You are currently viewing Pengaruh Kebudayaan Tionghoa Pada Batik Laseman

Pengaruh Kebudayaan Tionghoa Pada Batik Laseman

Oleh Ade Maulida Shifa

Ragam motif batik laseman

(dokumentasi Agni Malagina pada staff.blog.ui.ac.id)

Keberadaan Lasem yang terletak di Pesisir Utara Jawa rupanya meninggalkan jejak sejarah adanya masyarakat Tionghoa di wilayah ini. Dalam sejarahnya, Lasem menjadi kota strategis dan memiliki pelabuhan sebagai gerbang keluar masuknya orang asing (salah satunya orang-orang Cina) pada masa kerajaan Majapahit. Orang-orang Cina berdatangan secara gelombang setelah Cheng-Ho mengunjungi Majapahit sekitar awal abad ke-15 M, bertujuan untuk berdagang dan bahkan menetap membuat permukiman orang-orang Cina. Lama bermukim di Lasem, muncul percampuran budaya antara Tionghoa dengan Jawa yang nampak pada batik laseman.

Batik laseman, merupakan sebuah ragam batik khas pesisiran yang memperlihatkan adanya perpaduan budaya Tionghoa dengan Jawa. Ragam motif pada batik laseman sangat mencirikan perpaduan budaya tersebut, antara lain ragam motif naga, motif swastika (banjil), motif awan (awan mendung atau megamendung), motif kebun (tamansari) berisi ragam tanaman atau tumbuh-tumbuhan di atas warna dasar cerah dan dipenuhi wandasan yang ditarik ke atas, motif latihan (ganggang laut) dan motif watu wadas (batu kerikil). Selain itu, terdapat tiga motif utama yang mencirikan batik laseman yaitu motif Naga, motif Lok Can (burung Hong), dan motif Sekar Jagad. Corak kebudayaan Tionghoa juga terlihat pada penggunaan warna dasar pada batik laseman berupa warna-warna terang, warna batik laseman ini sangat terkenal karena memiliki warna merah menyala yang disebut getih pitik (darah ayam). Warna merah bagi orang-orang Cina melambangkan kebahagiaan dan simbol kesuburan.

Selain itu, terdapat keterlibatan orang-orang Tionghoa dalam memproduksi batik laseman sekitar tahun 1900-an. Pada masa itu batik lasem berkembang dengan pesat bahkan dapat mengekspor hingga ke luar Nusantara. Selanjutnya, pecinan di Lasem diduga dulu pernah menjadi tempat produksi batik di Pesisir Lasem dengan mempekerjakan penduduk lokal sebagai buruh batik. Terdapat sumber yang mengatakan terkait keberadaan rumah yangn dulunya diduga menjadi tempat produksi batik laseman yaitu bangunan rumah di Jalan Karangturi Gang II No. 17. Sekarang bangunan rumah ini telah beralih fungsi menjadi Pondok Pesantren Kauman Lasem di Karangturi milik Kyai Zaim Ahmad.

Rumah bekas bangunan tempat pembuatan batik laseman memiliki nuansa Tionghoa

(sumber: karangturi-rembang.desa.id)

Dengan keberadaan bangunan rumah dan sejarah para buruh yang dipekerjakan oleh orang Tionghoa tersebut, menambah keragaman bukti adanya akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Jawa pada batik Laseman khas Lasem.

Referensi

Lestari & Wiratama. 2018. DARI OPIUM HINGGA BATIK: LASEM DALAM “KUASA” TIONGHOA ABAD XIX-XX. Patrawidya, Vol. 19, No. 3 hlm. 253—270.

Nurhajarini, Dkk. 2015. AKULTURASI LINTAS ZAMAN DI LASEM: Perspektif Sejarah dan Budaya (Kurun Niaga-Sekarang). Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB). ISBN: 978-979-8971-50-1.

Utomo, Avif A. P. 2017. POTENSI BAHARI LASEM SEBAGAI SEJARAH MARITIM LOKAL. SEJARAH DAN BUDAYA, No. 2 hlm. 141—150.