You are currently viewing Penghormatan Pada Gunung

Penghormatan Pada Gunung

Gunung, dalam beberapa tradisi dan budaya secara universal dipercaya merupakan pusat kekuatan dan tempat sakral yang menghubungkan manusia dengan dewa atau yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Berdasarkan tradisi India, gunung dipercaya merupakan tempat tinggal dewa-dewa. Kepercayaan ini menurut tradisi Hindu yang pada saat itu sedang berkembang secara global mempengaruhi hampir separuh dunia termasuk nusantara.

Dalam tradisi prasejarah Indonesia, masyarakat percaya bahwa roh nenek moyang bertempat di puncak gunung dan mampu mempengaruhi kesejahteraan dan keselamatan manusia di dunia. Oleh karena itu, roh nenek moyang menjadi gantungan hidup manusia. Pemujaan terhadap roh nenek moyang sebagai ekspresi permohonan dari manusia dan keturunannya agar terhindar dari bencana, sakit, dan kemuliaan dunia adalah kuncinya. Salah satu cara untuk memuja nenek moyang adalah dengan membangun tempat pemujaan pada sebuah gunung atau bukit. Kebiasaan membangun struktur atau bangunan besar dari batu untuk kepentingan pemujaan dikenal dengan tradisi Megalitik yang dapat diketahui bersifat universal.

Pada masa Mataram Kuno fasilitas untuk keperluan religi umumnya berupa candi, arca, petirtaan, maupun gua. Sesuai konsep pembangunan candi dalam Agama Hindu, candi dibangun di tanah subur, didirikan di dekat sumber air, sungai, atau di/berorientasi gunung. Hal tersebut dapat menjelaskan keberadaan peninggalan arkeologi di puncak, lereng, maupun kaki gunung serta aliran sungai. Pada beberapa peninggalan candi di Jawa Tengah. Penghormatan gunung dapat sangat jelas ditunjukkan oleh lokasi dimana candi itu di bangun. Candi-candi ini antara lain adalah Candi Dieng, Candi Gedongsonggo, Candi Selogriyo, Candi Cetha, Candi Sukuh, Candi Gunung Wukir, dan Candi Gunungsari. Candi –candi ini dibangun di tempat-tempat yang tinggi. Selain candi-candi yang disebut diatas terdapat pulan candi yang dibangun di dataran rendah. Candi-candi ini tetap berorientasi gunung.