Tajau atau balanga, bagi suku Dayak termasuk barang yang bernilai sakral. Untuk mengamati, memahami, dan mengetahui asal usul, perkiraan tahun pembuatan dan kualitas bahan pembuatan, dibutuhkan pengamatan yang sangat cermat untuk membedakannya, antara lain dengan mengamati lukisan yang ada pada tajau atau balanga tersebut. Tajau atau balanga ada dua macam yaitu laki – laki dan perempuan.
Balanga adalah jenis guci keramik khas dari Suku Dayak, Balanga (Guci Dayak) ini memiliki harga tertinggi di antara keramik lainnya. Faktor yang menentukan harga tersebut adalah bahannya, tidak hanya dibuat dari tanah liat, tetapi dicampur dengan serbuk emas atau benda berharga lainnya dan bahkan hingga batu intan.
Fungsi Balanga dipergunakan sebagai barang adat pada acara peminangan dan tempat menyuguhkan makanan bagi para leluhur atau roh-roh suci serta dipergunakan untuk membuat “Pantan Balanga”.
Fungsi Balanga dipergunakan sebagai barang adat pada acara peminangan dan tempat menyuguhkan makanan bagi para leluhur atau roh-roh suci serta dipergunakan untuk membuat “Pantan Balanga”.
Asal Usul Balanga :
Menurut keyakinan suku Dayak, balanga berasal dari Ranying Hatalla. Dan dibuat dari campuran tanah untung panjang yang dicampur emas. balanga, dibuat sendiri oleh Ranying Hatalla. Dalam proses pembuatan dibantu oleh Lalang Rangkang Haramaung Ampit Putung Jambangan Nyahu, Setelah penciptaan, dan manusia telah diturunkan ke bumi dari langit ke tujuh, balanga pun diturunkan ke bumi, dan diserahkan kepada Ratu Campa. Pada saat halilintar menggelegar, Ratu Campa menyembunyikan balanga-balanga tersebut ke dalam sebuah gua besar yang terbuat dari batu di gunung dan dijaga ketat.
Ratu Campa menikah dengan Putir Unak Manjang, yaitu puteri dari Majapahit, dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Raden Tunjung. Suatu saat, Ratu Campa berkeinginan pulang ke langit. Sebelum berangkat ia berpesan kepada puteranya, bahwa ia telah menyembunyikan barang berharga, dan tempat di mana barang-barang tersebut disembunyikan juga dikatakannya. Namun puteranya tidak peduli dan tidak mau tahu.
Pada suatu hari, petir, kilat, sambar menyambar, dan balanga-balanga yang telah disembunyikan di dalam gua tercerai berai. Ada yang masuk ke dalam laut, ada yang menjelma menjadi kijang. Senjata-senjata, menjelma menjadi ular, dan gong menjelma menjadi kura-kura. Lama-kelamaan, barang-barang tersebut ditiru oleh bangsa Cina dan dibawa ke negerinya.
Atas keyakinan tersebut, balanga atau tajau, mempunyai arti khusus bagi suku Dayak. Memiliki banyak koleksi balanga, mampu meningkatkan status sosial seseorang, bahkan masyarakat sekampung akan menyeganinya. Orang Dayak juga meyakini bahwa balanga mempunyai roh yang bertempat tinggal di langit ke enam. Itulah sebabnya pada telinga balanga, sering digantungkan sesajen. Apabila ada balanga yang pecah, upacara adat diadakan, agar roh balanga tidak marah.
Pada suatu hari, petir, kilat, sambar menyambar, dan balanga-balanga yang telah disembunyikan di dalam gua tercerai berai. Ada yang masuk ke dalam laut, ada yang menjelma menjadi kijang. Senjata-senjata, menjelma menjadi ular, dan gong menjelma menjadi kura-kura. Lama-kelamaan, barang-barang tersebut ditiru oleh bangsa Cina dan dibawa ke negerinya.
Atas keyakinan tersebut, balanga atau tajau, mempunyai arti khusus bagi suku Dayak. Memiliki banyak koleksi balanga, mampu meningkatkan status sosial seseorang, bahkan masyarakat sekampung akan menyeganinya. Orang Dayak juga meyakini bahwa balanga mempunyai roh yang bertempat tinggal di langit ke enam. Itulah sebabnya pada telinga balanga, sering digantungkan sesajen. Apabila ada balanga yang pecah, upacara adat diadakan, agar roh balanga tidak marah.