Pompa Angguk Sanga-sanga

0
3309

89Pompa Angguk Sangasanga terletak di Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Pompa angguk ini terbuat dari kayu ulin berdiameter 30 cm dan telah masuk dalam daftar inventaris cagar budaya yang dilakukan oleh BPCB Samarinda tahun 2010. Pompa angguk dihidupkan dengan tenaga gas dari sumurnya sendiri yang memutar mesin untuk mendapatkan gaya, guna membuat tangkainya mengangguk. Prinsip kerja pompa ini seperti vakum penyedot untuk menyedot minyak dari perut bumi dengan kedalaman lebih dari 1 km ke dalam tanah. Pada tahun 40-an, pompa ini dapat mengeluarkan hingga 560 barrel minyak per hari.

Jauh sebelum keberadaan pertambangan minyak bumi, daerah Sanga-Sanga telah lama dikenal seperti telah dituturkan dalam naskah Salasilah Kutai dengan sebutan Sanga Sangan. Dengan demikian, daerah ini lelah dikenal sekitar abad ke-13 M, ketika masa pemerintahan Barata Agung Dewa Sakti (Adham,1981). Data lain yang mengarah pada sejarah Sanga-Sanga modern, daerah ini sangat terkait dengan kekayaan minyak buminya. Nama Sanga-Sanga mulai diberitakan di media ekonomi Eropa sejak ditandatangani perjanjian antara Belanda dan Kerajaan Kutai Kartanegara yang berlangsung pada tanggal 19 Oktober 1850. Tahun 1897 Sanga-Sanga mulai dikenal karena kekayaan minyak buminya, bahkan dapat dianggap lumbung minyak bumi yang kandungannya tidak kalah dengan daerah lain. Hal ini dapat tergambar pada kedalaman sumur minyaknya yang bervariasi, mulai dari kedalaman 47 meter hingga sumur yang paling dalam mencapai 1.200 meter. Dari hasil produksi yang melimpah, sumur-sumur minyak di Sanga-Sanga tidak berhenti beroprasi hingga saat ini meski telah mengalami pergantian pengelolaan. Berikut pergantian pengelolaan sumur-sumur minyak di Sanga-Sanga;

  • 90Periode 1897–1905 oleh NIIHM (Nederlarnds
    Indische Industrie En Handel Maatschappij). Pada periode ini pengelolaan pertambangan masih tahap awal dan manajemennya belum baik. Kerajaan Kutai tidak bisa membantu penuh karena masih berhadapan dengan masalah intern kerajaan yang belum selesai. Penggunaan teknologi dan peralatan kerja masih sangat sederhana, salah satu di antaranya penggunaan alat angguk dan roda yang terbuat dari kayu ulin.
  • Periode 1905 –1942 oleh BPM (Batavia Petroleum Maatschappij). Pada masa ini fasilitas-fasilitas umum mulai dibangun seperti bangsal, pasar dan sekolah. Selain itu, pengolahan minyak mentah menjadi minyak siap pakai, seperti oli, bensin, dan minyak tanah telah dilakukan karena sangat diperlukan dalam menyuplai bahan bakar tenaga listrik yang berlokasi di Kelurahan Sari Jaya. Selain itu, bahan bakar juga dibutuhkan untuk mengoperasionalkan mesin air yang berada di pinggir sungai Sanga-Sanga agar bisa naik ke atas bukit untuk diolah menjadi air bersih untuk keperluan perusahaan.
  • Periode 1942-1945 oleh Jepang. Penguasaan Jepang tidak berlangsung lama. Meskipun demikian, mereka sempat membangun fasilitas pengeboran dan menambah sumur-sumur minyak guna kepentingannya dalam menghadapi perang dengan sekutu. Pembangunan barak atau bangsal untuk menampung para pekerja romusha dan ianfu dan tentaranya juga didirikan.
  • Periode 1945 – 1972 oleh BPM/SHELL atau Pertamina. Pada masa ini Belanda yang mengambil alih perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan Shell serta Perusahaan Minyak Nasional (PERMINA) dan pada masa ini terjadi nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan peranannya semakiin meningkat. Pada masa ini merupakan masa keemasan bagi Kota Sanga-sanga.
  • Periode 1972- 1992 oleh TIPCO – Tesorro (perusahaan Amerika Serikat). Pada masa ini terjadi perubahan pola orientasi kerjasama ekonomi, yang semula dikelola oleh pertusahaan asing Belanda, Inggris beralih ke pasaran Amerika Serikat (Tesoro). Peningkatan pengeboran minyak semakin maju dan cenderung tidak terkontrol.
  • Periode 1992–2008 oleh PT Medco E & P. Pada masa ini kepemilikan dan hak eksplorasi dilakukan, dengan sistim mekanisme pasar, yaitu dengan memberlakukan sistim tender dan keikutsertaan bangsa asing dibatasi. Pada saat ini fasilitas produksi, alat eksplorasi dan perumahan tidak dipergunakan secara memadai karena pemakaian tenaga kerja yang semakin berkurang. Keberadaan perumahan BPM dan bangsal sudah tidak terkordinir lagi sehingga rusak (Susanto, 2008).

Saat ini kepemilikan sumur-sumur minyak di Sanga-sanga dimiliki oleh Pertamina UBEP setelah mengambil alih dari Medco tahun 2008.

Sebagai bentuk pelindungan terhadap cagar budaya yang ada di Sanga-sanga khususnya Situs Pompa Angguk, BPCB Samarinda menunjuk saudara Taufik Hidayansyah dan Aspuliansyah sebagai Juru Pelihara situs. Dengan harapan situs tersebut dapat terhindar/meminimalis dari ancaman kerusakan atau kehilangan.