Candi-Candi di sekitar Candi Sewu Sebagai Replika Alam Semesta

18

(BPCB Jateng) Dalam hinduisme maupun Buddhisme terdapat suatu konsep tentang gambaran alam semesta sebagai makrokosmos dan alam yang ditempati oleh sekelompok masyarakat sebagai mikrokosmos. Dalam penerapannya, Makrokosmos dan Mikrokosmos berdiri sejajar.   Alam semesta digambarkan sebagai sebuah lingkaran atau cincin, dan terdiri atas wilayah-wilayah yang tersusun sedemikian rupa mengelilingi sebuah Gunung Meru sebagai pusatnya. Sebagai penerapan konsep kesejajaran, dimana jagad raya (makrokosmos) berpusat pada Gunung Meru, Jagad kecil (mikrokosmos) juga harus memiliki representasi Gunung Meru sebagai pusatnya. Gunung Meru sebagai pusat Mikrokosmos tidak harus berupa gunung dalam bentuk sesungguhnya, tetapi dapat diwujudkan dalam bentuk candi yang melambangkan Gunung Meru dan tempat tinggal para Dewa.

Candi Gana, Candi Bubrah, Candi Lumbung, dan Candi Lor merupakan contoh spesifik dalam penerapan konsepsi tersebut diatas, karena terdapat indikasi dalam penerapan dalam lingkup situs dan kawasan. Konsep candi sebagai tempat tinggal dewa di candi-candi tersebut direpresentasikan antara lain dalam bentuk arca-arca dewa, ornament yang menggambarkan mahluk-mahluk kayangan dan bagian-bagian bangunannya yang secara keseluruhan menyimbolkan triloka (bhurloka, bhuvarloka dan svarloka) dan tridatu (Kamandhatu, rupadhatu dan arupadhatu). Sementara itu, dalam lingkup antar situs atau kemungkinan juga kawasan, terdapat asumsi yang masih terus dikembangkan tentang hubungan antara Candi gana, Candi Bubrah, Candi Lumbung, dan Candi Lor dengan Candi Sewu. Elemen –elemen pokok dalam asumsi tersebut bertolak dari adanya kesamaan latar belakang keagamaan, keletakan, dan adanya konsep yang mendasari. Dalam hasil-hasil penelitian yang tidak perlu didebatkan lagi tentang latar belakang keagamaan Candi Sewu, diketahui bahwa Candi Sewu bersifat Buddhis.

Latar belakang keagamaan Candi Gana, Candi bubrah, Candi Lumbung dan Candi Lor dapat dirunut melalui arca-arca dewa buddhis yang telah ditemukan dan adanya komponen bangunan yang telah dapat direkontruksi, khususnya atap, yang berbentuk stupa. Stupa adalah simbol dan sekaligus identitas dalam Budhissme. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa latar belakang keagamaan Candi Gana adalah Buddhisme. Sementara itu, jika dipandang dari keletakannya dalam lingkup kawasan, Candi Lor terletak di sebelah utara, Candi Gana disebelah timur, dan Candi Lumbung serta Bubrah di sebelah selatan, Kompleks Candi Sewu. Satu lagi peninggalan yang diasumsikan melengkapi konfigurasi candi-candi di atas, yaitu reruntuhan Candi Kulon yang ditemukan di sebelah barat Kompleks Candi Sewu.

Dalam asumsi tersebut, Candi Gana, Candi Bubrah, Candi Lumbung, Candi Lor, dan Candi Kulon dipandang sebagai bagian dari penerapan suatu konsep mandala yang menempatkan Candi Sewu sebagai pusat, sedangkan Candi Gana beserta candi-candi lain yang terletak di empat penjuru mata angin utama, sebagai subordinat. Dengan demikian, Candi-candi tersebut merupakan data penting yang menggambarkan kebijakan dan sekaligus kearifan masyarakat pendukungnya dalam memandang serta menempatkan diri dalam lingkungannya, baik yang berkonteks fisik maupun konsepsi keagamaan (Gatut).