You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Klasik (2)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Klasik (2)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Secara vertikal candi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi, dan atap candi. Ketiga bagian itu melambangkan tiga tingkatan dunia, yaitu bhurloka, bhuwarloka, dan swarloka Kaki candi melambangkan bhurloka yaitu dunia bawah, tempat kehidupan manusia. Di dalam kaki candi, di bagian tengah, terdapat sumuran untuk menempatkan peripih yaitu kepingan-kepingan logam, batu mulia, dan biji-bijian, yang ditempatkan dalam wadah tertentu dan menjadi media bagi dewa untuk merasukkan zat inti kedewaannya.jadi tanpa peripih candi tidak dapat dipergunakan sebagai tempat pemujaan.

Tubuh candi melambangkan bhuwarloka yaitu dunia tengah, tempat kehidupan manusia yang sudah disucikan. Pada tubuh candi, di atas sumuran yang berisi peripih, ditempatkan arca dewa atau objek pemujaan lainnya. Atap candi melambangkan swarloka yaitu dunia atas, tempat kehidupan para dewa. Sehubungan dengan bagian-bagian candi, maka candi dengan gaya seni bangunan klasik tua dapat dikenali dari profil kakinya. Profil tersebut berupa susunan bingkai datar (pelipit), bingaki sisi genta (ojief), dan bingkai belah rotan (halfround).

Candi Hindu Buddha yag berdiri di wilayah propinsi Jwa Tengah jumlahnya cukup banyak. Ada yang berdiri di datran rendah seperti Candi Sewu, Sojiwan, Plaosan Lor, dan Candi Mendut. Namun, ada pula yang berdiri di pengunungan seperti Percandian Dieng, Gedongsongo, Sukuh, dan Ceto. Bahkan ada pula yang berdiri di puncak bukit yakni Candi Borobudur, dan ada pula yang berdiri di wilayah pesisir yakni Candi Kangkung di Kendal.

Candi-candi di wilayah propinsi Jawa Tengah kebanyakan dibuat dari batu, meskipun ada pula yang dibuat dari batau, yaitu Candi Kangkung di Kendal, Candi Retno di Magelang, Candi Ngampin di dekat Ambarawa, dan Candi Banon di dekat Candi Pawon. Sayangnya Candi Banon sekarang sudah tidak dapat disaksikan lagi keberadaannya, kecuali arca-arcanya yang sekarang terdapat di Museum Nasional, Jakarta. Candi dengan bahan bangunan bata digosokkan satu dengan yang lan dengan terlebih dahulu dibasahi air, tanpa menggunakan perekat/besi.

Adapun candi yang dibuat dari batu, bahan bangunannya berupa balok-balok batu-kebanyakan dari batu andesit-yang dibentuk secara manual sehingga ukurannya tidak selalu sama. balok-balok batu itu kemudian disusun secara horisontal dan vertikal tanpa menggunakan bahan perekat/besi. Ada tiga teknik penyusunan batu-batu candi, yaitu:

  1. Sistem alur dan lurah untuk susunan horisontal,
  2. Sistem pasak dan lurah untuk susunan vertikal, yaitu balok-balok batu satu sam alain dihubungkan dengan tonjolan dan lekungan yang hanya cocok dengan pasangannya saja, karen amsing-masingdibuat secara manual, dan
  3. Sistem batu pengunci untuk susunan horisontal, ayitu balok-balok batu dengan lekukan dihubungkan dengan batu pengunci yang dapat berbentuk balok batu maupun batu biasa.