Durga Mahisasuramardhini

Durga adalah tokoh yang diciptakan oleh para dewa, dengan maksud untuk mengalahkan raksasa Mahisasura yang berniat mengusir para dewa dari tempat tinggalnya kahyangan. Kesaktian Mahisasura sangat luar biasa, bahkan kesaktiannya tersebut tidak dapat dikalahkan oleh Indra selaku pimpinan para dewa dan Kumara (Kartikeya) selaku kepala pasukan pengawal kahyangan. Karenanya, para dewa bersepakat untuk menggabungkan kesaktiaannya guna mengalahkan Mahisasura tersebut, dalam satu wujud tokoh yang memiliki semua kesaktiaan dewa.

Menurut mitologinya, Durga diciptakan dari lidah api yang menggambarkan kesaktian Brahma,Wisnu, Siwa, serta dewa-dewa lainnya dalam wujud (kekuatan dewa dalam bentuk aspek feminin dari dewa yang bersangkutan). Setelah diciptakan, Durga tumbuh dengan cepat menjadi wanita yang sangat cantik yang bertangan sepuluh. Dalam setiap tangannya, Durga memegang senjata khusus yang merupakan hadiah para dewa, di antaranya milik Cakra Wisnu, trisula milik Siwa, Sangka (kerang) milik Waruna, pisau milik Agni, (busur dan (panah) milik Wayu, sinar yang masuk ketubuh Durga adalah hadiah Surya, kaladanda milik Yama, vajra milik Indra, dundumbaka (kalungmutiara hitam) hadiah Shesha,dan cangkir berisi anggur milik Kubera.

Selain memiliki sejumlah senjata, untuk mengemban tugas para dewa tersebut, Durga pun diberi hadiah seekor harimau Himalaya sebagai tunggangannya. Akan tetapi,dalam perwujudannya sebagai ikon,Durga sering pula digambarkan menunggang singa atau duduk di atas . Padmapitha Abharana(pakaian dan perhiasan) yang dikenakan Durga pun bukan sembarangan, karena pakaian dan perhiasan tersebut juga merupakai hadiah para dewa. Pakaian, anting-anting, kalung, gelang, dan cincin adalah hadiah d a r i Ksirarnawa, sementara kalung mutiara yang dikenakan Durga adalah mutiara hitam yang dihadiahkan oleh
Shesha.

Peperangan antara Durga dan Mahisasura yang digambarkan dalam mitologi merupakan hal yang menarik
untuk diungkapkan. Hal tersebut karena penggambarannya tidak hanya menggambarkan peperangan semata, antara kubu putih (dewa) dan kubu hitam (raksasa) yang melambangkan perjuangan untuk mengalahkan kejahatan, tetapi juga munculnya ikon wanita di medan pertempuran. Melalui mitologi tersebut dapatlah kiranya dikemukakan perubahan peran Durga yang sangat signifikan, terkait dengan kemunculannya di medan pertempuran yang biasanya menjadi wilayah kebanggaan kaum laki-laki. Di India, Durga pada mulanya dipuja di rumah-rumah sebagai dewi pelindung biji-bijian supaya dapat tumbuh dengan subur dan memberi kesejahteraan kepada masyarakat. Dalam perkembangannya, Durga didudukkan menjadi dewi yang sangat penting, sebagai pahlawan. Bahkan, kedudukannya pun disetarakan dengan para ksatria laki-laki. Dalam hal ini, Durga tidak sebagai istri dewa, melainkan sebagai individu dewa yang mandiri. Diceritakan bahwa Durga, dengan mengendarai harimau, mendaki Gunung Windya yang merupakan kediaman Mahisasura untuk menantangnya di medan pertempuran. Dengan senjata para dewa, Durga dengan mudah mengalahkan para raksasa yang ada di gunung tersebut, tetapi tidak demikian halnya dengan Mahisasura. Raksasa berwujud kerbau itu sangat luar biasa saktinya, sehingga tidak dapat dikalahkan dengan senjata para dewa. Kemudian, Durga naik ke atas punggung harimaunya dan melompat ke punggung Mahisa, menginjaknya lehernya, dan menusukkan trisula ke dada Mahisa. Matilah sang raksasa yang menakutkan, Durga pun mendapat julukan Mahisasuramardini (pembunuh raksasa berwujud mahisa). Para dewa dan penghuni kahyangan lainnya pun menjadi lega.Mereka memberi selamat dan penghormatan kepada Durga, karena mengalahkan Mahisa berarti menyelamatkan dunia dan dharma. Sejak itulah Durga mempunyai julukan Durga Mahisasuramardhini, dipuja sebagai dewi penyelamat, dewi penghalang rintangan, dan siapapun yang memujanya pada saat kesulitan,maka akan mendapat kemudahan dari Durga.

Pada periode Jawa Tengah Kuna, Durga merupakan dewi yang paling banyak dipuja. Asumsi ini didasarkan pada jumlah temuan arca Durga yang tersebar baik di wilayah maupun periode JawaTengah Kuna. Sejumlah arca Durga yang ditemukan menunjukkan keragam, mulai dari ukuran, cara penggambaran, hingga kualitas pengerjaannya. Kajian tentang Durga yang dibuat oleh Hariani Santiko misalnya memberikan penjelasan bahwa dari sejumlah arca Durga yang menjadi objek kajiannya, hampir 150 individu, hanya satu saja arca Durga yang terbuat dari logam, selebihnya terbuat dari berbagai jenis bahan batu.Arca logam yang dimaksud adalah arca Durga yang terbuat dari bahan perunggu, yang ditemukan di Ponorogo (Jawa Timur). Mengingat ukuran arca Durga perunggu tersebut hanya berukuran kecil, maka kemungkinan arca tersebut tidak didudukkan sebagai parswadewata,melainkan sebagai istadewata.

Berbeda dengan arca logam, arca Durga yang dibuat dari batu sering dijumpai penempatannya dalam bangunan candi. Apabila ditempatkan dalam bangunan candi, Durga didudukkan sebagai parswadewata yang ditempatkan dalam bilik utara candi atau di bilik sebelah kiri Garbhagraha. Durga diarcakan sebagai dewi yang mengenakan sejumlah arbarana dan menginjak punggung mahisa. Jumlah tangan Durga bervariasi, mulai dari dua hingga hingga sepuluh. Sikap tangan yang paling penting adalah, satu tangan kanannya yang memegang ekor mahisa dan satu tangan kirinya menjambak rambut raksasa yang keluar dari kepala mahisa. Apabila tangannya digambarkan lebih dari dua,maka tangan yang lainnya memegang senjata yang digunakan dalam pertempuran melawan Mahisasura.

durga

(Arca Durgamahisasuramardhini)