merupakan sebuah teknologi sendiri dalam operasi militer pada perang dunia ke II. Sifatnya yang semi permanen dan sederhana menggambarkan bahwa teknologi ini muncul untuk ditempatkan pada pemerintahan transisi dari penguasaan Jepang ke sekutu.

  1. Situs Cagar Budaya Gunung Bakso
  • Nilai Penting Sejarah

Nilai penting sejarah Situs Cagar Budaya Gunung Bakso berhubungan dengan sejarah perang Pasifik wilayah Pulau Tarakan. Keterlibatan Tarakan dalam kancah perang Pasifik berhubungan dengan tambang minyak di Pulau Tarakan. Implikasi dari pertambangan tersebut berujung pada perang antara pemerintah Hindia Belanda dengan Jepang.

Oleh karena itu, fasilitas perang untuk melindungi ladang minyak dibangun di Tarakan. Situs Cagar Budaya Gunung Bakso yang mengandung stelling dan bunker tentunya merupakan sistem pertahanan, tetapi juga memiliki fungsi vital untuk mengontrol minyak yang dipompa di ladang tambang Pamusian dan dialirkan ke Bukit Agas di dekat pelabuhan. Posisinya pada daerah ketinggian dan memungkinkan untuk mengontrol pelabuhan menjadikan situs ini memiliki nilai sejarah penting, baik dalam konteks perang di Tarakan, penyaluran minyak ke pelabuhan, ataupun berfungsi sebagai anti serangan udara.

  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Situs Cagar Budaya Gunung Bakso memiliki nilai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ilmu arkeologi, teknik sipil, dan ilmu kemiliteran. Nilai penting ilmu arkeologi dapat dilihat dari penelitian arkeologis yang dilakukan di kawasan ini, baik institusional maupun personal. Salah satu contoh bidang ilmu yang dapat melakukan penelitian di daerah ini adalah teknik sipil. Dilihat dari segi rancang bangun dan perhitungan kekuatan stelling dan bunker. Kedua bangunan ini tentunya berbeda dengan bangunan rumah tinggal dari segi rancang bangun dan perhitungan kekuatan. Dengan demikian, kajian terhadap stelling dan bunker akan memperkaya khazanah kajian teknik sipil di masa mendatang.

  • Nilai Penting Pendidikan

Cagar Budaya yang terdapat di dalam kawasan Cagar Budaya Gunung Bakso berdasarkan kondisi dan keterawatannya, hanya memiliki nilai penting yang memungkinkan untuk difungsikan sebagai lokasi percontohan untuk studi lapangan siswa dan mahasiswa.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Cagar Budaya yang terdapat di dalam kawasan Cagar Budaya Gunung Bakso berdasarkan kandungannya, tepat dimanfaatkan  untuk menguatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kerjasama antara masyarakat dan militer dalam menjaga sumberdaya alam yang kita miliki.

  1. Situs Warisan Sejarah Makam Keramat
  • Nilai Penting Sejarah

Situs Warisan Sejarah Makam Keramat, oleh sebahagian masyarakat Tarakan masih dikeramatkan. Mereka meyakini bahwa ada dua tokoh yang dimakamkan di tempat tersebut, yaitu Syeh Muhammad Idrus dan Syeh Muhammad Al-Marjak. Kedua tokoh tersebut dianggap sebagai musafir Arab yang pertama kali menyiarkan agama Islam di Tarakan pada sekitar abad ke 18 M.

  • Nilai Penting Kebudayaan

Dari sisi kebudayaan, bentuk makam dan kebiasaan masyarakat mengadakan ziarah ke kompleks makam tersebut mengandung nilai-nilai budaya yang menunjukkan perpaduan antara budaya lokal dengan Islam.

  1. P E N U T U P
  2. Kesimpulan

Kota Tarakan memiliki beragam peninggalan Cagar Budaya yang merupakan warisan budaya dari masa lalu, yang merefleksikan perjalanan panjang sejarah Kota Tarakan. Cagar Budaya tersebut berasal dari beberapa periode sejarah Kota Tarakan, mulai dari masuknya Islam, tinggalan masa kolonial Belanda, Jepang, dan juga tinggalan budaya yang terkait dengan Australia. Cagar Budaya merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan agar sejarah Kota Tarakan tidak akan terlupakan dan Tarakan sebagai Kota sejarah dimasa lalu tidak kehilangan identitas.

