Makam Belanda di Kota Samarinda

0
817

Situs Makam Belanda terletak di Jl Arjuna, Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda. Batas utara pemukiman warga, batas selatan Jl Arjun, batas timur pemukiman warga, dan batas barat pemukiman warga. Diketahui pada tahun 1918 wabah penyakit flu spanyol sedang menjalar ke seluruh dunia. Johan Eisenberger, peneliti Belanda yang pernah mencatat kejadian aneh yang terjadi Kalimantan. Johan Eisenberger menulis buku berjudul Kroniek van Zuider en Oosterafdeeling van Borneo atau Catatan Peristiwa di Wilayah Selatan dan Timur Borneo. Pada 1918, hampir seluruh wilayah terjangkit penularan wabah kolera dan Spaansche Griep. Jumlah penderita mencapai 90 persen dari populasi. Wabah ini masuk ke Kalimantan pada gelombang ke 2 awal November 1918. Saat itu, Residen yang berkedudukan di Banjarmasin telah mengirimkan telegram darurat yang menyatakan bahwa daerahnya terserang wabah influenza. Dalam telegram tersebut, Residen Borneo Timur dan Selatan melaporkan sebanyak 1.424 orang di daerahnya telah tercatat menjadi korban penyakit influenza. Wabah ini masuk ke Kalimantan melalui lalu lintas pelabuhan yang ada di Banjarmasin dan Samarinda. Penyakit flu Spanyol yang dibawa pekerja kapal menulari pada pekerja pelabuhan. Virus kemudian menyebar ke wilayah Balikpapan dan Samarinda termasuk daerah Sangasanga dan menyerang penduduk lokal. Pemerintah Hindia Belanda kewalahan dalam mengatasi wabah tersebut. Usul karantina oleh institusi kesehatan terhadap perkapalan ditentang keras para pengusah, karena dampak ekonominya. Ketika flu disertai demam menjalar di permukiman, penduduk lokal menganggap penyakit tersebut akibat ilmu supranatural.  Rukmantara (nd.) dalam tulisannya tentang When Sneeze Kills: Indonesia’s Influenza Pandemic of 1918. Ia menuliskan bahwa pada waktu itu masyarakat telah melakukan upaya pengobatan menggunakan obat tradisional seperti temulawak, sebelum obat medis ditemukan. Hal ini didasarkan kepercayaan bahwa jamu dapat menghangatkan tubuh dan mengobati influenza. Beberapa juga mempercayai bahwa penyakit tersebut berasal dari teluh, santet, guna-guna, dan sejenisnya. Tapi, ada juga yang menganggapnya sebagai penyakit lumrah sehingga banyak menelan korban jiwa.

Dari data yang diperoleh pada tahun 2015 ditemukan 8 (delapan) nisan berciri peninggalan kolonia di lokasi Pemakaman Keristen Kinibalu. Kemudian di Desember 2021 makam yang dapat diidentifikasi berjumlah 3 (tiga) hal tersebut dikarenakan banyak yang sudah rusak dan tertutup rumput liar. Bentuk makam menyerupai peti berpenutup dilengkapi dengan alas berwarna abu-abu kehitaman.

Makam Belanda (JAN ELZERMAN), Arah hadap makam utara-selatan, kepala menghadap selatan dengan ukuran panjang 2 meter, lebar 1,30, tinggi 1,08 meter. Pada makam terdapat Inskripsi Belanda yang bertuliskan:

HIER RUST, JAN ELZERMAN, IN LEVEN EMPLOYE B.P.M, GEB TE ZWOLLE, DEN 16EN JUNI 1879, OVERL: TE SANGA SANGA DALEM DEN 17EN NOVEMBER 1918”                                                                                                                                                                          

Terjemahan

BERIDTIRAHAT DI SINI, JAN ELZERMAN, KARYAWAN B.P.M, LAHIR DI ZWOLLE, TANGGAL 16 JUNI 1879, MENINGGAL DI SANGA SANGA DALEM, 17 NOVEMBER 1918”                                                                                                                                              

Seorang pekerja B.P.M (Borneo Petroleum Maatschappij), perusahaan minyak Belanda yang bertempat di Balikpapan dan Sangasanga. Pekerja tersebut lahir di Zwolle (Kota di Timur Laut Belanda) pada tahun 1879 dan meninggal pada usia 39 tahun tepatnya 17 November 1918.  

Makam Belanda (MARIA LOUISE CAROLD), Arah hadap makam utara-selatan, kepala menghadap utara dengan ukuran panjang 1,80 meter, lebar 1,25 meter, tinggi 1,05 meter. Pada makam terdapat Inskripsi Belanda yang bertuliskan:    

HIER RUST, ONZE LIEVELING, MARIA LOUISE CAROLD, GEB TE SOENGEI MARIAM, DEN 15EN APRIL 1918, OVERL TE SANGA SANGA DALEM DEN 23EN AUGUSTUS 1918”

Terjemahan

BERISTIRAHAT DI SINI, KESAYANGAN KAMI, MARIA LOUISE CAROLD

MENINGGAL DI SUNGEI MARIAM (Sungai Meriam), TANGGAL 15 APRIL 1918 MENINGGAL DI SANGA SANGA DALEM (Sangasanga Dalam). TANGGAL 23 AGUSTUS 1918”    

Makam bayi berusia 4 (empat) bulan yang lahir di Sungai Meriam dan meninggal di Sangasangan Dalam.

Makam Belanda (LOUIS MARIE VERSTAELLEN). Arah hadap makam utara-selatan, kepala menghadap utara dengan ukuran panjang 1,59 meter, lebar 1,08 meter, tinggi 99 meter. Pada makam terdapat Inskripsi Belanda yang bertuliskan:HIER RUST, ONZE LIEVELING, LOUIS MARIE VERSTAELLEN, GEB TE SOENGEI MARIAM, DEN 31EN AUGUSTUS 1918, EN ALDAAR OVERLEDEN, 23EN MAART 1919”

Terjemahan

BERISTIRAHAT DI SINI, KESAYANGAN KAMI, LOUIS MARIE VERSTAELLEN, MENINGGAL DI SUNGEI MARIAM (Sungai Meriam), 31 AGUSTUS 1918, DAN MATI DI SANA (Sungai Meriam) 23 MARET 1919”                                                                                                                                                              

Makam seorang bayi berusia 7 (tujuh) bulan yang lahir di Sungai Meriam saat ini berada di administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara.