Benteng Pendeng, Ngawi

0
1401

Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663

Benteng Pendem Ngawi merupakan salah satu jenis tinggalan cagar budaya masa kolonial yang perlu dilestarikan, secara administratif terletak di kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Ngawi mempunyai ketinggi dari permukaan air laut ± 40 m – 100 m (Kantor Statistik Kabupaten Dati II Ngawi, 1982 : 4). Lokasi situs dapat dicapai dari Terminal Ngawi dengan menggunakan jasa ojek ± 10 km dan dapat ditempuh sekitar 15 menit.

Batas-batas lingkungan benteng, yakni: Sebelah utara, berbatasan dengan Desa Selopura, ladang dengan berbagai tanaman seperti pohon jati, randu, pisang, bambu, asam dll serta berbatasan Bengawan Solo. Sebelah timur, berbatasan dengan Desa Ngawi Purba, ladang yang ditanami tebu serta Sungai Madiun. Sebelah selatan, berbatas ladang yang ditanami ketela pohon dan Sungai Madiun dan sebelah barat, berbatasan dengan Desa Ngemul dan Taman Labirin. Sebleh selatan, berbatasan dengan Desa/Kelurahan Ketanggi. Letak astronomis Benteng Pendem Ngawi ini pada titik koordinat S7° 23’25.0” E111° 27’ 16.4” serta letak geografisnya berada di dataran rendah dengan ketinggian 38.91 m dari permukaan laut (DPL).

Letak Benteng Pendem Ngawi sangat strategis yaitu berada di dekat pertemuan Bengawan Solo dan Sungai Madiun, yang pada waktu itu merupakan jalan lalu lintas sungai. Arus Bengawan Solo yang mengalir dari arah barat ke timur berada di sebelah barat dan utara benteng pendem, sedangkan arus sungai Madiun yang mengalir dari arah selatan ke utara berada di sebelah selatan dan timur benteng pendem. Selanjutnya kedua sungai tersebut bertemu di sudut timur laut Benteng Pendem Ngawi.

Abad 18 – 19 kedua sungai itu dapat dilayari perahu-perahu yang cukup besar sampai jauh ke bagian hulu (Pemerintah Dati II Ngawi, 1987: hlm.43), hampir sepanjang tahun (Pemerintah Dati II Ngawi, 1980: hlm. 171). Perahu-perahu tersebut memuat bermacam-macam hasil bumi dari Sukarta melintasi Ngawi menuju Bandar Gresik dan Surabaya (Sagimun M.D., 1985: 112). Demikian juga dari kota Madiun melintasi Ngawi dengan tujuan yang sama (Pemerinah Kabupaten Dati II Madiun, 1980:171).

Memasuki abad 19 kota Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur (Sagimun MD., 1985: ibid.,: 43 dan Pemerintah Kabupaten Dati II Madiun, 1980: loc.cit.,). Hal ini terbukti dengan berkumpulnya pedagang-pedagang Tionghoa untuk menetap dan mendirikan gudang-gudang (Pemerintah Kabupaten Dati II Madiun, 1980: loc.cit.,).

Karena letak kota Ngawi yang strategis, tidak mengherankan kalau pada waktu itu dijadikan pusat pertahanan Kabupaten Madiun (ibid.,: 171). Kabupaten Ngawi dijadikan sebagai pertahanan, dengan maksud untuk menghambat lajunya serangan Belanda yang datang dari sektor barat sebelum memasuki Kabupaten Madiun. Namun akhirnya Kabupaten Ngawi jatuh juga ke tangan Belanda. Setelah kota Ngawi sepenuhnya dikuasai oleh Belanda, di daerah hulu Sungai Madiun dibuka untuk kepentingan perusahaan karet dan kopi (ibid.,: 33), sehingga menjadikan kota Ngawi semakin ramai. Dengan demikian kota Ngawi di saming menjadi pusat perdagangan dan pelayaran, juga menjadi pusat hubungan ke tempat-tempat yang penting pada waktu itu (Sagimun MD., loc. Cit.,). (un)

Sumber: Laporan Kegiatan Pemetaan dan Penggambaran “Situs Benteng Pendem” Tahap I.