You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Arca Kuno (2)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Arca Kuno (2)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Keberadaan sebuah arca pada masa klasik sering dihubungkan dengan bangunan candi hal ini disebabkan karena candi adalah rumah untuk arca. Akan tetapi, sebenarnya tidak semua arca dapat dihungkan dengan banguann candi. Hanya arca yang mempunyai kedudukan sebagai gramadewata lah yang ditempatkan dalam bangunan candi sebagi objek emujaan umat secara umat. Selain gramadewata, terdapat arca yang mempunyai kedudukan sebagai kuladewata dana istadewata. Kuladewata adalah arca yang dipuja bersama dalam keluarga, sehingga arca ini seringkali tidak ditempatkan dalam bangunan candi. Sementara itu, iswadewata adalah arca yang dipuja bersama dalam keluarga, sehingga arca ini seringkali tidak ditempatkan dalam bangunan candi seabagi objek pemujaan umat secara umat secara umum. Selain gramadewata, terdapat arca yang mempunyai kedudukan sebagai kuladewata dan istadewata. Kuladewata adalah arca yang dipuja bersama dalam keluarga, sehingga arca ini seringkali tidak ditempatkan dalam bangunan candi. Sementara itu, istadewata adalah arca yang dipuja secara pribadi yang merupakan dewa favorit perorangan. Jenis arca ini juga tidak ditempatkan dalam bangunan candi. Biasanya arca semacam ini dianggap sebagai jimat pelindung sehingga selalu dibawa setiap pemiliknya berpergian. Oleh karena itu, istadewata pada umumnya berukuran kecil.

Pada dasarnya hanya dewa-dewa utama saja yang dipuja di dalam candi, sedangkan dewa-dewa bukan utama hanya berperan sebagai pengiring dewa utama atau sebagai kelengkapan bangunan candi yang merupakan replika Gunung Mahameru (di India) yang dipercaya sebagai tempat tinggal para dewa. Selain para dewa, Gunung Mahameru juga dihuni oleh berbagai jenis makhluk kahyangan seperti apsara-apsari, kinara-kinari, dan gana. Dalam dunianya, dewa-dewa digambarkan mempunyai kehidupan seperti manusia, misalnya mempunyai sakti (istri) , anak pengiring, wahana (kendaraan), dan memakai abharana (pakaian dan perhiasa). Selain berarti istri, sakti juga merupakan simbol kekuatan dewa, sehingga persatuan dewa Siwa dan saktinya digunakan sebagai simbol penciptaan abadi. Dewa-dewa yang digambarkan dengan sikap yab-yum (berpelukan dengan saktinya) juga digunakan sebagai lambang penciptaan dan kesuburan.

Pada masa pengaruh Islam di Indonesia, seni arca dalam kesenian Islam dapat dikatakan tidak berkembang. Hal ini disebabkan karena dalam kesenian tersebut terdapat larangan untuk menggambarkan tokoh. Akan tetapi, karena pada masa ini juga berkembang pengaruh kebudayaan Cina dan Kolonial, maka muncul penggambaran arca dewa yang dipuja oleh orang Cina dan arca yang hidup dalam mitologi Eropa. Selain arca dewa, dalam kesenian Cina juga terdapat penggambaran kekuatan alam dalam bentuk arca binatang, yang digunakan sebagai simbol agar manusia dapat memanfaatkan kekuatan alami dari binatang yang digambarkan. Adapun arca-arca yang muncul dalam kebudayaan kolonial adalah penggambaran tokoh suci agama Nasrani serta makhluk mitologis yang mempunyai fungsi sebagai malaikat penjaga (guardian angels).