You are currently viewing Kriya Tenun,  Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Kriya Tenun, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Kriya tenun, khususnya tenun gendong, merupakan salah satu keterampilan yang dimiliki bangsa Indonesia dan diyakini sebagai salah satu unsur budaya asli. Data arkeologis membuktikan bahwa kriya tenun telah dikenal sejak jaman prasejarah. Bukti keberadaan kriya tenun tidak diperoleh secara langsung melalui temuan berupa kain, karena kain tenun tidak dapat bertahan lama, bila tertimbun di dalam tanah akan cepat membusuk. Bukti yang sampai kepada masyarakat sekarang adalah bukti tidak langsung, misalnya melalui tera tenun pada gerabah atau benda lainnya.

Keberadaan kriya tenun lebih jelas lagi pada mas klasik. Melalui sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan di daerah Jawa Tengah, misalnya Prasati Ayam Teas (900 TU) dan Prasasti Telang (930 TU) yang dikeluarkan oleh Raja Balitung, diketahui adanya kata mcadar, yang ditafsirkan menenun. Selain itu beberapa prasasti yang lain menyebut beberapa profesi atau kegiatan yang berkaitan atau mendukung aktifitas pembuatan kain tenun. Aktifitas yang dimaksud misalnya adalah perdagangan kapas, membuat benang, mencelup kain, berdagang, dan mengambil akar dan kulit pohon mengkudu (Morinda Citrofila) serta pohon indigo yang digunakan untuk memberi warna kain. Bukti lain yang memperkuat keberadaan kriya tenun pada waktu itu adalah penyebutan kain tenun sebagai unsur pasek-pasek, yaitu pisungsung hadiah yang diberikan kepada pejabat yang menetapkan atau menjadi saksi penetapan sima. Disamping itu, di Trowulan, ditemukan dari abad XIV yang mempunyai relief seorang wanita yang sedang menenun.

Kani tenun diketahui merupakan salah satu bahan pakaian sehari-hari yang digunakan baik oleh laki-laki maupun permepuan. Pada masa islam, diketahui bahwa kain tenun digunakan oleh golongan rakyat biasa. Akan tetapi pada masa klasik, kain tenun digunakan sebagai pesek-pesek.

Pada masa sekarang terdapat juga jenis kain tenun tertentu yang digunakan dalam upacara, misalnya kain tenun lurik lasem dan kemben dringin yang digunakan dalam upacara tingkeban. Pemakaian kain tenun dalam prosesi upacara juga ditemukan dalam relief Borobudur No. IB.74. yang menggambarkan seorang wanita yang membawa kain tenun diatas talam. Adegan tersebut diinterpretasikan sebagai upasaka dan upasika dalam suatu upacara perkawinan. Melalui uraian ini, diketahui bahwa kain tenun mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi praktis, fungsi sosial dan fungsi religius.

Foto : Prasasti Ayam Teas III koleksi bpcb prov.jateng