Pelestarian Cagar Budaya pada dasarnya tidak hanya sekedar melestarikan fisik bendanya, namun yang menjadi lebih mendasar adalah melestarikan nilai yang dikandung oleh Cagar Budaya tersebut. Oleh karena itu, pengungkapan nilai penting menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk menentukan strategi pelestarian kedepan. Hasil analisa nilai penting juga sekaligus sebagai acuan untuk menentukan perlakuan Cagar Budaya apakah akan dilestarikan, dimanfaatkan, dibiarkan saja, atau dihancurkan.

Hasil analisis nilai penting yang dilakukan terhadap Cagar Budaya di Kota Tarakan menunjukkan bahwa Cagar Budaya Kota Tarakan setidaknya mengandung nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Nilai penting sejarah menduduki posisi teratas. Hal ini sejalan dengan kedudukan Tarakan sebagai kota yang penting daam kerangka sejarah perminyakan di Indonesia maupun dalam konteks perang pasifik. Selanjutnya nilai penting ilmu pengetahuan khususnya disiplin ilmu arkeologi, arsitektur, tata kota, maupun ilmu kemiliteran. Terakhir nilai penting pendidikan sebagai sarana/media pendidikan untuk generasi muda.

Dalam UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pelestarian Cagar Budaya secara fisik dan nilai yang dikandungnya harus mendapat perlindungan hukum oleh pemerintah. Adanya jaminan hukum maka, eksistensi dari tinggalan budaya tersebut dapat dipertahankan, sehingga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.

  1. Saran

Menindaklanjuti hasil penilaian nilai penting dan pemeringkatan, serta amanah UU No. 11 tahun 2010, ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti dalam upaya pelestarian Cagar Budaya kedepan. Langkah-langkah tersebut adalah :

  1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya
  2. Zonasi berfungsi untuk mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertikal maupun horizontal. Pengaturan fungsi tersebut dilakukan dengan cara membuat regulasi atau aturan pada tiap zona.
  3. Penetapan menjadi Cagar Budaya sesuai dengan kewenangan masing-masing. Setelah melalui proses penetapan maka statusnya sudah menjadi Cagar Budaya sehingga wajib untuk dilestarikan. Salah satu bentuk pelestarian warisan budaya bersifat kebendaan berupa pelindungan secara hukum. Khusus untuk Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota Tarakan bentuk perlindungan hukumnya adalah Peraturan Daerah yang mengatur tentang Cagar Budaya.
  4. Cagar Budaya pada dasarnya adalah milik masyarakat. Oleh karena itu, Cagar Budaya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Tentunya pemanfaatan tersebut masih dalam kerangka pelestarian Cagar Budaya. mengingat sifatnya yang langka, rapuh, dan jumlahnya terbatas, maka pemanfaatan Cagar Budaya tetap merujuk pada nilai penting Cagar Budaya tersebut. Pemanfaatan Cagar Budaya setidaknya dapat digunakan untuk tiga kepentingan yakni akademik, idiologik, maupun ekonomik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Profil Kota Tarakan Kalimantan Timur.

Anonim. 2007. Reinvetarisasi Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kota Tarakan Tahun 2007. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2007.

Anonim. 2010. Laporan Kegiatan Pengumpulan Data BCB oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Samarinda tahun 2010.

Anonim. 2010. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Budiati, Tinia. 2010. Perkembangan Kota Tarakan : Sebuah Kajian Arkeologi Sejarah Bagi Manajemen Sumberdaya Budaya. Tesis. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Arkeologi Universitas Indonesia. Depok

Darvill, Timothy. 1995. Value System in Archaeology. Dalam Malcolm A. Copper dkk. Managing Archaeology. London and New York: Routledge.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke Dua Puluh: Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pearson, Michael dan Sharon Sullivan. 1995. Looking After Heritage Places: The Basic of Heritage Planning for Managers, Landowners and Adiministrators. Melbourne: Melbourne University Press.

Salam, Abdul. 2010. Pembentukan Identitas Masyarakat Kota Tarakan Melalui Museum Sejarah. Tesis. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Arkeologi Universitas Indonesia. Depok.

Santosa, Iwan. 2004. Tarakan Pearl Harbor Indonesia (1942-1945). Penerbit: PT. Primamedia Pustaka. Jakarta.

Tanudirjo, Daud Aris. 2004a. Penetapan Nilai Penting dalam Pengelolaan Benda Cagar Budaya. Makalah disampaikan pada Rapat Penyusunan Standardisasi Kritetia (Pembobotan) Bangunan Benda Cagar Budaya. Jakarta: Ciputat, tanggal 26-28 Mei 2004.

————————– 2004b. Kriteria Penetapan Benda Cagar Budaya. Makalah disampaikan pada Rapat Penyusunan Benda Cagar Budaya. Cirebon, tanggal 16 Juni 2004.