You are currently viewing Ragam Tema Ornamentasi, Burung Bangau dan Burung Garuda, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Ragam Tema Ornamentasi, Burung Bangau dan Burung Garuda, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Burung Bangau. Ragam bangau dapat ditemui pada dinding luar satu mangkuk emas dari Wonoboyo (Klaten). Pada temuan tersebut, relief bangau disertai dengan emoat ekor ikan, akan tetapi tidak diketahui apakah relief tersbut berasal dari cerita tertentu. Pada masa yang lebih akhir, hiasan burung bangau sering dimunculkan pada klenteng. Pada kebudayaan Cina, binatang ini menyimbolkan panjang umur.

Burung Garuda. Burung ini melambangkan dunia atas, matahari dan lambang pembebasan. Pola garuda biasanya dikaitkan dengan kedewaan atau khayangan. Burung garuda adalah wahana (kendaraan) Dewa Wisnu , sehingga garuda terkadang ditampilkan bersama dewa tersebut. Burung garuda merupakan ragam hias penting diantara jenis burung lainnya. Hal itu berkaitan dengan cerita yang berkembang pada masa Klasik, yaitu cerita Garudeya. Diceritakan bahwa garuda adalah nama seekor burung yang berusaha membebaskan ibunya dari perbudakan, hingga nantinya ia rela menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Ragam garuda dengan cerita ini dapat dijumpai di Candi Sukuh (Karanganyar), dalam bentuk relief burung, atau arca dan relief manusia dengan sayap.

Pada masa Islam, ragam garuda sering ditampilkan pada bubungan atap rumah tradisional, baik dibuat dari gerabah maupun dari logam seng. Pada pertunjukan wayang kulit, lampau penerang layar (blencong) sering mengambil bentuk burung garuda. Ragam ini juga dikembangkan dalam seni batik dalam bentuk lar, atau sayap yang terentang yang sering juga disebut grudha atau gurdha. Jika ragam tersebut lengkap dengan ekor dan terkadang kepalanya, disebut sawat. Jika hanya digambarkan dua sayap saja tanpa ekor, dapat disebut mirong.