Karst Sangkulirang Mangkalihat: Menghitung dari Kalkulator Pemerintah China (1)

0
807

 “Akhirnya Cina dan Vietnam, belakangan juga ada Thailand, negara-negara yang menghentikan setiap aktivitas ekstraktif seperti tambang semen pada gunung-gunung karst mereka. Pilihan itu diambil setelah mereka sadar tingginya nilai tambah dibanding eksploitasi batuan karst menjadi penghasil semen.”

Petikan dari Presiden Indonesia Speleology Society (ISS) atau Masyarakat Speleologi Indonesia Cahyo Rahmadi itu membuka Bincang Santai, Sabtu pagi, 30 Januari 2016 di Swarga Bara, Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur.

Cahyo melanjutkan, Cina dapat menghasilkan pemasukan bagi negaranya mencapai 10 juta Yuan. Bukan dari semen, melainkan mengubah kebijakan dan memutus rantai penambangan karst menjadi berorientasi pada pariwisata.

Mengutip artikel yang dirilis gokunming.com pada awal tahun 2016, pengelola resmi taman Hutan Batu Yunnan mengatakan jumlah turis yang bolak-balik mencapai dua juta orang per tahun sejak tahun 2010.

Pihak manajemen memperkirakan, jumlah turis akan terus bertambah hingga 5 juta orang per tahunnya hingga 2020 mendatang. Jika itu terwujud, proyeksi pemasukan mencapai 10 juta Yuan ($1,54 juta) atau Rp 20,6 miliar per tahun.

Hutan Batu Yunnan di Provinsi Yunnan itu hanya sebagian kawasan karst di daratan Cina Selatan, bersama tiga provinsi lain yang memiliki bentang karst tropis-subtropis, yakni Guizhou, Guangzi dan Chongqing.

Langkah populer seperti Cina maupun Vietnam dinilai masih cukup berat diambil pemerintah Indonesia. Nilai investasi dan bagi hasil yang ditawarkan menjadi hal yang sulit ditolak.

“Konsekuensi dari diusirnya perusahaan semen di Cina, ya mereka lari ke sini, ke Indonesia,” kata Cahyo.