You are currently viewing Toponim (Peninggalan Arkeologi di Pereng Wukir Susundara-Sumving)

Toponim (Peninggalan Arkeologi di Pereng Wukir Susundara-Sumving)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah telah menerbitkan sebuah buku berjudul Peninggalan Arkeologi di Pereng Wukir Susundara-Sumving pada tahun 2018 lalu. Walaupun buku ini dapat dimiliki namun terkadang karena keterbatasan jumlah banyak masyarakat yang kurang beruntung. Berdasar kondisi diatas maka agar masyarakat tetap dapat menyerap informasi dari buku tersebut di laman ini akan ditampilkan isi buku secara bagian perbagian. Isi dari laman ini sama persis seperti apa yang ada dalam buku Peninggalan Arkeologi di Pereng Wukir Susundara-Sumving. Agar dapat ditemukan dengan mudah, maka tiap judul akan disertakan judul buku. Selamat membaca.

Toponim terbentuk dari kata Bahasa Yunani topos yang berarti tempat dan onoma Tyang berarti nama. Secara singkat toponim adalah nama tempat. Toponim seringkali secara langsung menggambarkan pola ruang/tempat terkait bahasa, dialek, dan etnis, juga menjelaskan tentang pengetahuan terkait sejarah, tempat tinggal, ruang dan persepsi lingkungan suatu budaya tertentu. Tidak terkecuali di Kabupaten Magelang, Temanggung, dan Wonosobo terdapat toponim dengan dasar yang berbeda-beda. Beberapa toponim di Kabupaten Temanggung dilacak berdasarkan nama yang terdapat di dalam prasasti yang berasal dari abad IX-X Masehi.

Nama-nama desa yang disebut dalam prasasti antara lain Desa Tepusen, Dusun Pikatan, Desa Titang, Desa Kedu, dan Desa Wunut. Toponim lainnya mengalami beberapa perubahan kata, seperti Desa Kandangan Lamwes, Desa Traji, Desa Wanutengah, Desa Jumo, dan Desa Petirejo. Sementara di Kabupaten Wonosobo dan Magelang toponim dilacak berdasar pada nama tokoh, jabatan, dan fenomena alam. sebagai contoh antara lain Desa Garung, Desa Tirip, Desa Tlogo, Desa Reco, Desa Candimulyo. Desa Giriwetan, Desa Tuksongo, dan Desa Banyuadem.

Toponim di ketiga kabupaten yang menjadi sumber data dalam buku ini juga menginformasikan asosiasi keberadaan peninggalan arkeologi di wilayah tersebut. Seperti Desa Candi Sari, di Kabupaten Magelang, penyebutan “candi” menunjukan dahulu terdapat sebuah candi di desa tersebut dibuktikan dengan adanya sisa-sisa komponen batu candi. Meskipun demikian, banyak toponim yang saat ini hilang. Beberapa masih dapat dilacak dari literatur lama, seperti Desa Panunggalan yang pada masa Mataram Kuno merupakan lungguh seorang rakai, tahun 1924 digabung dengan Desa Bejiarum di Kabupaten Wonosobo.

Peninggalan Arkeologi di Pereng Wukir Susundara-Sumving, Tim Penyusun, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah