Lebih Berseni, Lawang Sewu Semarang

2

Gedung Lawang Sewu dikelilingi selasar depan dan belakang (voorgalerij dan achtergalerij) untuk melindungi bangunan dari sengatan langsung sinar matahari tropis. Di sisi luar dan di tengah-tengah bangunan membujur pula sebuah selasar lagi. Selain sebagai jalur lalulintas antar ruang, selasar tengah yang bermuara di ruang penerima dan tangga utama juga berfungsi sebagai saluran udara untuk mendinginkan udara di dalam bangunan. Ruang penerima berfungsi sebagai cerobong udara untuk  menyalurkan udara panas ke luar. Sisi lain, komposisi, skala, warna, bahan, serta ukuran menjadi perpaduan yang cantik antara fungsional dan seni.

Selain penghawaan, curah hujan tropis yang lebat mendapatkan perhatian dari Klinkhamer dan Ouëndag. Rancangan atap dibuat sedemikian sehingga kedap air sekaligus untuk membuat ruang atap (solder atau attic) tetap dingin. Menjaga ruang di bawah atap tetap kering dan sejuk menjadi penting karena arsip disimpan di sini. Solusinya membuat atap ganda. Aliran udara di ruang di antara kedua bidang atap diperlancar dengan adanya solder attic menara-menara ventilasi di puncak atap. Seluruh proses perancangan dilakukan di Nederland, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke Semarang. Denah bangunan mirip huruf L, membentuk halaman dalam (inner courtyard) di belakang bangunan. Sesuai dengan filosofi Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), direksi NIS memberi arahan bahwa bangunan itu di satu sisi harus mengesankan kesederhaan tapi di lain sisi juga harus dirancang dengan baik. Pengecualian, di gedung administrasi NIS adalah pada ruang penerima (entrance hall) di sudut bangunan, yang sengaja dirancang megah.

Gedung administrasi dihiasi berbagai ornamen karya seniman dan perajin Belanda terkenal di masa itu. Di ruang penerima terdapat kaca patri buatan J.L. Schouten dari studio ‘t Prinsenhof di Delft. Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama gedung ini. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornamen tembikar karya H.A. Koopman dan dibuat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga, sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu rancangan perupa L.Zijl. Kecuali batu bata, dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk bangunan ini (di luar pondasi) diimpor dari Eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granit sebanyak sekitar 350 m ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan sesuai ukuran dalam gambar, sehingga sampai di Semarang tinggal dipasang tanpa perlu ada penyesuaian. Dipuncak gebel di atas pintu utama terdapat ornamen relief. Relief ini menggambarkan roda kereta api bersayap yang sampai jaman Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perkeretapian Indonesia. Di atas roda bersayap terdapat relief makara seperti yang ada di candi-candi di Jawa. Tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.