You are currently viewing Bentuk Pertahanan Militer Jepang di Kaligua

Bentuk Pertahanan Militer Jepang di Kaligua

Oleh: Isbania Afina Syahadati

Perkebunan teh Kaligua ini didirikan pada tahun 1879 oleh perusahaan NV. Cultur Onderneming Belanda. Pada masa tersebut, perkebunan teh Kaligua merupakan satu-satunya Hoogland Thee yaitu merupakan satu-satunya perkebunan the tinggi terbaik di Jawa Tengah. Balatentara Jepang diperkirakan sampai di Kaligua pada pertengahan tahun 1942. Kedatangan Jepang sendiri dipimpin oleh Komandan Murakami dan Hirohito Kawaga. Murakami dan tentara Jepang lainnya kemudian langsung mengambil alih kebun teh Kaligua. Pengambil alihan tersebut terjadi tanpa adanya perlawanan dari Belanda. Hal ini didasari oleh Belanda yang telah menandatangani kekalahan di Kalijati, Subang. Bagi penduduk Kaligua, kedatangan Jepang dianggap sebagai penyelamat. Setelah sekian lama mengalami kolonialisme dari Belanda. Hal ini juga diperkuat dengan propaganda Jepang yakni, 3A. Propaganda tersebut berarti sebagai, Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia. Perkebunan teh Kaligua ini kemudian di Kelola oleh Jepang. Guna memperlancar pemasaran teh tersebut, Jepang kemudian memerintahkan pekerjanya untuk membangun jalan raya. Dari pengambil alihan perkebunan tersebut, kemudian di Kelola orang Jepang dan pribumi. Hingga pada akhirnya pada tanggal 5 Juli 1942 Jepang mendirikan SKKK (Saibai Kigyo Kanri Koodan). Namun, SKKK tersebut tidaklah berlangsung lama. Bagi Jepang teh hanyalah sebagai komoditi penikmat saja. Sehingga Jepang memutuskan untuk membubarkan SKKK pada tahun 1944. Hingga semua perusahaan perkebunan diserahkan kepada usahawan swasta yang tergabung dalam satu federasi Saibai Kigyo Renggokai (SKR). Pabrik-pabrik teh ini kemudian oleh Jepang dirubah menjadi pabrik tekstil, obat, mesin, cat, lisrik, dsb. Perubahan ini disinyalir menurut Jepang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan perkebunan teh.

Selain jalan raya, Jepang juga memerintahkan para pekerjanya untuk membangun gua Jepang. Tujuan utama dari pembangunan gua ersebut ialah, sebagai tempat persembunyian tentara Jepang dari serangan musuh. Pembangunan gua ini terletak di bukit sebelah Timur Laut dukuh Kaligua. Selain sebagai tempat persembunyian adapun maksud lainnya yakni, digunakan sebagai markas, gudang senjata, dan gudang makanan. Keberadaan Gua Kaligua ini juga berfungsi juga digunakan untuk tempat pembantaian. Pembantaian dilakukan oleh Jepang teruntuk laki-laki setempat Kaligua. Tujuannya ialah tidak lain untuk meminimalisir perlawananan serta memperistri perempuan sekitar Kaligua yang dibantai Jepang tersebut. Tempat pemilihan pembangunan gua ini di daerah perbukitan yang semula berupa hutan dan penuh tumbuhan semak belukar. Meskipun demikian, banyak pohon-pohon tersebut yang ditebang dan dijadikan penyangga gua. Selain itu, gua ini terletak persis diapit oleh dua sungai kecil yang berjarak sekitar 200 m. pembangunan Gua Kaligua yang diprakarsai Jepang ini menggunakan tenaga penduduk Kaligua dan di daerah sekitarnya yang disebut sebagai Romusha. Romusha merupakan tenaga buruh kerja paksa yang direkrut rentang usia 16-40 tahun. Romusha sendiri tidak memandang gender, baik laki-laki maupun perempuan dijadikan pekerja buruh bagi Jepang. Mengenai praktiknya, tentu tidak jauh dari struktur pemerintahan Jepang pada saat menduduki Indonesia. Diantaranya ialah, rukun tetangga (Tonarigumi), desa (ku), maupun kecamatan (son).

