You are currently viewing Cerita Sudhamala (Peninggalan Arkeologi di Lereng Barat Gunung Lawu)

Cerita Sudhamala (Peninggalan Arkeologi di Lereng Barat Gunung Lawu)

Nama Çuddhamala sebenarnya merupakan sebutan bagi salah satu tokoh Pandawa yang kelima, yang bernama Sahadewa. Menurut asal katanya “Çuddha-mala” berarti “bersih dari noda dosa”. Nama ini diberikan kepada Sahadewa karena dia telah berhasil membersihkan atau menghilangkan noda dosa dewi Durga dari kutuk dewa Çiwa (Batara Guru).
Kata “Çuddha-mala” dapat juga diartikan “pelepasan” (dalam pewayangan disebut “ruwat” ). Dengan kata lain, nama Çuddhamala diberikan kepada Sahadewa setelah berhasil me “ruwat” dewi Durga. Dewi Durga adalah isteri dewa Çiwa (Batara Guru). Oleh karena itu “clor ing lakine” atau “berbuat serong terhadap suami”, kemudian dikutuk menjadi raksasi (raksasa perempuan) dan harus turun ke dunia. Dewi Durga ini dapat lepas dari kutukan suaminya bila telah diruwat oleh Sahadewa. Oleh karena itu, raksasi tersebut kemudian datang kepada Kunti untuk minta tolong kepada Sahadewa agar mau meruwatnya. Permintaan itu pada mulanya di tolak oleh Dewi Kunti, akan tetapi setelah Dewi Durga mengutus Kalika untuk merasuk (nyurupi = jawa) ke dalam jasad Kunti, akhirnya Kunti menerimanya. Kunti kemudian minta kepada Sahadewa, tetapi Sahadewa menolaknya. Sebagai akibatnya Sahadewa kemudian diikat pada sebatang pohon dan di takut-takuti akan di bunuh dengan pedang Durga. Akhirnya, atas pertolongan dewa, Sahadewa dapat meruwat Dewi Durga. Sejak saat itulah Sahadewa disebut Çuddhamala, yang berarti “orang yang telah berhasil meruwat” (membebaskan seseorang dari dosa).
Sebagai hadiah, Sahadewa kemudian dikawinkan dengan Dewi Padapa, putri Tambapetra, seorang petapa dari Prangalas. Sepulang dari Prangalas, di tengah jalan Sahadewa dengan Nakula bertemu dengan raksasa Kalantaka dan Kalanjaya.
Kalantaka dan Kalanjaya adalah dua bidadara yang di kutuk dewa Çiwa karena perbuatannya telah mengintip dewa saat mandi. Akibat kutukan itu, bidadara kemudian menjadi raksasa dan turun ke dunia. Dua raksasa itu akhirnya dapat diruwat oleh Nakula dan Sadewa, setelah mereka berdua dikalahkannya dalam peperangan. Setelah bertemu dengan Sadewa dan Nakula, kedua raksasa itu telah berhasil mengalahkan Bhima.

Suatu hal yang cukup menarik di dalam cara melukiskan relief pada Candi Sukuh ialah bahwa pada pelukisannya tidak naturalis seperti halnya pada relief-relief Jawa Tengah lainnya, akan tetapi digambarkan secara simbolis dalam bentuk wayang. Cara pelukisan semacam ini biasa di jumpai pada candi-candi di Jawa Timur.
Di kompleks Candi Sukuh terdapat relief cerita Çuddhamala yang dipahatkan pada batu. Batu-batu berelief ini letaknya tidak diketahui aslinya dan sekarang di susun berderat di pinggir halaman sisi utara membujur kearah barat timur.

Penjelasan Foto

(Seorang tokoh wanita diapit oleh dua tohoh pria yang menggambarkan cerita ketika Dewi Kunti meminta Sahadewa meruwat Dewi Durga)