You are currently viewing Tehnik Pahat, Seni Hias Kuno, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Tehnik Pahat, Seni Hias Kuno, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Teknik pahat telah dikenal manusia sejak masa prasejarah . Semula mereka menggunakan teknik pahat untuk membuat alat yang memiliki fungsi praktis seperi mislanya membuat alat serpih daro batu. Pada masa itu, digunakan alat pembantu dari tanduk, tulang, kayu atau batu yang dipukul dengan batu, kayu atau tanduk.

Teknik tersebut kemudian berkembang menggunakan alat pemahat dari besi. Penerapan teknik pahat pada masa Prasejarah dapat dilihat pada arca megalitik seperto arca-arca megalitik di daerah Pekalongan dan Tegal. Dalam bentuknya yang lebih maju, teknik pahat Prasejarah pada batu dapat dilihat pula pada arca kepala binatang dan goresan-goresan pada tahta batu di situs kubur Terjan (Rembang). Pada masa klasik, teknik pahat pada batu mencapai kejayaannya dengan hasil berupa prasasti, bangunan-bangunan candi dan arca yang berlimpah. Prasasti Tukmas dari Grabag (Magelang) yang menggunakan gaya tulisan dari abad ke-5 TU merupakan bukti awal teknik pahat pada batu dari masa klasik yang dapat diperkirakan pertanggalannya. Pada masa islam, muskipun candi dan arca tidak ditemukan lagi, teknik pahat pada batu masih dapat dijumpai, misalnya pada pembuatan bidang-bidang berhias pada Masjid Mantingan (Jepara).

Selain pada batu, teknik pahat diterapkan pula pada logam. Memahatkan pola hias pada benda perunggu dapat dilakukan setelah benda jadi ataupun dipahatkan pada model sebelum dicetak. Pembuatan hiasan dengan cara dipahat pada benda jadi dilakukan dengan menerapkan akat pahat atau ‘tatah’ yang dipukul alat seperti palu. Contoh dari masa kalasik adalah pembuatan arca-arca perunggu yang ditandai dengan lekukan tajam dan warna serta barik (tekstur) yang berbeda dari permukaan arca bagian lain. Sementara itu, perkiraan bahwa hiasan pada arca-arca tersebut dibuat pada modek sebelum dicetak terlihat dari segi garis-garis pola hias yang tidak berwarna putih bekas pahatan, melainkan berwarna sama dengan seluruh permukaan arca.

Seni hias dengan teknik pahat pada kayu yang dapat dijumpai pada masa kini terutama brerasal dari masa Islam, karena benda-benda kayu dari masa sebelumnya pada umunya telah punah. Pahatan kayu atau dikenal juga dengan ukiran kayu, banyak dijumpai misalnya pada masjid-masjid lama. Hiasan yang berupa pahatan atau ukiran kayu biasnya terdapat pada tiang-tiang maupun kayu penopang bangunan atap. Selain iytu, teknik pahat juga ditemukan pada unsur lepas seperti mimbar dan maksura. Teknik pahat juga digunakan untuk membuat hiasan – hiasan pada perabot kayu, dinding rumah kayu dan hiasan dinding yang sampai saat ini masih terus berkembang, terutama di Pesisir Utara Pulau Jawa. Hiasan dinding kayu atau ‘gebyok’ yang menunjukan teknik pahat atau ukir kayu yang sangat rumit dapat dilihat pada rumah-rumah tradisional di Kudus. Dalam teknik pahat dikenal istilah krawangan. Istilah ini digunakan untuk menyabut ukiran tembus paada sebuah dinding sehingga berlubang. Teknik ini biasanya digunakan pada kayu dan kulit, seperti pada rumah tradisional Kudus atau pada pembuatan wayang kulit.