Bangunan-Bangunan Penyiaran Di Surakarta

(BPCB Jateng). Ada tiga lokasi yang layak dianggap sebagai situs penyiaran nasional yaitu

  • Gedung Sasono Suko Societet yang kini dikenal dengan Monumen Pers Nasional, Jl Gajah Mada. Di tempat inilah diadakan rapat dan semacam deklarasi pendirian radio SRV tanggal 1 April 1933.
  • Pendopo Kepatihan Mangkunegaran yang kini digunakan sebagai TK Taman Putera, Jl Ronggowarsito. Di lokasi ini pertama kali digunakan sebagai studio sementara selama kurang lebih dua tahun. Selama dua tahun itu SRV menggunakan pusat pemerintahan Mangkunegaran itu sambil membangun gedung sendiri di Kestalan.
  • Setelah pembangunan gedung stasiun radio selesai, maka tahun 1936 lalu pindah ke gedung baru. Inilah gedung stasiun radio termegah pertama yang berdiri di Indonesia yang hingga sekarang masih digunakan oleh RRI Solo.

 

Monumen Pers Nasional

Solo – Bangunan besar dengan warna abu-abu di Jl. Gajah Mada 59 Surakarta dulunya bernama Sociteit Sasana Suka. Balai Pertemuan Kerabat Mangkunegaran itu dibangun tahun 1918 oleh Sri Mangkunegoro VII.

Perancang balai pertemuan itu bernama Mas Abu Kasan Atmodirono. Pada tahun 1933, dalam gedung itu pernah diadakan rapat yang dipimpin oleh RM Ir. Sarsito Mangunkusumo. Dari rapat itu kemudian lahirlah Solosche Radio Vereeniging (SRV), sebuah stasiun radio pertama kaum pribumi. Tanggal 9 Februari 1946 di dalam balai pertemuan itu diadakan kongres wartawan Indonesia yang melahirkan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Saat pendudukan Jepang di Surakarta, bala tentara Jepang menggunakan balai pertemuan tersebut untuk kantor pusat urusan bantuan kepada keluarga prajurit pejuang kemerdekaan. Setelah itu, balai pertemuan tersebut berubah fungsi menjadi kantor Palang Merah Indonesia (PMI).

Setelah masa orde baru, tepatnya tanggal 9 Februari 1978, Presiden Soeharto meresmikan gedung Sociteit Sasana Suka menjadi Monumen Pers Nasional. “Peresmian itu ditandai dengan penandatanganan prasasti. Prasasti tersebut berada di dalam bangunan induk,” jelas Tri Yuliani, staff bagian perpustakaan Monumen Pers Nasional kepada Timlo.net, Senin (27/9).

Tahun 1980, Monumen Pers Nasional selesai dibangun. Pembangunan itu meliputi 1 unit gedung induk, 2 unit gedung perkantoran berlantai 2, dan 1 unit gedung penunjang yang mempunyai 4 lantai. Kemudian dibuatlah patung naga di gerbang masuk Monumen Pers Nasional yang berjumlah 4 buah. Catur Manggala Kura menandai sengkalan Muluking Sedya Habangun Nagara yang berarti 1980. Di teras gerbang, sebelah belakang patung naga, diletakkan kenthongan besar yang bernama Kyai Swara Gugah.(sbr http://wisata.timlo.net/baca/4131/sociteit-sasana-suka-milik-mangkunegoro-vii)

Museum Pers mengoleksi sarana dan prasarana informasi komunikasi maupun berbagai benda-benda bersejarah di bidang informasi dan komunikasi antara lain mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja, pakaian wartawan yang tertembak waktu meliput integrasi Timor Timur. Juga terdapat koran-koran dan majalah kuno antara lain: Panorama Perpustakaan Monumen Pers Nasional terbit tahun 1917, Tjahaja India terbit tahun 1913, Hokiao terbit tahun 1925, Sinpo terbit tahun 1929. Di Museum Pers disimpan pula Pemancar Radio Kambing yang dipergunakan pada masa revolusi fisik dan patung-patung perintis pers Indonesia (sumber: Rongowarsito).

 

Kepatihan Mangkunegaran

Tahun 1925 di Surakarta terdapat perkumpulan kesenian Jawa, dengan nama Javaanese Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran. Mempunyai Pemancar Radio Ketimuran bernama : Perkumpulan Kerawitan Mardi Raras Mangkunegaran, yang disingkat dengan PK2MN dibawah asuhan Sri Paduka Mangkunegoro VII. Pemancar radio yang bersifat amatir tersebut didalam kegiatannya belum dapat menyelenggarakan siaran secara tetap layaknya sebuah radio siaran.

Kegiatan yang disiarkan adalah karawitan dimainkan dari Kepatihan Mangkunegaran, Kethoprak dan Wayang Orang di Taman Balekambang Manahan. Dengan demikian kawula dari bangsawan Mangkunegaran dapat menikamati siaran karawitan, kethoprak dan wayang orang tersebut.

PK2MN terasa kurang memuaskan bagi pengurusnya, maka akhirnya membentuk perhimpunan siaran radio pada tanggal 1 April 1933 di Surakarta lahir Solose Radio Vereneging ( SRV ), dan sejak itu semangat keradioan bangsa Indonesia sendiri semakin kuat.

Tanggal 15 Januari 1935 SRV mengadakan konggres diantaranya menghasilkan keputusan : SRV harus memiliki gedung studio yang memadai untuk menyelenggarakan siarannya. Sri Paduka Mangkunegoro VII menghadiahkan sebidang tanah seluas kurang lebih 5000 meter persegi di jalan Marconi 1 atau jalan Abdul Rachman Saleh No. 51 Suarakarta. Tanggal 29 Agustus 1936 gedung studio SRV diresmikan oleh putri SriPaduka Mangkunegoro VII, Gusti Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoema Wardhani.

Sejalan dengan revolusi nasional bangsa Indonesia berusaha merebut dan menguasai radio-raadio yang ada, termasuk pemancar radio SRV. Akhirnya tangaal 11 September 1945 di Jakarta lahir Radio Republik Indonesia ( RRI ), beranggotakan 8 radio bekas Hoso Kyoku, dengan semboyan Tri Prasetya atas dasar satu komando, dibawah pimpinan dr. Abdul Rachman Saleh. Delapan anggota radio tersebut berkedudukan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Purwokerto, Malang dan Surabaya.

 

RRI Surakarta

Selama dua tahun itu SRV menggunakan pusat pemerintahan Mangkunegaran itu sambil membangun gedung sendiri di Kestalan. Setelah pembangunan gedung stasiun radio selesai, maka tahun 1936 lalu pindah ke gedung baru. Inilah gedung stasiun radio termegah pertama yang berdiri di Indonesia yang hingga sekarang masih digunakan oleh RRI Solo.