You are currently viewing Candi Sukuh yang Naturalis

Candi Sukuh yang Naturalis

Keberadaan arca phallus di Candi Sukuh dengan empat bola di ujungnya sangat menarik. Phallus dan vagina adalah gambar nyata dari pada Lingga dan Yoni. Sedang Lingga dan Yoni adalah lambang dari pada dewa Çiwa dan cakti-nya yaitu Dewi Uma. Bersama-sama dengan dewa Brahma dan Visnu, ketiga dewa ini disebut “Trimurti.” Trimurti sebetulnya hakekatnya hanya satu zat. Pemeluk agama Hindu di Indonesia umumnya memilih sekte Çaiva maka Dewa Çiwa lah yang di anggap dewa tertinggi dan pada dirinya termasuk dewa Brahma dan Visnu.
Pertemuan Lingga dan Yoni lambang penciptan. Karena itu di lantai pintu gerbang I di dapatkan relief phallus dan vagina dan ditemukan juga arca phallus dengan empat bola di ujungnya. Jadi jelas bahwa kompleks percandian Sukuh berlatar belakang agama Hindu.
Tentang adanya relief ini sering orang beranggapan bahwa candi Sukuh adalah candi porno. Sebetulnya hal ini tidak boleh di tafsirkan tanpa berdasarkan sejarah, seni dan falsafahnya. Sehingga tidak mudah menuduh bahwa candi Sukuh adalah candi porno. Mengapa justru gambar vagina dan phallus yang digambarkan di suatu candi yang dianggap tempat suci. Lingga dan yoni sebenarnya adalah lambang dari dewa Çiwa dan saktinya yaitu Dewi Uma. Pertemuan antara lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan atau lambang penciptaan.
Pada zaman prasejarah gambar phallus dan vagina sering ditemukan. Di kalangan orang-orang Dayak yang belum terpengaruh kebudayaan Hindu sering mengambarkan kelamin wanita dan laki-laki, dan gambar itu di letakkan di depan rumah. Benda-benda ini dinamakan kelot atau suwuk dalam bahasa jawa. Fungsi kelot ialah untuk mengusir roh-roh jahat. Jadi sebelum orang memasuki halaman/bagian rumah selanjutnya yang di anggap lebih suci, orang telah di suwuk atau dihilangkan pengaruh jahatnya. Hoeperman pernah mengatakan bahwa apabila seorang calon mempelai wanita melangkahi suwuk ini maka sarungnya sobek, maka ini sebagai tanda bahwa ia sudah bukan gadis lagi.
Kecuali relief lingga yoni yang di gambarkan secara naturalistis itu mengandung arti filosofis ternyata juga mengandung nilai angka tahun. Gambar ini di tafsirkan oleh J.Padmopoespito dengan kalimat : “Wiwara wisaya hanaut jalu”. Wiwara artinya pintu atau gapura. Disini yang di maksud adalah pintu yang suci yaitu pintu yoni. Dalam sengkalan, wiwara mengandung arti nilai sembilan, jadi seperti gapura. Wisaya artinya wilayah atau daerah kekuasaan (sengkalan yang ada di candi bentar makam bayat : Wisaya hanata wisiking ratu = 1555 tahun jawa).
Gapura yang suci, yakni pintu yoni. Dalam sengkalan wiwaha mempunyai nilai sembilan, sedangkan wisaya artinya wilayah atau daerah kekuasaan. Wilayah yang dimaksud dalam prasasti itu disamakan dengan tempat atau lantai dimana relief lingga – yoni tersebut dipahatkan. Tempat tersebut menjadi penting karena disitulah relief yang mempunyai makna sebagai suwuk (bahasa jawa) dan diyakini dapat menghilangkan atau mengusir roh-roh jahat, terutama di tujukan kepada yang akan memasuki halaman candi. Dalam sengkalan memuat kata wisaya mempunyai nilai lima, kata hanahut mempunyai nilai tiga, sedangkan jalu nilainya tiga. Dengan demikian maka arti kalimat “ wiwara wisaya hanahut jalu” mampunyai nilai angka 1359 Ç = 1437 M. (Buku Peninggalan Arkeologi di Lereng Barat Gunung Lawu)