Berdirinya Lamin Mancong atau yang lebih dikenal dalam bahasa Dayak Benuaq (Lo’u Mancunk), rumah panjang yang dibangun oleh Temenggung Bank (Kakah Biru) beserta anggota keluarganya pada tahun 1920. Lamin mancong meniru motif dari keraton Kerajaan Kutai Kartanegara, tanpa izin dan kemudian diketahui oleh Sultan Kutai Kartanegara sehingga pihak kerajaan memberikan hukuman kepada Temenggung Bank dan ditahan di Tenggarong selama tiga bulan lamanya. Seiring dengan hal tersebut, Lamin Mancon mengalami perluasan fungsi yang tadinya hanya untuk rumah tinggal kemudian dijadikan sebagai rumah adat dalam mengadakan upacara adat dan kepentingan lain seperti: Berkumpul: Berinuk, Belian (Bell’an) serta tempat menyelesaikan segala macam bentuk perkara warga yang khusunya ada di wilayah Mancong.
Lamin merupakan rumah panjang dari kayu ulin buatan khas suku Dayak, namun kini tak banyak lagi masyarakat Dayak yang tinggal di rumah tersebut. Walaupun begitu, keberadaan rumah adat yang satu ini tetap menarik kedatangan wisatwan yang tertarik pada sejarah maupun estetika bangunan serta landscape yang ada di sekitar Lamin Mancong. Usia bangunan yang sudah senja, telah dipugar oleh EHIF (Equatorial Heritage International Foundation). Di depan rumah adat seluas 1.005 meter persegi, terdapat beberapa patung-patung khas Suku Dayak berupa patung laki-laki dengan anjing, perempuan, maupun bentuk lainnya yang terlihat semi abstrak. Konon menurut kepercayaan Suku Dayak, patung-patung kayu ini menandakan jumlah kerbau yang telah disembelih dalam acara Kuangkai. Kuangkai itu merupakan ritual penghargaan kepada arwah leluhur yang dianggap berjasa sepanjang hidupnya oleh anggota keluarga. Dengan kata lain, satu patung menandakan satu ekor kerbau yang mereka sembelih. Untuk membuktikan kebenaran tersebut, tengkorak kerbau juga masih dapat Anda lihat di dalam rumah Lamin Mancong.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur telah melakukan kegiatan studi teknis dan revitalisasi Lamin Mancong pada tahun 2012.