You are currently viewing Kereta Kuda, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Kereta Kuda, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Kereta Kuda

Kereta merupakan salah satu jenis alat transportasi yang dikenal masyarakat Jawa. Jenis alat transportasi yang ditarik oleh kuda ini sudah dikenal sejak abad VIII TU. Keberadaanya hanya dapat dibuktikan melalui relief candi, misalnya pada beberapa panil dalam relief Lalitavistara di Candi Borobudur dan relief Ramayana di Candi Prambanan. Apabila relief-relief yang memuat penggambaran kereta tersebut diperhatikan secara lebih seksama, diketahui bahwa kereta berkuda ternyata hanya digunakan oleh raja atau para bangsawan tertentu saja.

Keberadaan kereta kuda pada masa yang lebih muda, yaitu masa pengaruh islam, dapat dilihat melalui koleksi kereta yang dimiliki oleh Pura Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta. Hampir sama kereta yang dimiliki oleh Putra Mangkunegaran dan Kasunanan bukan buatan lokal, melainkan buatan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis, dan Inggris) antara abad XVII-XIX. Oleh karena itu, bentuk dan hiasannyapun menggambil gaya kereta Eropa. Tiap-tiap kereta, baik yang dimiliki Mangkunegaran maupun Kasunanan, mempunyai bentuk, ukuran, dan kelengkapan yang berbeda-beda, sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Kereta-kereta tersebut secara garis besar dibedakan menjadi kereta tertutup (tempat duduk penumpang diletakkan dalam semacam compartement) dan kereta terbuka.

Tampaknya kereta-kereta pada masa pengaruh Islam pun hanya digunakan oleh golongan masyarakat tertentu saja, yaitu raja, para bangsawan, serta pejabat Belanda. Oleh karena itu, keberadaannya menjadi simbol status. Selain itu, kerta-kereta tersebut dianggap pusaka yang dipercaya mempunyai kekuatan magis, sehingga diperlakukan secara istimewa. Perlakuan tersebut snatar lain adalah dengan cara diberi sesaji dan dijamasi (disucikan dengan menggunaka air bunga dan disertai dengan pembacaan mantra dan pembakaran kemenyan). Bahkan ada sebagian orang yang dipercaya bahwa air cucian kereta mempunyai tuah yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bentuk penghormatan yang lain dapat dilihat pada nama yang diberikan pada tiap-tiap kereta, misalnya Kyai Grudo, Kyai Garuda Kencana, dan Kyai Condroretno.

Kyai Grudo dan Kyai Garuda Kencana merupakan dua contoh dari sejumlah kereta yang dimiliki oleh Kasunanan Surakarta, sedangkan Kyai Condroretno merupakan salah satu kereta yang dimiliki Putra Mangkunegaran. Kyai Gurdo merupakan kereta tertua yang dimiliki Kasunanan, dibuat di Nederland pada tahun 1700. Kereta ini merupakan jenis kereta tertutup yang mempunyai empat roda. Sepasang roda belakangnya yang mempunyai 14 jari-jari dibuat lebih besar dari sepasang roda depannya yang hanya mempunyai dua belas jari-jari. Hasilnya terdiri atas: motif sesuluran yang ditempatkan secara menonjol pada beberapa bagian badan kereta; seekor singa pada depan kereta; serta sepasang tokoh wanita yang digambarkan duduk sambil mendukung sebuah mahkota. Selain itu, terdapat hiasan simbol VOC pada bagian pintu masuk kereta.

(Foto : Pura Mangkunegaran)