Dalam teori, pemerintah Jepang memiliki dua macam bentuk pengarahan tenaga kerja yakni, kinrohoshi (kerja bakti) yang diselenggarakan ditingkat kabupaten kebawah dan Romusha, tenaga buruh kasar yang diorganisasikan langsung oleh penguasa militer Jepang. Untuk dijadikan Romusha tidak semua orang bisa masuk didalamnya. Oleh karena itu dilakukan perekrutan yang tanggung jawab sepenuhnya diserahkan kepada Romu kyokai atau semacam jawatan tenaga kerja setempat. Perekrutan tersebut nantinya para Romusha terpilih biasanya akan dikirimkan ke daerah-daerah lain sesuai dengan kebutuhan Jepang pada masa tersebut. Perekrutan dipimpin oleh seorang pangreh praja yang juga menjadi ketua Badan Pembantu Prajurit Pekerja (BP3) setempat. Jawatan tenaga kerja tersebut memiliki kewajiban untuk menentukan Romusha ditingkat kabupaten dan kawedan.

Para Romusha yang bekerja guna membuat Gua Kaligua ini cukup menyengsarakan. Hal ini juga didukung oleh tingkat kesehatan para pekerja Romusha yang tidak diperhatikan. Selain itu, para pekerja Romusha ini juga harus membawa bekal sendiri. Dikarenakan Jepang juga hanya memberikan jatah makanan yang sangat minim. Minimnya makanan yang ada hingga Kesehatan yang setiap hari kian memburuk menjadikan pekerja Romusha ini kewalahan. Tidak hanya demikian, para pekerja Romusha juga mengalami siksaan yakni berupa cambukan dari tantara Jepang secara langsung. Bagi para Romusha yang sudah tidak mau bekerja lagi maka akan mendapat hukuman. Hukuman tersebut yakni, dieksekusi di sebuah ruangan dan mayatnya akan dibuang melalui Lorong tembusan sebelah selatan.


Kedatangan Jepang di Indonesia tepatnya di Kaligua telah merubah system social dan ekonomi bagi penduduk sekitar. Tidak lain hal tersebut juga didukung oleh kepentingan Jepang sendiri guna menyiapkan Perang Asia Timur Raya. Selain itu, keberadaan Jepang di Indonesia juga memerlukan pertahanan diri. Salah satu upaya yang dilakukan Jepang ialah melalui propaganda yang digaungkannya dan kemudian diajak kerja secara paksa oleh Jepang. Guna menghadapi musuh pun, Jepang juga membangun gua sebagai tempat persembunyiannya. Melalui taktik tersebut dirasa efektif meskipun keberadaan Jepang di Indonesia dirasa singkat. Banyak hal yang dapat kita petik salah satunya ialah strategi Jepang yang mampu menarik hati rakyat hingga kedisiplinan Jepang dalam hal militer. Meskipun demikian, kebijakan Romusha yang diterapkan Jepang tidak selayaknya untuk ditiru, mengingat sebagaimana dengan sila kedua yakni, kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sumber:
Anugrah Saputra, Menapaki Kembali Sejarah dan Gerakan Isu Romusha di Indonesia, Jurnal Renaissance, Vol. 3 No. 2, Agustus 2018.
Arip Rahman, “Pengaruh Pemanfaatan Gua Jepang Kaligua Sebagai Sumber Belajar Sejarah Pokok Bahasan Pendudukan Jepang di Indonesia Terhadap Hasil Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Bumiayu Tahun Pelajaran 2015/2016”, Skripsi, Semarang: UNNES, 2016.