Sobokarrti, Memodernkan Gedung Theater Jawa

sobo2

Dimulai dengan konsep utama ‘menikmati pagelaran kesenian Jawa’ khususnya seni tarian. Para pemain yang adalah obyek utama tontonan diselesaikan dengan konsep Barat (theater) sehingga para penikmat (penonton) mampu melihat obyek tontonan secara adil-merata. Lantai berundak dimaksudkan supaya pandangan masing-masing penonton tidak terganggu. Dalam gedung teater Jawa (pendopo) posisi penonton semakin rendah sehingga penonton belakang terhalang penonton di depannya. Konsep penerangan dan penghawaan alami sama dengan gedung teater Jawa (pendopo) diwujudkan dengan memberikan bukaan yang lebar hampir di seluruh dinding dan atap bangunan kecuali bagian dinding utara yang berfungsi sebagai latar belakang tontonan.

Volkskunstvereeneging Sobokartti dibentuk di Semarang, gagasan beberapa tokoh kebudayaan di awal abad ke 20, antara lain Pangeran Prangwadana (kelak menjadi KGPAA Mangkunagoro VII) dan Ir. Thomas Karsten, seorang arsitek dan perencana kota yang mempunyai perhatian besar terhadap budaya Jawa. Ketika itu, sejalan dengan munculnya kesadaran kebangsaan, terjadi proses demokratisasi kraton-kraton Jawa. Wujud demokratisasi itu antara lain berupa diijinkannya kesenian kraton (yang semula eksklusif untuk lingkungan kraton) diajarkan dan digelar di luar dinding kraton yang dipelopori oleh perkumpulan Kridha Beksa Wirama di Yogyakarta pada 1918.

Untuk mewujudkan gagasan itu maka diadakan pertemuan yang dihadiri antara lain burgemeester Semarang Ir de Jonghe, Bupati Semarang RMAA Purbaningrat, GPH Kusumayuda dari kraton Surakarta, dan pimpinan surat kabar ”De Locomotief”. Dalam pertemuan itu disepakati untuk mendirikan perkumpulan kesenian yang diberi nama “Volkstheater Sobokartti” (“tempat berkarya”). Tahun 1930 berhasil dibangun gedung kesenian di Karenweg (sekarang Jalan Dr. Cipto), yang diberi nama . Gedung ini adalah rancangan Thomas Karsten, yang memadukan konsep seni pertunjukan Jawa yang biasa dipentaskan di pendopo dengan konsep pementasan teater barat.

sobo