You are currently viewing Ragam Tema Ornamentasi, Teratai, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Ragam Tema Ornamentasi, Teratai, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Pola hias teratai terlihat merupakan tema yang umum digunakan pada setiap masa mulai masa Klasik hingga masa kemudian, seperti dapat dilihat pada proselin yang berasal dari Cina, Jepang, dan Eropa. Akan tetapi, setiap zaman mengembangkan gaya tersendiir yang cukup khas.

Bunga teratai memegang peranan penting baik pada agama Hindu maupun agma Buddha. Tetapi emmang sering digunakan untuk asana (tempat duduk) dewa-dewa sebgaiamana dapat dilihat dalam banyak arca Hindu dan Buddha. Dalam kesenian India, terdapat tiga macam bunga teratai, yaitu teratai merah (Nelubium speciosum), teratai biru (Nymphaea stellata), dan teratai putih (Nymphae lotos).Dalam penggambarannya, ketiga teratai tersebut dibedakan dalam bentuknya. Teratai merah, disebut dengan padma, sangat populer dalam kesenian. Bunga ini digambarkan dalam bentuk kuncup dan memiliki daun bunga lebar,dengan daun teratai yang bergelombang di bagian pinggir. Padma digambarkan dalam bentuk sedang mekar penuh yang terlihat dari samping sehingga terlihat jajaran kelopak berlawanan arah ke atas dan ke bawag. Di antara kedua jajaran tersebut terdapat semacam batang yang mengelilingi padma.

Teratai biru, yang dalam bahasa Sansekerta disebut utpala, digambarkan dalam keadaan setengah terbuka. Daun bunga tidak terlalu lebar, dan daun teratai sedikit serta tidak bergelombang. Tanaman yang dikenal pula dengan nama lotus  ini digambarkan dari samping dan tampak seperti kuncup yang setengah mekar. Teratai putih dalam bahasa Sansekerta disebut dengan kumada, digambarkan dengan daun bunga yang lebar tetapu runcing. Daunnya tidak bergelombang. Kumuda atau teratai putih digambarkan seperti bunga teratai yang sedang mekar penuh dilihat dari muka.

Dalam Hindu, teratai dianggap sebagai simbol penciptaan. Brahma digambarkan lahir sendiri (swayambhu) dan kemudian duduk di atas teratai yang muncul dari pusar Wisnu. Bunga ini dalam agama Buddha sering pula dianggap sebagai perwujudan Budhha Gautama dan juga merupakan laksana kedewaan. Tapak kaki Buddha juga digambarkan selalu disangga oleh teratai. Pola hiasa teratai banyak dijumpai berupa relief pada candi-candi di Jawa Tengah anatara lain Candi Borobudur, Mendut (Magelang), Gana, Sewu, dan Plaosan (Klaten). Tanaman ini juga seringdimunculkan pada dasar talam perunggu, seperti koleksi Museum Ronggowarsito Semarang dan BPCB Prov. Jawa Tengah di Prambanan, dengan kelopak sebanyak empat buah. Bunga ini juga sering digambarkan sebagai padmamula, yaitu bunga teratai yang keluar daris sebuah mula atau bonggol. Bunga ini kadang digambarkan dalam keadaan mekar, tetapi sering juga digambarkan kuncup. Dalam seni arca, teratai merupakan laksana bagi Dewa Wisnu, Dwi Sri-Lakshmi, Prajnaparamita, serta Dyani Boddhisatwa Padmapani.

Setelah kedatangan pengaruh Islam di Indonesia, pola hias teratai masih terus digunakan. Biasanya teratai digambarkan berupa daun-daunnya yang bersulur dan bunganya yang sedang mekar penuh dilihat dari depan. Pola hias teratai pada masa Islam dijumpai pada hiasan medalion masjid dan Makam Mantingan di Jepara. Bunga teratai juga dijumpai pada dasar tiang ruang samping Masjid Demak, dalam penggayaan berbentuk hati. Pada masjid ini ragam tertai juga dijumpai pada kaca-timah hiasan lubang cahaya pada ruang utama, bersama dengan tanaman air lain.