Bekas Pertambangan Batu Bara Pengaron, Kalimantan Selatan

0
3231

Bekas Pertambangan Batu Bara Pengaron

Bekas Pertambangan Batu Bara Pengaron menandai penguasaan kekayaan bumi oleh kaum imperialis Belanda, sekaligus perkembangan kemajuan Teknologi Revolusi Industri yang meninggalkan jajak di Kalimantan Selatan, Kawasan Situs tambang batu bara Oranje Nassau, Pengaron menjadi tonggak penting awal ekspoitasi batu bara di Nusantara. Eksplorasi dan Eksploitasitambang batu bara tidak terpisahkan dari penemuan baru yang berkaitan dengan kemajuan teknologi mesin uap, yang dipelopori oleh James Watt. Penemuan James Watt kemudian melahirkn inovasi baru, mulai dari kapal uap, lokomotif dan mesin pabrik. Inovasi ini tidak lepas dari kebutuhan akan bahan bakar hasil tambang, baik batu bara maupun minyak bumi yang menimbulkan kompetisi di antara negara-negara Eropa saat itu. Pada tanggal 28 September 1849 oleh Jan Jacob Rochoseen, sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia langsung datang ke Pengaron untuk meresmikan tambang batu bara. Nama yang cukup bergengsi bagi Bangsa Belanda pun diberikan untuk tambang tersebut adalah, Oranje Nassau. Hal ini menyiratkan bahwa batu bara bernilai strategis, dari aspek ekonomi maupun politis. Tambang ini dapat pula dipandang sebagai upaya mengangkat prestise Belanda diantara negara imperialis lain di eranya. Kec. Pengaron Kabupaten Banjar Bata Asing temuan penting di situs ‘Sumur Putaran’ Pengaron Struktur ‘Sumur Putaran’ yang saat ini masih tersisa diperkirakan dibangun tahun 1856.

Bekas Pertambangan Batu Bara

Sejarah Perkembangan Oranje Nassau

Ekspedisi di Kalimantan diantarnya dipimpin oleh Dr. C.A.L.M Schwaner dan Letnan II van Kessel. Penemuan potensi batu bara di Riam, oleh Schwaner yang terletak tidak jauh dari Pengaron, memiliki sejarah tersendiri, disamping laporan potensi-potensi batu bara di daerah lain. Penemuan batu bara di Kalimantan memacu penemuan bahan tambang di daerah atau pulau lain, misalnya di Ombilin- Sawahlunto, Sumatra Utara, dan di Tanjung Enim, di wilayah Sulawesi Selatan. Eksploitasi batu bara ini diusahakan kembali tahun 1863 hingga tahun 1875-an dengan hasil yang kurang memuaskan. Tidak jauh dari tepi Sungai Maniapun Kecil terdapat beberapa objek monumental berupa struktur Sumur Putaran atau secara teknis bernama Verticale Doorsnede en Aanzicht van het Machinegebouw der Mijn.

Pembangunan fasilitas ini dibuat sekitar tahun 1873, sebagai usaha mengangkat kembali kejayaan batu bara sebelumnya, yang terpuruk dan rusak akibat perang.
Sisa-sisa fasilitas ini menandai pula akibat dari semakin mendesaknya kebutuhan batu bara. Sistem pengangkutan batu bara di area ini masih dapat dilihat dari jejak-jejaknya, dari analisis hasil ekskavasi, serta dikuatkan oleh informasi penduduk tentang sistem pengangkutan yang telah mengunakan lori yang ditarik oleh kuda.